Kepsek Dijabat Plt, Legalitas Ijazah Ribuan Alumni SD dan SMP di Jember Bermasalah
Merdeka.com - Ribuan ijazah lulusan SD dan SMP dari berbagai sekolah negeri yang ada di Jember, dikhawatirkan bermasalah. Sebab, banyak sekolah negeri di Jember yang kepala sekolahnya masih dijabat oleh Pelaksana Tugas (Plt).
Sesuai aturan yang berlaku, Plt tidak bisa menandatangani ijazah, tanpa mendapat surat mandat khusus. Hal itu mengemuka dalam rapat penyampaian aspirasi atau hearing yang dilakukan DPRD Jember terhadap sejumlah guru honorer pada Rabu kemarin.
"Benar, saat itu kami menyampaikan, bahwa Plt ketika mau tanda tangan ijazah dari siswanya, harus mendapat SK tambahan yang menyatakan mandat untuk legalisasi. Dan setelah kami konfirmasi kepada sekolah kami masing-masing, ternyata mereka tidak punya itu," ujar Ali Jamil, juru bicara guru honorer saat dikonfirmasi merdeka.com pada Kamis (26/11).
Ali Jamil mengaku, ia bersama sejumlah rekannya mengungkapkan masalah itu ke DPRD karena khawatir terhadap nasib para anak didiknya. Ketentuan tentang syarat legalitas ijazah itu, menurut Ali, berdasarkan surat edaran dari Badan Nasional Sertifikasi Pendidikan (BNSP) yang ia peroleh. Yakni SE BNSP No : 0081/SDR/BNSP/VII/2017. Di dalamnya tertera ketentuan, ijazah harus ditandatangani oleh kepala sekolah definitif. Kalaupun Plt, harus ada surat mandat khusus. Ketentuan itu diperkuat juga oleh Permendikbud nomer 6 Tahun 2018 tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah, serta Persesjen nomer 5 Tahun 2020.
Kondisi banyaknya kepala sekolah negeri di Jember yang dijabat oleh Plt, menurut Ali sudah mulai terjadi sejak tiga tahun terakhir. "Kami sudah suarakan masalah ini sejak tahun 2018. Karena dampaknya kalau legalitas ijazahnya bermasalah, anak didik kami nanti bisa terkendala ketika melamar tes CPNS atau tes TNI/Polri. Itu yang menggugah kami untuk terus mengawal masalah ini," tutur Ali.
Diperkirakan, setiap tahunnya ada 7.300 lulusan SD yang ijazahnya ditandatangani oleh Plt sehingga terancam bermasalah. "Itu baru yang tingkat SD, belum yang SMP. Karena SMP juga banyak yang kepala sekolahnya tidak ada definitifnya. Dan itu dikalikan selama tiga tahun,” ujar guru honorer di salah satu SD di Jember ini.
Karena itu, Ali berharap DPRD Jember bisa berperan aktif mengurai masalah kekhawatiran legalitas ijazah ribuan lulusan SD dan SMP di Jember ini. “Kami juga ingin tegaskan, tuntutan kami ini murni untuk anak didik kami. Tidak ada unsur politik. Banner yang kami gunakan dalam aksi kemarin juga, sepenuhnya dari urunan kami sendiri, tidak ada sponsor pihak manapun,” tegas Ali.
Ketua DPRD Jember, Itqon Syauqi yang dikonfirmasi, mengaku ikut prihatin atas masalah ini. Karena itu, Itqon berjanji akan berkomunikasi langsung dengan BNSP untuk mengkonfirmasi dugaan ijazah ribuan alumni SD dan SMP di Jember bermasalah.
"Syukur-syukur kalau BNSP dari Jakarta mau datang langsung ke Jember. Karena ini masalah krusial, menyangkut belasan ribu legalitas ijazah. Kalau ternyata benar ijazahnya jadi ilegal, siapa yang mau bertanggung jawab,” tutur Itqon.
©2020 Merdeka.com/Muhammad PermanaTanggapan Pemkab Jember
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Jember, Bambang Hariono mengaku masih akan mempelajari masalah ini. Sebab, ia baru beberapa hari menduduki jabatan kepala Dinas Pendidikan. “Kita pelajari dulu,” ujar Bambang singkat.
Bambang termasuk salah satu dari ratusan pejabat pemkab Jember yang jabatannya dikembalikan oleh Plt Bupati Jember, Abdul Muqit Arief pada 2 pekan yang lalu. Mutasi pengembalian jabatan itu dilakukan atas perintah Mendagri dan KASN melalui Pemprov Jatim. Sebab, pemerintah pusat menilai mutasi yang dilakukan bupati Faida selama 2 tahun terakhir, ilegal.
©2020 Merdeka.com/Muhammad PermanaPGRI Sudah Peringatkan
Dikonfirmasi terpisah, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jember mengaku sudah sejak lama memperingatkan bupati Jember, dr Faida, perihal legalitas ijazah siswa yang berpotensi bermasalah. Sesuai aturan, SD dan SMP negeri berada di bawah pemkab, sedangkan untuk SMA/SMK berada di bawah Pemprov.
“Ini juga menjadi keprihatinan kita juga. Sudah sejak lama kita suarakan melalui Kepala Diknas,” tutur Supriyono, Ketua PGRI Jember saat dikonfirmasi pada Kamis (26/11).
PGRI Jember mencatat, hampir 50 persen SD dan SMP Negeri di Jember tidak memiliki kepala sekolah definitif. “Ya seharusnya Plt itu kan hanya sementara saja, tidak boleh terlalu lama,” lanjut Supriyono.
Jika pun “terpaksa” tetap menggunakan Plt, PGRI menilai seharusnya Dinas Pendidikan menyiapkan SK mandat khusus bagi Plt kepala sekolah tersebut. Terutama jelang akhir tahun ajaran baru. Sebab, Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) harus ditanda tangani oleh kepala sekolah.
“Dan Plt Kepala Sekolah itu bukan Kepala Sekolah. Jadi ijazah yang ditandatanganinya itu tidak sah. Itu sudah aturan main dari Kemendikbud. Petunjuknya sudah jelas,” pungkas Supriyono.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah membuka kesempatan guru honorer belum sarjanan jadi PPPK.
Baca SelengkapnyaSayangnya upaya pengangkatan tenaga honorer berpotensi menimbulkan masalah.
Baca SelengkapnyaSejak menyandang jenderal kehormatan, nama Prabowo kini juga telah menghiasi dinding papan nama deretan alumni bintang empat di Akademi Militer.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jumlah tenaga honorer di pemerintahan yang saat ini ada sekitar 1,7 juta orang bakal terus menyusut seiring berjalannya rekrutmen PPPK.
Baca SelengkapnyaMisalnya ada puluhan ribu guru honorer belum diangkat jadi guru P3K. Juga ada 1,6 guru belum tersertifikasi.
Baca Selengkapnyaketujuh pegawai honorer itu dihapus dari kepesertaan tes PPPK dan otomatis hasilnya dibatalkan.
Baca SelengkapnyaSejumlah instansi akan melaksanakan SKTT yang sifatnya opsional sesuai dengan Peraturan Menteri PANRB 14 Tahun 2023 tentang Mekanisme Seleksi PPPK.
Baca SelengkapnyaSelain itu, Anies berjanji memberikan penghargaan bagi dosen dan peneliti yang berbasis pada kinerja.
Baca SelengkapnyaHasto mengingatkan, pengajuan hak angket membutuhkan tahapan dan berbagai persiapan.
Baca Selengkapnya