3 Fakta Kirab Malam Satu Suro Keraton Surakarta, Rutin Digelar Selama Ratusan Tahun
Merdeka.com - Dalam tradisi Jawa, momen pergantian Tahun Baru Hijriyah 1 Muharram juga diperingati sebagai malam 1 Suro. Hal ini tak lepas dari sistem kalender Jawa yang mengikuti sistem kalender Islam.
Bagi orang Jawa, malam Satu Suro merupakan malam yang sakral. Pada setiap malam Satu Suro, banyak kelompok masyarakat Jawa yang menggelar tradisi. Pada tanggal itu, Keraton Surakarta menggelar acara kirab. Ritual ini telah dilestarikan Keraton Surakarta selama ratusan tahun.Lalu seperti apa keseruan tradisi tahunan itu? Berikut selengkapnya:
Keseruan Kirab Satu Suro Keraton Surakarta
©2014 Merdeka.com/arie sunaryo
Biasanya, ribuan orang ikut berpartisipasi dalam Ritual Kirab Satu Suro di Keraton Surakarta. Mulai dari raja beserta keluarga, lalu para abdi dalem yang tersebar di seluruh Solo Raya ikut dalam iring-iringan kirab itu.
Semua peserta kirab menggunakan pakaian berwarna hitam. Saat itu, laki-laki menggunakan pakaian adat Jawa berwarna hitam yang dikenal dengan nama jangkep, sedangkan perempuan menggunakan kebaya berwarna hitam.
Dilansir dari Surakarta.go.id, makna dari ritual Malam Satu Suro adalah refleksi diri atau mengingat kembali kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat selama setahun. Dengan adanya refleksi itu, diharapkan satu tahun ke depan seseorang berubah sifatnya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Iring-Iringan Kebo Bule
©2019 Merdeka.com/Iqbal Nugroho
Tidak ketinggalan pula, dalam iring-iringan itu terdapat kebo bule yang merupakan keturunan dari Kebo Kyai Slamet. Kebo bule ini bukan kebo pusaka. Hewan itu begitu dikeramatkan oleh Keraton Surakarta.
Pada awalnya, kebo bule merupakan hadiah dari Bupati Ponorogo pada Pakubuwono II yang kemudian diberi nama Kyai Slamet. Kerbau bule yang sekarang masih dipelihara Keraton Surakarta adalah keturunan dari Kebo Kyai Slamet yang dipelihara ratusan tahun silam.
Dalam iring-iringan kirab, barisan kebo bule berada di barisan paling depan beserta pawangnya. Selesai ritual itu, banyak masyarakat yang mengambil kotoran kebo bule. Bagi sebagian orang, kotoran itu dipercaya bisa mendatangkan keberkahan dan juga kemakmuran.
Terancam Tidak Dimeriahkan Kebo Bule
©2021 Merdeka.com/Fajar Bagas Prakoso
Kabar kurang baik datang menjelang tradisi Kirab Malam Satu Suro Keraton Surakarta pada akhir Juli nanti. Perayaan akbar itu terancam tidak dimeriahkan kehadiran kebo bule keturunan Kyai Slamet. Sebabnya, beberapa dari mereka harus menjalani perawatan karena terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK).
Apalagi seekor kebo bule berusia 20 tahun bernama Nyi Apon, ikut menjadi korban dari ganasnya penyakit itu. Kini kebo bule yang tersisa harus dirawat terlebih dahulu setelah menerima vaksinasi PMK.
(mdk/shr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Salah satu kesenian berasal dari Lampung Barat ini menjadi simbol suatu kehormatan dan kebesaran yang dipertunjukkan pada upacara ritual yang sakral.
Baca SelengkapnyaMasyarakat Jawa masih rutin melaksanakan tradisi tersebut sebagai bentuk penyucian diri.
Baca SelengkapnyaSebuah acara yang diselenggarakan setiap bulan suci Ramadan di Jambi ini perpaduan antara tradisi dan budaya yang menjadi simbol keharmonisan antar sesama.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Topeng-topeng ini sudah ada sejak zaman Kesultanan Banten ketika menguasai wilayah Sumatra.
Baca SelengkapnyaTradisi ini menarik, karena karakter yang diarak merupakan hewan raksasa dan diiringi lampion serta obor bersama gema takbir
Baca SelengkapnyaSelain sebagai hiburan, menyaksikan keseruan kerbau beradu kecepatan, kultur ini juga sebagai simbol rasa syukur dan doa para petani,
Baca SelengkapnyaTradisi ini telah menjadi fenomena sosial yang besar di Indonesia, di mana jutaan orang memilih untuk meninggalkan kota.
Baca SelengkapnyaKabupaten Serang memiliki kearifan lokal yang hampir punah bernama Adang.
Baca SelengkapnyaDi Provinsi Sumatra Utara, masyarakat menyambut bulan suci ini dengan ragam tradisi yang berbeda-beda dan tentunya penuh makna.
Baca Selengkapnya