Kisah Mantan Debt Colector Wujudkan Mimpi Warga Desa Punya Kolam dan Budidaya Ikan Secara Mandiri
Hasil panen kolam itu memang tidak seberapa, tapi yang penting bisa memberdayakan masyarakat sekitar dan meningkatkan perekonomian mereka.
Hasil panen kolam itu memang tidak seberapa, tapi yang penting bisa memberdayakan masyarakat sekitar dan meningkatkan perekonomian mereka.
Kisah Mantan Debt Colector Wujudkan Mimpi Warga Desa Punya Kolam dan Budidaya Ikan Secara Mandiri
Bagi Erwin Widodo (42), hidup akan lebih berarti apabila bisa memberi banyak manfaat bagi orang lain.
Pria yang tinggal di Pedukuhan Rewulu Wetan, Kalurahan Sidokarto, Kapanewon Godean, Sleman itu sebelumnya telah bergelut di berbagai dunia kerja mulai dari buruh pabrik hingga pelayan rumah makan padang saat merantau ke Jakarta.
Bahkan pada tahun 2004 hingga 2012, ia pernah merasakan bekerja sebagai debt collector pada sebuah lembaga keuangan di Yogyakarta.
-
Bagaimana Desa Pocong mendapatkan kolam pemandiannya? Dulu ada sebuah pohon pucang yang dari bawahnya keluar air. Seiring waktu, air tersebut terus mengalir dan meluas hingga akhirnya menjadi sumber air. Sumber air tersebut kemudian dikenal dengan sebutan sumber pucang. Daerah di sekitar sumber kemudian dikenal dengan nama Desa Pucang.Lama kelamaan orang Madura menyebut Desa Pucang dengan sebutan Pocong.
-
Bagaimana Akbar mengelola kolam ikan? Akbar bertekad memaksimalkan usaha budi daya ikan milik orang tuanya. Ia mengikuti pelatihan di BLK untuk menambah ilmu tetang budi daya ikan.
-
Mengapa Adul memiliki kolam pemancingan? Adul memiliki rumah sederhana yang nyaman. Interior rumahnya tertata rapi dan bersih. Selain itu, rumahnya dilengkapi dengan kolam pemancingan ikan seluas satu hektar yang sering ia gunakan untuk menyalurkan hobinya memancing.
-
Dimana Didik membudidayakan ikan nila? Di tempat budi daya ikan miliknya, Budi memiliki 60 unit bioflok. Dengan jumlah sebanyak itu, ia bisa meraup keuntungan bersih hingga Rp120 juta per bulan. Dengan kata lain keuntungan bersih di setiap bioflok mencapai Rp2 juta.
-
Mengapa KKP mendorong istri nelayan untuk mengolah ikan? “Pengarusutamaan gender ini sangat penting, terutama jika istri atau keluarga nelayan mengolah ikan, mereka jadi bisa memiliki tambahan sumber ekonomi keluarga,“ jelas Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Budi Sulistiyo di Banyuwangi.
-
Dimana letak kolam ikan di rumah Tiara Andini? Kolam ikan mini ini terletak di dekat dapur dan meja makan. Area kolam ikan ini berada di ujung sudut ruangan dengan bagian atap yang terbuka.
Namun Erwin justru tertantang untuk melakukan pengabdian pada masyarakat. Pada tahun 2018 lalu ia berinisiatif mengajak beberapa warga Rewulu Wetan untuk memanfaatkan sebuah tanah kosong milik pemerintah desa setempat untuk menjadi lahan produktif.
“Pada awalnya tanah ini lahan tidak produktif. Rumputnya lebat, tanahnya keras. Waktu itu ada bagian sekitar 1.000 meter persegi di sisi selatan yang disewa Bapak Parminto (salah seorang warga) untuk rumput pakan ternaknya. Kita komunikasi dengan baik, kita minta sisanya,”
Ujar Erwin saat ditemui Merdeka.com di rumahnya pada Sabtu (16/3).
Kebetulan, hewan ternak sapi terakhir milik Pak Parminto sudah dijual menjelang Hari Raya Idul Adha tahun 2017. Setelah itu, dia tidak punya hewan ternak lagi. Hal inilah yang membuat hak sewa bisa ia ambil alih dengan mudah.
