Kejayaan Cirebon Bermula di Muara Djati, Dulu Disinggahi Tiongkok sampai Persia
Merdeka.com - Era kejayaan Cirebon sebagai kota perekonomian di masa lalu tak bisa dilepaskan dari sebuah pelabuhan kuno bernama Muara Djati. Dahulu, lokasi tersebut sempat menjadi simpul penting perdagangan rempah di Nusantara. Bahkan para pedagang dari Tiongkok hingga Persia pernah singgah di sana.
Menurut Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari yang ditulis tahun 1720 oleh Putra Sultan Kasepuhan, Pangeran Aria Cirebon, mengutip indonesia.go.id, Rabu (25/5). Pelabuhan Muara Djati menjadi tempat yang tersibuk, dan konon merupakan titik awal kejayaan wilayah Cirebon sebagai salah satu kota rempah di Jawa.
Saat ini pelabuhan tersebut berubah namanya menjadi Pelabuhan Cirebon, dan masih menjadi salah satu kawasan perputaran ekonomi di kota pesisir Utara Provinsi Jawa Barat. Berikut kisah selengkapnya.
Bermula dari Mendaratnya Armada Tiongkok Tahun 1415 M
Sisa pelabuhan Muara Djati ©2022 indonesia.go.id//Merdeka.com
Dalam naskah tersebut diceritakan, kejayaan perdagangan Cirebon bermula di tahun 1415 masehi, di mana armada laut asal Tiongkok menurunkan jangkarnya di Muara Djati untuk pertama kali.
Ketika itu, rombongan yang dipimpin oleh Laksamana Te Ho dan Panglima Kun Wei Ping singgah untuk membeli perbekalan seperti air bersih dan makanan dari warga setempat, sebelum melanjutkan perjalanannya ke Majapahit.
Dalam perhentian itu, Laksamana Te Ho berkenalan dengan sejumlah tokoh sepuh Cirebon dan diajak kerja sama untuk mendirian mercusuar di Muara Djati. Dalam proyek ini, Juru Labuhan Muara Djati, Ki Gedeng Jumajan Djati juga mengerahkan pekerja dari Majapahit.
Kemudian, menara mercusuar tersebut berhasil berdiri, dan menjadi penanda penting bagi kapal-kapal yang akan merapat di pelabuhan ketika malam hari.
Mulai Didatangi Pedagang dari Berbagai Negara
Seiring dengan beroperasinya menara mercusuar, banyak kapal dari berbagai daerah hingga negara pernah menjatuhkan jangkarnya di sana. Mereka mulai menawarkan dan membeli barang produksi lokal.
Saat itu, Padukuhan Pasambangan yang tak jauh dari pelabuhan, dan masih di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran masa pra Islam, ikut mendapat dampaknya hingga menjadi makmur.
Lambat laun, lalu lintas perdagangan kian ramai. Dan rempah menjadi komoditas unggulan di pelabuhan Muara Djati. Hingga, pelabuhan tersebut kian dikenal sebagai salah satu simpul penting lalu lintas jalur rempah di Nusantara.
Ramainya pendatang membuat akulturasi budaya di Muara Djati terjadi. Hingga saat ini, Cirebon masih terkenal dengan ragam corak budayanya yang konon merupakan pengaruh dari Tiongkok dan Arab di masa silam.
Mulai Dikenal sebagai Jalur Perdagangan Internasional
Mengingat posisinya berada di pesisir utara Jawa Barat, Cirebon dan pelabuhan Muara Djati termasuk jalur perdagangan rempah Internasional. Kondisi itu membuat transaksi sosial ekonomi di sana kian beragam dan datang dari berbagai daerah. Mulai dari Pasai, Jawa Timur, sampai Palembang. Dan juga luar negeri seperti Malaka, Tumasik (Singapura), India, Tiongkok, Arab dan Persia.
Daerah pedalaman yang mengelilingi Cirebon seperti Subang, Majalengka, dan Kuningan merupakan wilayah penyangga dengan tanah kekayaan pertanian melimpah. Terhitung seperti sayur, buah, macam-macam daging, serta padi sehingga berimbas ke perekonomian di pelabuhan.
Seperti tersurat di dalam naskah Nagara Kertabumi, barang-barang dagang ekspor berupa garam, terasi, beras tumbuk, rempah-rempah, dan kayu jati mempunyai daya tukar yang tinggi bagi Cirebon. Sedangkan komoditas impornya berupa logam besi, perak, emas, sutra, dan keramik halus.
