Idul Adha, warga berharap berkah dari sepasang gunungan Keraton Surakarta

Merdeka.com - Peringatan Hari Raya Idul Adha secara khusus dilakukan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Rabu (22/8). Sepasang gunungan jaler dan estri yang diarak dari Kori Kamandungan ke Masjid Agung, menjadi rebutan warga yang datang.
Gunungan jaler atau laki-laki terbuat dari sejumlah hasil bumi. Diantaranya kacang panjang, wortel, terong, cabai, telur asin dan kenyamanan yang berbahan dasar singkong. Sedangkan gunungan estri atau perempuan berisi reginan (makanan yang terbuat dari nasi). Selain dua gunungan besar tersebut, masih ada 10 gunungan kecil atau tumpeng.
Ratusan abdi dalem sejak pukul pagi sudah berkumpul di keraton peninggalan dinasti Mataram itu. Tepat pukul 10.00 sejumlah abdi dalem menandu gunungan untuk dibawa ke Masjid Agung Keraton yang berjarak sekitar 300 meter.
Barisan diawali dengan iring-iringan marching band, serta prajurit keraton dan ratusan sentana serta abdi dalem. Para petinggi keraton juga nampak dalam kegiatan tersebut. Iring-iringan dilepas dari Kori Kamandungan atau pintu utama menuju Jalan Sipil Urang, Alun-alun Utara hingga berakhir di masjid.
Sesampai di Masjid Agung dua gunungan besar didoakan oleh ulama keraton. Usai didoakan, Gunungan jaler langsung menjadi rebutan warga yang sudah menunggu sejak pagi. Sedangkan gunungan estri dibawa prajurit keraton ke halaman keraton dan juga menjadi rebutan warga. Dalam waktu singkat, kedua gunungan ludes tak tersisa.
"Saya dapat kacang panjang mas. Nanti kita masak sayur di rumah buat lauk. Semoga dapat berkah dari Tuhan," ujar Wagiyem (65), warga Desa Tlogolele, Wonosari, Klaten.
Menurut dia, acara gerebek tersebut sudah dinantikan lama. Ia bersama beberapa kerabat dan tetangga sudah datang sejak pagi. Bahkan ia juga mengikuti dan melaksanakan salat Idul Adha di Masjid Agung Keraton Surakarta. Tak hanya Idul Adha, ia juga selalu datang pada acara gerebek keraton lainnya.
Tafsir Anom Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Moh Muhtarom, menjelaskan ada 3 kegiatan gerebek yang digelar dalam setiap tahunnya. Yakni Gerebek Mulud atau Maulid Nabi, Gerebek Poso atau setelah puasa dan Gerebek Besar untuk memperingati Idul Adha.
"Yang membedakan ketiganya itu adalah penyelenggaraannya. Gerebek Mulud diselenggarakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW dan Gerebek poso diselenggarakan setiap Syawal untuk memperingati Idul Fitri," terangnya.
Muhtarom yang juga Ketua Takmir Masjid Agung ini menuturkan, simbol-simbol yang digunakan dalam gerebek tersebut sama. Yakni dengan mengarak gunungan. Pada pelaksanaan Gerebek Mulud selalu mengarak 12 macam gunungan. Kemudian pada peringatan Idul Adha selalu diawali dengan penyerahan hewan kurban dari Keraton Surakarta ke Masjid Agung.
"Kalau garebek poso diawali penyerahan zakat fitrah dari Keraton Surakarta ke Masjid Agung untuk dibagikan kepada warga masyarakat," jelasnya lagi.
Dalam pelaksanaan Gerebek Besar kali ini, dimaksudkan sebagai wujud syukur atas rejeki yang diberikan Allah SWT kepada keraton dan masyarakat Solo, yang diwujudkan dalam bentuk gunungan.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya


Potret Cantik Dine Mutiara Dampingi Sahrul Gunawan Dinas, Ngaku Simulasi Jadi PNS tapi Nangis Sepanjang Acara
Dulu, banyak yang menganggap Dine Mutiara hanya ingin mencari popularitas lewat suaminya.
Baca Selengkapnya


Dibangun dari Hasil Kerja Keras, 10 Potret Rumah Baru Bella Shofie yang Mewah Banget Meski Belum Rampung
Bella Shofie dengan senang hati mengundang netizen untuk melihat rumah barunya yang hampir selesai dibangun.
Baca Selengkapnya

Mengenal Tari Gandrung, Hiburan Rakyat saat Acara Hajatan di Banyuwangi
Kesenian tradisional yang satu ini telah menjadi ikon Kabupaten Banyuwangi sekaligus hiburan masyarakat ketika acara hajatan.
Baca Selengkapnya

Kumpulan Peribahasa Minangkabau dan Artinya, Penuh Pesan Bijak dan Motivasi Hidup
Simak kumpulan peribahasa Minangkabau dan artinya berikut ini. Berisi pesan bijak dan motivasi hidup.
Baca Selengkapnya

Mengenal Bangsi Alas, Alat Musik Tradisional Aceh Tenggara yang Terbuat dari Bambu
Provinsi Aceh memiliki ragam jenis alat musik tradisional, salah satunya Bangsi Alas yang tumbuh dan berkembang di Lembah Alas, Aceh Tenggara.
Baca Selengkapnya

Desa Linggawangi Tasikmalaya Punya Tradisi Perjodohan Unik, Pria dan Wanita Saling Menggoda di Sawah
Para pria atau jejaka setempat menggoda wanita yang membantu panen di sawah dengan berpantun.
Baca Selengkapnya

Jadi Warisan Budaya Tak Benda, Ini Sejarah Rumah Rungko Peninggalan Suku Kluet Aceh
Rumah Rungko menjadi salah satu warisan budaya tak benda di Tanah Aceh.
Baca Selengkapnya

Ini 10 Bahasa Tertua di Dunia yang Tetap Eksis hingga Kini, Salah Satunya Bahasa Arab
Fenomena ini bukan sekadar pelajaran sejarah, melainkan menjadi cerminan hidup dari warisan dan kekayaan budaya yang telah diwariskan.
Baca Selengkapnya

Mengenal Miruha, Cara Menyalakan Api Warisan Nenek Moyang Orang Subang
Warga setempat hanya membutuhkan dua bilah bambu untuk menjalankan tradisi Miruha.
Baca Selengkapnya

Tradisi Marpege-pege, Bentuk Toleransi dan Semangat Berbagi Masyarakat Padangsidempuan
Marpege-pege sampai sekarang masih dilestarikan dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat asli Padangsidempuan maupun masyarakat pendatang yang menetap di sana.
Baca Selengkapnya

Indonesia Urutan Pertama Negara Paling Dermawan di Dunia, Enam Tahun Berturut-turut
Dalam survei ini, skor paling rendah adalah 0 dan skor tertinggi adalah 100.
Baca Selengkapnya

Melihat Keunikan Cikibung, Tradisi 'Kasidah Air' Asal Subang yang Gambarkan Perlindungan Ayah terhadap Anaknya
Nada uniknya tercipta dari tepukan tangan sang ayah di permukaan air sungai.
Baca Selengkapnya