Sambut Bulan Suci Ramadan, Begini Serunya Tradisi Nyadran Ala Masyarakat Desa di Boyolali
Di balik pelaksanaannya, tradisi Nyadran memiliki nilai-nilai sosial budaya yang terkandung di dalamnya.
Di balik pelaksanaannya, tradisi Nyadran memiliki nilai-nilai sosial budaya yang terkandung di dalamnya.
Bulan Ramadan semakin dekat. Dalam tradisi Jawa, setiap akan menyambut bulan suci itu, masyarakat setempat biasanya menggelar tradisi Nyadran.
Hal inilah yang terlihat di Desa Mliwis, Kecamatan Cepogo, Boyolali. Ratusan warga di sana berkumpul dan makan bersama di area makam leluhur.
(Foto: YouTube Liputan6)
Tradisi berkumpul bersama itu sudah diwariskan secara turun-temurun oleh para leluhur. Mereka berkumpul di kompleks dengan membawa berbagai jenis makanan seperti jajanan pasar, kuliner tradisional, hingga ingkung ayam jago yang dibawa menggunakan tenong, sebuah tempat makan yang terbuat dari anyaman bambu.
Dipimpin oleh pemuka agama, warga kemudian mendoakan keluarga yang sudah meninggal dunia dan doa untuk warga yang masih hidup agar selalu diberi kesehatan dan kemudahan dalam mencari rezeki.
Tradisi Nyadran yang paling ramai adalah pada pertengahan Bulan Sya’ban atau dua minggu menjelang Bulan Ramadan.
kata Listiyani, salah seorang warga Desa Mliwis, mengutip YouTube Liputan6 pada Rabu (28/2).
Setelah berdoa, warga saling berbagi makanan sekaligus bersilaturahmi mempererat tali persaudaraan. Mereka tak lagi membersihkan makam karena telah dilakukan sepekan sebelumnya.
“Sudah turun-temurun sejak zaman simbah-simbah kita dulu. Kita kasih undangan ke warga-warga kalau tiap tanggal 15 ruwah diadakan doa bersama, dan satu minggu sebelumnya diadakan bersih-bersih makam,” kata Widiatmoko, tokoh masyarakat Desa Mliwis.
Sepulang dari makam, warga akan membuka rumahnya untuk keluarga, teman, maupun sanak saudara untuk bersilaturahmi.
Warga percaya, jika ada tamu yang datang dan makan di rumah mereka maka rezeki setahun ke depan akan semakin lancar dan bertambah banyak.
Mengutip Jogjakota.go.id, di balik pelaksanaannya, tradisi Nyadran memiliki nilai-nilai sosial budaya yang terkandung di dalamnya seperti gotong royong, pengorbanan, ekonomi, silaturahmi, dan saling berbagi.
Tradisi Nyadran dilakukan dengan kearifan lokal masing-masing sehingga di beberapa tempat terdapat perbedaan dalam proses pelaksanaannya.
Dalam perjalanannya terdapat pengembangan-pengembangan dalam prosesi Nyadran yaitu dengan memasukkan unsur-unsur budaya, salah satunya dengan menampilkan berbagai kesenian khas daerah tersebut sebagai unsur pertunjukan.
Dalam menyambut bulan Ramadan, setiap daerah memiliki tradisinya masing-masing yang unik dan penuh makna.
Baca SelengkapnyaDi Provinsi Sumatra Utara, masyarakat menyambut bulan suci ini dengan ragam tradisi yang berbeda-beda dan tentunya penuh makna.
Baca SelengkapnyaTradisi ini sudah ada sejak tahun 1743 dan diwariskan secara turun-temurun.
Baca SelengkapnyaBedanya memasak rendang untuk sambut Ramadan adalah masakannya akan disajikan untuk santap sahur pertama.
Baca SelengkapnyaTradisi ini biasa dilakukan oleh masyarakat Suku Serawai yang ada di Bengkulu yang dilaksanakan pada malam menjelang Idulfitri.
Baca SelengkapnyaTradisi Nyepuh jadi cara warga di Ciamis untuk menyambut bulan Ramadan.
Baca SelengkapnyaLebaran Ketupat dilaksanakan satu minggu setelah perayaan Idul Fitri, tepatnya pada 8 Syawal.
Baca SelengkapnyaKehadiran dodol dengan bahan baku susu sapi tak lepas dari potensi daerah Kabupaten Boyolali yang mana terdapat banyak peternakan sapi.
Baca SelengkapnyaKenalan lebih dekat dengan tradisi Papajar untuk menyambut bulan suci Ramadan ala masyarakat Sunda.
Baca Selengkapnya