Banding ditolak, Hambit Bintih tetap dihukum 4 tahun penjara
Merdeka.com - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan telah menolak pengajuan banding terdakwa kasus suap sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Hambit Bintih. Mereka justru menguatkan putusan empat tahun penjara dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Putusan PN dikuatkan. Pertimbangan PN sudah tepat dan benar," tulis Humas Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Ahmad Sobari, kepada wartawan, Jumat (4/7).
Dalam putusan itu, sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ahmad Sobari, dengan Anggota Majelis Hakim Elang Prakoso, Moch. Djoko, As'adi Al Ma'ruf, dan Sudiro.
"Putusan dibacakan 12 Juni 2014," lanjut Sobari.
Pada 27 Maret lalu, majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, menjatuhkan putusan terhadap dua terdakwa kasus dugaan suap pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
Yakni Hambit Bintih dan Cornelis Nalau Antun dipidana penjara masing-masing selama empat tahun dan tiga tahun.
Menurut Ketua Majelis Hakim Suwidya, Hambit yang juga merupakan Bupati non-aktif Gunung Mas bersama-sama dengan Cornelis yang merupakan Komisaris PT Berkala Maju Bersama sekaligus keponakan Hambit, dianggap terbukti menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, dengan uang senilai Rp 3 miliar dengan perantaraan Anggota Komisi II fraksi Partai Golkar, Chairun Nisa.
Hakim Ketua Suwidya menambahkan, duit sogokan itu diberikan buat mempengaruhi Akil dalam memutuskan perselisihan pilkada Kabupaten Gunung Mas diajukan oleh pasangan Alfridel Jinu-Ude Arnold Pisy dan duet Jaya Samaya Monong-Daldin. Mereka menggugat kemenangan Hambit Bintih-Arton S. Dohong dalam pilkada Gunung Mas.
"Menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Hambit Bintih dan Cornelis Nalau Antun masing-masing dengan pidana penjara selama empat dan tiga tahun dikurangkan dari masa tahanan yang telah dijalankan," kata Hakim Ketua Suwidya, saat membacakan amar putusan Hambit-Cornelis, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
Hakim Ketua Suwidya juga menjatuhkan pidana denda kepada Hambit dan Cornelis masing-masing sebesar Rp 100 juta dan Rp 150 juta. Jika tidak dibayar, keduanya diganjar dengan hukuman kurungan selama tiga bulan.
Pertimbangan meringankan Hambit-Cornelis adalah belum pernah dihukum, jujur dalam persidangan, bekerjasama, menjadi tulang punggung, serta mengakui dan menyesali perbuatan.
Selain itu, Hambit adalah pejabat yang dihormati pegawainya dan Cornelis adalah petinggi perusahaan yang memiliki tanggungan pegawai. Sementara hal-hal memberatkan adalah perbuatan keduanya dilakukan ketika pemerintah sedang giat melakukan pemberantasan korupsi.
Menurut Hakim Ketua Suwidya, Hambit dan Cornelis terbukti melanggar dakwaan alternatif pertama. Yakni Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Cak Imin memiliki tempat yang lebih mulia dibandingkan hanya sekadar menjadi gubernur.
Baca SelengkapnyaIa dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 29 Januari dan 20 Februari 2024
Baca SelengkapnyaCawapres Gibran Rakabuming Raka memberi jawaban khas saat ditanya soal peluangnya menjadi Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Airlangga Hartarto.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Palguna mengaku baru memperoleh kabar pelaporan tersebut ketika baru pulang dari Bali.
Baca SelengkapnyaCak Imin tak menjawab kapan hak angket bakal diusulkan secara resmi.
Baca SelengkapnyaBahlil menilai kenaikan tarif pajak hiburan ini bisa berdampak terhadap perkembangan bisnis di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPenyidik KPK memanggil dua hakim agung untuk diperiksa terkait kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh.
Baca Selengkapnya"Partai yang naik pesat suaranya adalah Golkar, nanti bisa direspons," kata Hakim MK.
Baca SelengkapnyaMenko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi panggilan sebagai saksi oleh MK dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024.
Baca Selengkapnya