Masuknya Islam ke Cirebon dan Modernisasi Perdagangan
Keadaan tersebut terus bertahan hingga wilayah Cirebon memutuskan keluar dari bawah kekuasaan Kerajaan Sunda Galuh yang beragama Hindu. Saat itu, tokoh besar Syarif Hidayatullah atau biasa dikenal Sunan Gunung Jati mulai menjadi pemimpin sekitar tahun 1470 masehi.
Di bawah kepemimpinan beliau, Cirebon mulai mendirikan kerajaan bercorak Islam dengan menjalankan kegiatan kemaritiman termasuk bekerja sama dengan pendatang-pendatang asal luar negeri melalui Muara Djati. Dari situlah, penunjang fasilitas ekonomi di pelabuhan mulai didirikan.
Salah satu yang dibangun di masa pemerintahan Sunan Gunung Jati adalah perbengkelan untuk membuat atau memperbaiki perahu-perahu ukuran besar.
Dengan demikian, pelabuhan itu bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh pedagang pribumi atau asing yang sudah banyak bertempat tinggal di sekitar pelabuhan. Keberadaan pelabuhan di pesisir wilayah Priangan Timur itu menjadi pemicu tumbuhnya pedukuhan-pedukuhan alias permukiman baru.
Akhir Riwayat Muara Djati di Tahun 1865
Setelah bertahun-tahun berlalu, pelabuhan tersebut perlahan mulai ditinggalkan para pedagang. Kebanyakan aktivitas jual beli mulai dipusatkan ke Pelabuhan Tanjung Priok di Batavia, terutama saat Belanda menjajah Indonesia. Era kejayaan Muara Djati berakhir di tahun 1865.
Tak lama berselang, pemerintah kolonial membangun kembali pelabuhan dengan sistem yang lebih modern dan mengubah namanya menjadi Pelabuhan Cirebon. Infrastruktur pelabuhan diperluas, dengan pembangunan kolam pelabuhan dan pergudangan. Saat itu Pelabuhan Cirebon masih berada dalam struktur organisasi Pelabuhan Semarang.
Di wilayah Utara Jawa Barat terdapat tiga pelabuhan penting yaitu Pelabuhan Japura (Losari), Muara Djati (Cirebon), dan Cimanuk (Indramayu). Pelabuhan Japura sebelumnya sudah lebih ramai dikunjungi para pedagang sebelum Dukuh Losari.
Sebelum Desa Kebon Pesisir didirikan oleh Walangsungsang, Pelabuhan Muara Djati yang dipimpin oleh Ki Gedeng Jumajan Djati juga sudah mencapai kemapanannya. Demikian juga dengan Pelabuhan Cimanuk, lebih awal dipadati para pengunjung dari mancanegara sebelum Arya Wiralodra mendirikan Pedukuhan Cimanuk (sekarang Indramayu), termasuk Desa Babadan.
Setelah Indonesia merdeka, Pelabuhan Cirebon diambil alih kepemilikannya oleh manajemen Pelabuhan Tanjung Priok pada 1957. 26 tahun kemudian tepatnya pada 1983 pelabuhan ini menjadi salah satu cabang pelabuhan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II atau Indonesia Port Corporation (IPC) yang berkantor pusat di Jakarta hingga saat ini.
(mdk/nrd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Cirebon dulunya hanya sebuah musala kecil. Bagaimana kisahnya?
Baca SelengkapnyaDahulu terasi udang bikin Cirebon merdeka dari Kerajaan Pajajaran. Begini kisahnya.
Baca SelengkapnyaDi balik kelezatannya yang menggugah selera, tahu gejrot ternyata punya banyak fakta menarik.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pelabuhan menjadi tempat paling penting dalam distribusi komoditas dan berlangsungnya proses jual beli pada tempo dulu.
Baca SelengkapnyaAlat peraga kampanye milik peserta pemilu yang dipasang di area pemakaman umum dan median jalan melanggar aturan.
Baca SelengkapnyaWilayah Kelenteng Sam Poo Kong dulunya berada di pinggir laut. Kini jaraknya sekitar 7 km dari bibir pantai
Baca SelengkapnyaPerjanjian Kalijati adalah awal mula era penjajahan Jepang di Indonesia.
Baca SelengkapnyaKini kondisi bangunan bekas Stasiun Cikajang benar-benar memprihatinkan
Baca SelengkapnyaKerajaan yang dijadikan tema antara lain Aceh, Sunda Kelapa, Jawa Tengah, Bali, Toraja, Medan dan Pasundan
Baca Selengkapnya