Warga Pedalaman Jombang Ini Tak Pakai Bahasa Jawa, Diduga Keturunan Tokoh Penting Kerajaan Singasari
Suasana desa tempat tinggal mereka kental nuansa sejarah
Suasana desa tempat tinggal mereka kental nuansa sejarah
Sebuah desa di Kabupaten Jombang, Jawa Timur ini terbilang unik. Pasalnya, sehari-hari mereka berbicara dalam bahasa Madura. Sementara itu, penduduk desa-desa lain di sekelilingnya menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa utama mereka.
(Foto: YouTube SUKORAME LM)
Desa ini termasuk kawasan pedalaman Kabupaten Jombang. Dari pusat kota, kita harus melewati jalanan naik turun bak perbukitan sebelum sampai di desa yang masih sejuk dan asri tersebut. Sebagian besar wilayah desa merupakan permukiman dan lahan pertanian.
Warga desa ini jadi satu-satunya komunitas penutur Bahasa Madura di Kabupaten Jombang. Dikutip dari balaibahasadiy.kemdikbud.go.id, eksistensi Bahasa Madura di desa ini masih tergolong lestari, namun ada potensi terancam.
Satu-satunya komunitas penutur bahasa Madura di Kabupaten Jombang adalah warga Desa Manduro, Kecamatan Kabuh. Konon, keberadaan desa ini tak bisa dilepaskan dari sosok Arya Wiraraja, penasihat negara Kerajaan Singasari.
Para penduduk Desa Manduro mengklaim mereka adalah keturunan Arya Wiraraja.
Dikutip dari Disperpusip Jawa Timur, kedatangan orang Madura di Jawa berasal dari Laskar Trunojoyo dan Pangeran Arya Wiraraja (nenek moyang warga Desa Manduro). Keberadaan orang Madura di tanah manduro tidak lepas dari sejarah Pangeran Arya Wiraraja yang membantu Raden Wijaya memperluas daerah di sekitar Kediri, Jombang, dan Mojokerto untuk tujuan mendirikan Kerajaan Majapahit.
Di Desa Manduro didapati puing-puing bangunan yang diyakini warga setempat sebagai peninggalan era Kerajaan Majapahit.
Adapun sumber lain mengatakan bahwa warga Desa Manduro merupakan keturunan Madura asli yang dibawa kolonial Belanda 1876 untuk penempatan tenaga kerja perkebunan. Mereka pada umumnya sangat setia terhadap pekerjaanya sebagai petani kebun sampai hari ini.
Warga di Jombang mengaku keturunan Aria Wijaya, salah satu petinggi Majapahit era pemerintahan Raden Wijaya.
Baca SelengkapnyaGanjar pun mengiyakan permintaan itu. Ia kemudian duduk lesehan di depan rumah warga beralaskan tikar. Ganjar kemudian sarapan bareng warga.
Baca SelengkapnyaMakam Pangeran Diponegoro terlihat sederhana karena letaknya yang berada di tengah kota.
Baca SelengkapnyaSaat Ganjar menyinggung soal baliho itu salah satu kader PDIP Bali berteriak "Lawan Pak,".
Baca SelengkapnyaSeorang warga Kecamatan Mersam, Kabupaten Batanghari, Jambi, diserang beruang. Korban sempat bertarung dengan binatang buas itu hingga terluka parah.
Baca SelengkapnyaBenteng de Kock, saksi bisu Perang Padri yang dimotori Tuanku Imam Bonjol di Bukittinggi.
Baca SelengkapnyaDengan menahan haru, Ganjar menyampaikan rasa terima kasihnya kepada seluruh masyarakat Jawa Tengah.
Baca SelengkapnyaMenurut sejarahnya, makanan ini menjadi penyelamat warga di masa paceklik karena jagung bisa bertahan di kondisi cuaca apapun.
Baca SelengkapnyaMayjen TNI Iwan Setiawan turut hadir di lokasi bakar batu yang digelar di Puncak Jaya, Papua kala itu.
Baca Selengkapnya