Setelah mendapat izin dari Bapak Parminto dan juga pemerintah desa sebagai pemilik lahan, Erwin mengumpulkan warga di Rewulu Wetan yang ingin membangun kolam. Waktu itu terkumpul 20 warga.
Mereka bergotong-royong setiap hari untuk membentuk kolam-kolam kecil yang akan digunakan untuk tempat budidaya ikan. Erwin mengestimasi biaya yang dibutuhkan untuk pembiatan satu buah kolam sekitar Rp1 juta.
“Yang buat tetangga-tetangga kami sendiri. Kalau ditambah biaya rokok, makan, dan konsumsi lainnya total biaya yang dihabiskan lebih dari Rp1 juta,” ungkap Erwin.
Kolam akhirnya bisa diisi air setelah enam bulan masa pembangunan. Erwin kemudian membentuk suatu wadah perkumpulan para pemilik kolam yang kemudian dinamakan “Mina Bendungan”.
Agar perkumpulan itu makin berkembang, ia gencar mengajukan proposal seperti permohonan pendampingan dan modal usaha ke berbagai instansi mulai dari pemerintah kelurahan sampai anggota DPRD.
Tingkatkan Perekonomian Warga
Keberadaan kelompok para pembudidaya ikan “Mina Bendungan” turut membantu perekonomian para anggotanya. Tak hanya bagi para pemilik kolam, bahkan warga-warga yang belum punya kolam, namun ditugaskan untuk ikut memelihara tempat itu, juga merasakan dampaknya.
Untuk operasional kolam sehari-hari, Erwin beserta para pemilik kolam memberi mandat pada tiga warga lainnya. Saat panen ikan, para pemelihara kolam mendapat porsi bagi hasil sebesar 60 persen dari keuntungan bersih pada setiap kolam yang mereka urus, sementara pemilik kolam hanya 40 persen.
“Tapi mereka harus bertanggung jawab dari kebutuhan air dan kebersihan kolam. Mereka juga harus memberi makan ikan tiap pagi dan sore,” ungkap Erwin.
Di kolam-kolam tersebut, para warga memelihara berbagai jenis ikan air tawar seperti nila, gurami, patin, dan lele. Salah satu kolam di Mina Bendungan pernah mendapatkan omzet paling banyak Rp17,5 juta dari sekali borongan.
Dari kolam miliknya, Erwin biasanya mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp3,5-4 juta setiap empat bulan.
Bagi Erwin, keuntungan itu tidak seberapa.
Karena yang lebih penting baginya adalah bagaimana ia ikut membantu perekonomian warga di kampungnya.
“Kita itu senang bisa bantu mereka dan memberdayakan warga sekitar untuk ikut memelihara kolam. Walaupun keuntungan yang kita dapat sedikit ya tidak apa-apa. Yang namanya semi pengabdian itu kita tidak boleh berharap maksimal apa yang menjadi hak kita,”
Ujar pria yang juga punya usaha showroom jual beli motor itu kepada Merdeka.com pada Sabtu (16/3).
Minta Bantuan Modal ke BRI Lewat Program KUR
Setelah usaha Mina Bendungan berjalan, banyak pemilik kolam yang mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) ke Bank Rayat Indonesia (BRI). Menurut Erwin, dari pada menggunakan “leasing”, pengajuan KUR lebih cocok bagi mereka karena bunganya dinilai sangat murah.
“Selain buat beli bibit ikan, KUR ini juga bisa mereka manfaatkan untuk kepentingan lain seperti renovasi rumah atau beli kendaraan,” ujarnya.
Seiring waktu berjalan, mereka semakin sering meminjam uang dengan program KUR dan jumlah nominal uang yang mereka pinjam juga semakin banyak dengan kisaran pinjaman Rp10-15 juta.
Walau begitu, Erwin meminta para anggota Mina Bendungan bisa bertanggung jawab atas uang yang telah mereka pinjam. Ia tak mau sampai ada kredit macet pada salah satu anggotanya.
“Kalau satu anggota saja yang sampai kredit macet yang lain bisa kena semua. Saya selalu beri pemahaman ke mereka, kalau sampeyan macet nanti urusannya bisa sama orang banyak,” pungkasnya.