Sejarah Angklung Sered Tasik yang Unik, dari Alarm Perang sampai Hiburan Warga
Merdeka.com - Kesenian musik bambu turut identik dengan kebudayaan Sunda di Jawa Barat. Keberadaannya yang kini lekat sebagai kalangenan (hiburan) ternyata berbanding terbalik dengan fungsinya di masa silam, sebagai penyelamat rakyat dari kesewenang-wenangan penjajah. Angklung Sered contohnya.
Sebagai kesenian yang dirawat oleh masyarakat Kampung Balandongan, Desa Sukaluyu, Kecamatan Mangunreja, Kabupaten Tasikmalaya. Seni Angklung Sered menjadi kesenian lokal yang banyak ditunggu. Sebabnya, pertunjukan tersebut memiliki ciri khas dari para pemainnya yang membunyikan secara berkelompok, mengitari area panggung sembari menyered (mempertahankan angklung).
Usut punya usut, ini cara untuk melatih ketangkasan dalam melawan musuh dan mengusir penjajah yang kerap membuat resah masyarakat. Di masa sekarang, Angklung Sered kerap mengiringi musik-musik modern sehingga menciptakan nuansa yang makin kaya.
Alarm saat Perang
©2023 YouTube Indonesia Heritage/ Merdeka.com
Mengutip laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Senin (20/2) angklung ini mulanya menjadi alarm saat perang di tahun 1908. Ketika itu, bangsa Indonesia sedang dijajah oleh Belanda di banyak daerah.
Angklung ini kemudian dibunyikan sebagai tanda bahaya, termasuk juga kesenian rakyat yang saat itu mulai dipertontonkan.
Perkembangan Angklung Sered kemudian semakin pesat saat fungsinya dijadikan sebagai kalangenan. Medio 1918 sampai 1945, sudah mulai banyak warga Tasikmalaya yang menanggapnya sebagai pengiring hajatan, semisal khitanan, acara kedaerahan maupun penyambutan tamu agung.
Jadi Simbol Harga Diri Laki-laki
Ada kalanya angklung ini masuk ke periode sebagai alat yang banyak dipakai kaum laki-laki untuk membuktikan kekuatannya. Ketika itu, laki-laki akan berwibawa ketika memiliki daerah kekusaan. Angklung Sered, kemudian dijadikan medium untuk melakukan perlawanan terhadap musuh.
Uniknya, alat musik tersebut kerap menjadi medium untuk mengeluarkan tenaga dalam (di luar nalar), sembari terus dimainkan.
Usai lahirnya tren adu kekuatan ini, banyak masyarakat yang menyalahgunakannya untuk memancing pertikaian. Dahulu, dapat dikenal jika ada yang membunyikan ini berarti menantang perang. Sehingga ketika ada yang ikut merespon dengan membunyikannya lagi, maka mereka berdua siap bertarung.
Cara penggunaannya di saat duel adalah dengan cara mengadu kekuatan fisik di betis, pundak, lengan juga tangan. Mereka saling mendorong satu sama lain, untuk menjatuhkan lawannya.
Pola Permainan Angklung Sered
Adapun pola pertunjukan Angklung Sered akan diawali dengan penabuhan alat musik oleh nayaga. Di saat yang bersamaan, pemain mulai membunyikan angklungnya secara bersama-sama. Biasanya terdapat 11 orang, dari beberapa kelompok.
Nada yang dibunyikan pun cukup progresif, karena tidak berpakem di struktur musik Sunda yang dimainkan seperti kendang, tingtilit, kempul, gong dan tarompet.
Kemudian mereka secara berbaris akan memainkan angklung sembari membentuk ular, dan berjalan perlahan hingga membelakangi lawan. Tujuannya adalah untuk mengetahui kelemahannya.
Namun di balik fungsinya yang bergeser, dari hiburan menjadi sarana perang, permainan angklung ini memiliki makna yang kuat dan saling membersamai walaupun memiliki masalah antar manusia.
Pola ular juga menggambarkan, bahwa sesama manusia jangan sampai putus ikatan kekerabatan, keluarga maupun sesama.
(mdk/nrd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Calung ternyata punya sejarah yang menarik untuk mengobati rasa kesepian para petani Sunda
Baca SelengkapnyaTradisi khitanan ini unik, karena diiringi warga dengan keliling kampung sembari menabuh angklung.
Baca SelengkapnyaTradisi lomba Perahu Bidar ini sudah berlangsung sejak Kesultanan Palembang tepatnya pada tahun 1898. Lomba ini juga dikenal dengan istilah Kenceran.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Permainan tradisional ini dulu sangat populer, sampai dijadikan perlombaan antar kerajaan
Baca SelengkapnyaTari Dulang, kesenian tradisional penuh makna warisan dari Kesultanan Langkat.
Baca SelengkapnyaKabupaten Serang memiliki kearifan lokal yang hampir punah bernama Adang.
Baca SelengkapnyaSiapa sangka jika soto tangkar berangkat dari ketidakmampuan warga Betawi membeli daging sapi. Begini kisahnya
Baca SelengkapnyaEmpet-empetan biasa dimainkan anak-anak para petani di tatar Sunda.
Baca SelengkapnyaSenjata ini sudah biasa biasa digunakan oleh masyarakat untuk menunjang aktivitas sehari-hari seperti berkebun
Baca Selengkapnya