Tradisi Perang Cai, Konsistensi Warga Desa Anti Eksploitasi Air
Merdeka.com - Lantunan alat musik Sunda berdengung kencang menjadi kemeriahan utama tradisi Perang Cai. Dikemas ala-ala drama kolosal. Para pemuda jadi-jadian ini dipimpin oleh Ki Lengser. Bersama mereka menyambut kedatangan pengusaha yang hendak berbisnis air demi kemakmuran warga.
Seketika pendekar berbusana serba hitam menghadang si pengusaha. Mengusir pengusaha keluar dari kampung yang menimbulkan percekcokan. Lantas dengan sumber daya airnya, warga Cibiru Tonggoh melempar plastik bening berisi air. Sontak mengguyur kerumunan hingga akhirnya memicu keributan.
©2021 Merdeka.com/Reival Akbar
Musim kemarau yang berkepanjangan selalu menjadi momok masyarakat, terlebih di daerah yang memang rawan krisis air. Akhirnya menghemat penggunaan air semaksimalnya dilakukan. Lain halnya yang dilaukan warga kampung Cibiru Tonggoh, Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Di puncak kemarau yang berkepanjangan, mereka punya tradisi menghambur-hamburkan air.
Namun yang mereka lakukan bukanlah sebuah ajang pemborosan air. Dibalut prosesi adat istiadat, perang air atau Perang Cai merupakan wujud syukur atas keberadaan air yang selalu ada di Cibiru Tonggoh. Mengingat desa sekeliling mereka yang justru mengalami krisis air saat puncak kemarau panjang tiba. Mereka bersuka cita merayakannya dengan gelaran meriah dalam rangkaian tradisi Perang Cai.
©2021 Merdeka.com/Reival Akbar
Gelaran prosesi sengaja dibuat semakin meriah agar Perang Cai menjadi momentum bagi warga Cibiru Tonggoh untuk mengingat konsistensi mereka mempertahankan mata Air Cibiru Tonggoh.
Lihat saja para peserta Perang Cai yang didominasi para pria. Namun penampilan mereka layaknya perempuan yang pandai bersolek manja di tengah jalannya perayaan. Sebelumnya, Tradisi Perang Cai dimulai dengan prosesi potong tumpeng dan pembacaan doa syukur dan harapan bagi warga Cibiru Tonggoh.
©2021 Merdeka.com/Reival Akbar
Tua, muda, pria, wanita ikut serta meramaikan keseruan Perang Cai. Kesempatan ini tak begitu saja disia-siakan anak-anak bermain air. Basah basah kuyup terkena cipratan dari lawan. Kubu pribumi dengan semangatnya melempar air ke kubu pengusaha. Puncak siang hari menjadi waktu dimulainya Perang Cai. Semuanya terlarut dalam keseruan.
Berlangsung setengah jam, amunisi kantong plastik berisi air telah ludes dijatuhkan di tempat lawan. Namun segerombol peserta berinisiatif mengambil air langsung dari mata air. Seketika air diguyurkan ke lawan dan menghidupkan kembali keseruan.
Selain sebagai wujud syukur, Perang Cai sukses membuat rasa kebersamaan warga semakin hangat. Perang air berakhir saat sore hari pukul 16.00. Tanpa ada dendam, seolah guyuran air telah mengembalikan kesucian tiap peserta. Sebelumnya ada banyak mata air alami yang ada di Cileunyi. Namun sejak geliat perusahaan air minum membeli mata air mereka, krisis air bersih tak terelakkan.
©2021 Merdeka.com/Reival Akbar
Derasnya mata air menjadi syarat utama digelarnya Perang Cai. Daerah lain di Cileunyi diperkenankan menggelar tradisi Perang Cai, asalkan daerah tersebut punya sumber mata air yang melimpah.
Dari serangkaian acara, perang air menjadi puncak prosesi gelaran tahunan warga Cibiru Tonggoh. Budaya para leluhur ini dilangsungkan untuk mengingat kembali anugerah Maha Kuasa karena telah memberi kenikmatan alam yang tak terhingga berupa air. "Di mana kita menginjak satu tempat pasti ada air. Di mana kita menemukan air, pasti nanti bakal betah”, ujar pemangku Adat Kampung Cibiru Tonggoh.
(mdk/Ibr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dari tahap awal sampai akhir, tradisi ini melibatkan orang banyak alias dikerjakan secara bergotong-royong dan dilaksanakan dengan penuh suka cita.
Baca SelengkapnyaWarga Cisuru, Cilegon, Banten kerap mengeluhkan sulitnya mendapatkan air bersih
Baca SelengkapnyaMenurut cerita, mata air Cigempol sudah kurang lebih 100 tahun membantu kesuburan Desa Nagrak hingga petani bisa panen sampai 3 kali
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pohon itu dikeramatkan oleh warga setempat. Bahkan warga sengaja membangun pagar besi mengelilingi pohon keramat itu
Baca SelengkapnyaSemua warga tampak semringah mengarak gunungan ketupat keliling kampung
Baca SelengkapnyaPerayaan Idul Fitri di berbagai daerah biasanya dipadukan dengan kebiasaan masyarakat justru menguatkan semangat toleransi.
Baca SelengkapnyaCap Go Meh di Singkawang juga dirayakan dengan pawai tatung yang memadati jalan-jalan kota.
Baca Selengkapnyaaktivitas pertambangan emas ilegal yang marak di sekitarnya membuat air menjadi keruh pekat dan menyebabkan gatal-gatal.
Baca SelengkapnyaDaratan hingga rumah penduduk terancam hilang akibat abrasi yang terus terjadi
Baca Selengkapnya