Sri Mulyani Tunda Pengenaan Pajak Karbon: Ekonomi Global Masih Bergejolak
Merdeka.com - Pemerintah terus menunda pengenaan pajak karbon untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batubara. Seharusnya, kebijakan tersebut sudah mulai berlaku pada 1 April 2022, namun terus dilakukan penundaan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku sama sekali tidak ada kendala terkait penyusunan regulasi pajak karbon. Hanya saja untuk penerapannya, pemerintah menunggu momentum yang tepat.
"Kendala teknis tidak ada, kita semuanya sudah siapkan," kata Sri Mulyani di Hotel Sofitel, Nusa Dua Bali, Rabu (13/7).
Hanya saja, dalam setiap penerapan kebijakan, perlu melihat kondisi terkini, bukan hanya persiapan teknisnya saja. Mulai dari sisi ekonomi, sosial dan politik. "Maka kita harus melihat dan meneliti dengan detail, apakah policynya sudah baik, timing tepat karena itu akan menentukan keberhasilan sebuah policy," imbuhnya.
Saat ini, penerapan pajak karbon masih terus ditunda karena situasinya masih belum memungkinkan. Kondisi ekonomi global yang masih bergejolak menjadi faktor utama penundaan. Apalagi saat ini sedang terjadi kenaikan inflasi yang tinggi di berbagai negara. Sebab kebijakan tersebut bisa memengaruhi keseluruhan ekonomi meskipun baru diterapkan di kalangan terbatas yakni pembangkit listrik.
"Karena saat ini fokusnya pada kenaikan inflasi yang diikuti dengan kenaikan suku bunga dan likuiditas yang bisa berdampak pada resesi," katanya.
Sehingga kebijakan yang akan dikeluarkan seharusnya tidak menjadi beban baru. "Jadi kita harus fokus dan jangan sampai kita introduced suatu policy yang akan memperburuk resiko yang sedang terjadi di level global," katanya.
Meski begitu tidak berarti persiapan teknis dan mekanismenya tidak dilakukan. Pihaknya telah bekerja sama dengan kementerian terkait. Di tahap awal, pengenaan pajak karbon akan tetap berjalan sesuai rencana. Dilakukan dengan mekanisme cap dan trade.
Dari sisi keandalan, perdagangan karbon telah tarif yang cukup rendah karena bertujuan untuk membangun reputasi dan nilai liabilitasnya terlebih dulu.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sri Mulyani mengakui bahwa produksi emisi karbon per kapita di Indonesia mengalami tren kenaikan dalam beberapa tahun terakhir.
Baca SelengkapnyaData pertumbuhan ekonomi ini melemahkan harga minyak di awal sesi, namun para pedagang menyadari pasar minyak sedang ketat dan situasi di Timur Tengah.
Baca SelengkapnyaPenundaan pajak karbon ini merupakan penundaan yang kesekian kali setelah pada akhir 2021
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen itu didorong oleh penyelenggaraan pemilu secara serentak 2024.
Baca SelengkapnyaIndonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaWalau begitu, perekonomian Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan di angka 5,05 persen.
Baca SelengkapnyaKeduanya membahas tentang situasi dan kondisi dunia saat ini, termasuk kepada masalah ekonomi dan keamanan negara.
Baca SelengkapnyaMenyikapai Rupiah terus melemah, Kementerian Keuangan terus memperkuat koordinasi bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
Baca SelengkapnyaRamalan IMF menyebut kondisi ekonomi dunia masih terpuruk.
Baca Selengkapnya