Soeharto Marah, Jenderal Benny Moerdani Colek Harmoko: Laksanakan Saja, Ini Perintah

Minggu, 12 Maret 2023 08:08 Reporter : Merdeka
Soeharto Marah, Jenderal Benny Moerdani Colek Harmoko: Laksanakan Saja, Ini Perintah Harmoko dan Jenderal LB Moerdani. Autobiografi Harmoko: Bersama Rakyat Ke Gerbang Reformasi©2023 Merdeka.com

Merdeka.com - Sore hari pada Oktober 1985. Menteri Penerangan Harmoko dipanggil menghadap Presiden Soeharto ke jalan Cendana untuk membicarakan persoalan surat kabar Sinar Harapan.

Pertemuan tersebut juga dihadiri Menteri Sekretaris Negara Sudharmono dan Panglima ABRI Jenderal Benny Moerdani. Baru saja Harmoko duduk, Presiden Soeharto sudah langsung menunjukkan koran Sinar Harapan kehadapannya.

"Saudara Harmoko sudah baca ini?" tanya Soeharto seperti ditulis dalam Autobiografi Harmoko: Bersama Rakyat Ke Gerbang Reformasi.

Harmoko menjawab pertanyaan Soeharto dengan penuh keyakinan. Setelahnya, dia menceritakan semua duduk permasalahan yang terjadi mengenai surat kabar tersebut. Namun, belum selesai Harmoko menjelaskan persoalannya Presiden Soeharto langsung memberi instruksi.

"Ya, tapi cara begini tidak bisa. Ini sudah menyalahi UU pers. Selesaikan sesuai peraturan, ditutup!" tegas Soeharto kepada Harmoko.

Mendengar itu Harmoko merasa tidak enak hati untuk langsung mengiyakan. Terlebih, latar belakangnya sebagai seorang wartawan. Sehingga dia paham betul apa yang akan dirasakan kawan-kawan wartawan apabila surat kabar tempat mereka berteduh ditutup.

Harmoko menoleh kepada Panglima ABRI Jenderal Benny. Dia berharap sang Jenderal bantu meyakinkannya tentang yang dikatakan. Sang Jenderal memberikan isyarat dengan mencolek-colek tanda bahwa Harmoko harus mengiyakan saja perintah dari pimpinan.

"Baik. Kalau itu memang sudah keputusan Bapak, selaku pembantu Bapak, saya akan melaksanakannya," kata Harmoko dengan berat hati.

Setelah Harmoko mengucapkan itu, Sang Jenderal ABRI memberi anggukan untuk meyakinkan Harmoko bahwa yang dia lakukan sudah tepat dan benar.

"Sudahlah Pak Harmoko, laksanakan saja. Ini perintah," Bisik Jenderal ABRI Benny Moerdani.

2 dari 2 halaman

Solusi ala Harmoko

Harmoko yang berlatar belakang pers tentunya merasa keberatan. Perintah untuk menutup suatu surat kabar bukan hal yang mudah. Karena dia tahu, di balik satu nama surat kabar banyak orang-orang yang bergantung di dalamnya, para wartawan, karyawan penerbitan dan percetakan, serta para keluarganya.

Malam hari, Harmoko mengundang pengelola Sinar Harapan, Rorimpandey dan Subagyo. Hadir pula Jakob Oetama sebagai perwakilan Dewan Pers untuk membicarakan kelanjutan dari persoalan Sinar Harapan.

Dengan berat hati Harmoko memberitahukan bahwa SIUPP (Surat Izin Penerbitan Pers) Sinar Harapan atas perintah Presiden Soeharto harus dilaksanakan.

Tetapi di samping itu, Harmoko tidak ingin surat kabar tersebut ditutup. Harmoko meminta para pemimpin Sinar Harapan segera membentuk wadah baru demi para wartawan dan karyawan.

"Tolong, usahakan bikin wadah baru. Deppen akan memberi SIUPP. Mulai sekarang, coba dipikirkan siapa yang akan menjadi pemimpin umum dan pemimpin redaksi di media baru nanti," usul Harmoko.

Usulan Harmoko tersebut dilaksanakan, Sinar Harapan membuat wadah baru menjadi Suara Pembaruan dengan Albert Hasibuan sebagai pemimpin umum.

Pencabutan SIUPP yang dilakukan oleh Presiden Soeharto terhadap surat kabar Sinar Harapan dikarenakan tulisan-tulisan yang dimuat di dalamnya. Sinar Harapan dengan vokal memberitakan mengenai kebijakan ekonomi negara. Tajuk berita utamanya berjudul 'Pemerintah Akan Cabut 44 SK Tata Niaga Bidang Impor'.

Berita tersebutlah yang kemudian membuat pemerintahan Soeharto gerah dan 'menutup paksa' surat kabar Sinar Harapan. Karena pemerintah tidak menginginkan masyarakat resah dan terjadi kekisruhan dengan pemberitaan yang dimuat Sinar Harapan.

Reporter Magang: Ita Rosyanti

[noe]
Komentar Pembaca

Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini

Opini