Pemuda Bisa Terpengaruh 'Hustle Culture' karena Medsos, Ini Penjelasan Pakar UGM
Merdeka.com - Pada zaman yang semakin canggih ini, kehidupan manusia menjadi semakin kompleks dengan hadirnya media sosial. Teknologi media sosial banyak memberikan dampak positif bagi kehidupan, namun dampak negatifnya juga tak kalah banyak, apalagi bagi mereka yang belum bisa memanfaatkan media sosial secara bijak.
Psikolog UGM, Indrayanti, mengatakan bahwa hadirnya media sosial dapat memengaruhi generasi muda terjebak pada kondisi yang dinamakan “hustle culture”. Menurutnya, keadaan ini dapat berdampak pada kesehatan mental.
Lalu apa itu “hustle culture”? Berikut selengkapnya:
Definisi Hustle Culture
Shutterstock/sakkmesterke
Indrayanti mengatakan, “hustle culture” merupakan fenomena gaya hidup dengan mendedikasikan hidup untuk bekerja sementara hal lain dikesampingkan. Menurutnya, sering kali orang tidak menyadari bahwa ia telah terseret dalam fenomena ini karena telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari.
Menurutnya, ada ciri-ciri yang bisa dikenali dari hustle culture, salah satunya adalah terus memikirkan pekerjaan di setiap waktu dan tempat sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kehidupan kerja dengan kehidupan pribadi.
“Dalam pikiran itu harus keras bekerja, bukan bekerja keras dengan strategi. Ambisius untuk terus aktif sehingga tidak peka dengan sinyal-sinyal dalam tubuhnya hingga tubuhnya ambruk, stres, burnout, terjadi kelelahan psikologis,” kata Indrayanti, dikutip dari ANTARA pada Rabu (4/1).
Toxic Productivity
©Shutterstock
Indrayanti mengatakan, ada tuntutan kerja yang harus direspons secara profesional dan kualitas tinggi agar tidak dinilai buruk. Kondisi tersebut kemudian berkembang lagi menjadi “toxic productivity” yang bisa terjadi pada siapapun di dunia kerja, tetapi juga di dunia pendidikan.
“Melihat kondisi kerja yang situasinya pada “workaholic” akhirnya kepikiran, ada racun di pikiran. Jangan-jangan yang disebut produktif harus kerja keras, lembur, dan akan merasa bersalah kalau tidak kayak gitu,” jelas Indrayanti.
Ia mengatakan, situasi tersebut lama-lama menjadi sebuah gaya hidup atau budaya. Pada akhirnya, terjadi pemaknaan lain terhadap produktivitas, yaitu ketika terlihat kerja keras dan terus melakukannya agar tidak merasa tertinggal.
(mdk/shr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pasangan yang bahagia dengan hubungan mereka tidak tergoda untuk membandingkan diri mereka dengan orang lain.
Baca SelengkapnyaTren bekerja tanpa henti sering dianggap prestasi luar biasa.
Baca SelengkapnyaPerilaku FOMO menjadi rentan muncul di era media sosial. Menyadari apa yang dimiliki jadi cara mengatasinya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Bekerja terlalu keras bisa menyebabkan masalah pada kesehatan mental kita. Berikut sejumlah cara untuk berhenti menjadi workaholic.
Baca SelengkapnyaPenggunaan medsos tidak selalu memberikan dampak positif tapi juga negatif.
Baca SelengkapnyaPrengki menyebut sebelumnya sudah dilakukan mediasi dengan beberapa terlapor.
Baca SelengkapnyaSelada memiliki manfaat yang luar biasa untuk kesehatan. Yuk, simak fakta lengkap tentang manfaat selada sekaligus tips mengkonsumsinya!
Baca SelengkapnyaTinggal sendirian memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengalami depresi.
Baca SelengkapnyaMelantur saat berbicara bisa disebabkan oleh kondisi bernama psikosis yang merupakan keadaan mental yang kompleks.
Baca Selengkapnya