Sejarah Kemunculan Minyak Goreng Curah
Merdeka.com - Pemerintah berencana menghapus minyak goreng curah secara bertahap lantaran dianggap kurang higienis. Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mendukung rencana pemerintah tersebut karena minyak goreng curah dianggap tidak praktis.
Ketua Umum GIMNI, Sahat Sinaga menceritakan, mulanya minyak goreng curah hanya dijual untuk masyarakat dengan jarak terdekat dari pabrik. Maksimal jaraknya hanya 20 kilometer.
Namun, seiring berjalannya waktu, keberadaan minyak goreng curah ini digemari masyarakat kelas bawah karena harganya yang murah. Terlebih sejak pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi pada minyak goreng curah.
"Minyak goreng curah ini dulunya hanya dijual di sekitar pabrik yang jaraknya 10-20 km, jarang yang jauh," kata Sahat kepada merdeka.com, Jakarta, Selasa (14/6).
Sahat menjelaskan distribusi minyak goreng curah sebenarnya kurang efektif. Sebab, dalam rantai distribusi peredaran minyak goreng curah pasti ada sekitar 5 persen hingga 7 persen minyak yang terbuang. Baik itu karena tumpah saat proses distribusi atau ketika perpindahan wadah minyak goreng kemasan dari distributor hingga ke tingkat konsumen.
"Pengalaman di lapangan ini ada lost-nya 5 sampai 7 persen. Belum lagi ada pekerjaan tambahan di lokasi, harus diciduk ke ember terus dibungkus plastik," kata dia.
Dalam proses tersebut setidaknya membutuhkan tambahan biaya hingga Rp 550 per liter minyak goreng curah. Jika saat ini harga minyak goreng curah Rp 19.000, maka potensi kerugian minyak goreng yang lost misalnya 6 persen, maka biaya yang keluarkan sekitar Rp 1.140. Sehingga jumlah kerugiannya bisa mencapai Rp 1.990 per liternya.
Sementara kata Sahat, biaya pengemasan minyak goreng curah hanya sekitar Rp 1.220. Hal ini menunjukkan pengemasan minyak goreng curah sebenarnya bisa menekan kerugian distribusi minyak goreng curah.
"Jadi sebenarnya sebagai bangsa ini kita kurang bijak jika mempertahankan minyak goreng curah," kata Sahat.
Alasan Minyak Goreng Curah Perlu Dihapus
Tak hanya itu, Sahat menyebut ada banyak pertimbangan lain untuk menghapuskan minyak goreng curah yakni dari aspek kualitas. Menurutnya minyak goreng curah sangat rentan dioplos dengan minyak jelantah. Bila digunakan berulang, maka tidak baik bagi kesehatan masyarakat.
Memang dari segi harga, minyak goreng curah lebih murah. Namun ada dampak negatif di kemudian hari bagi kesehatan masyarakat. Apalagi masyarakat menggemari aneka jajanan PKL yang mayoritas menggunakan minyak goreng curah karena lebih terjangkau.
"Ini bisa jadi racun terhadap konsumen, jadi kurang higienis," kata dia.
Selain itu, penjualan minyak goreng curah juga tidak menjamin kehalalan produk. Minyak goreng curah tidak hanya rentan dioplos dengan minyak jelantah, melainkan dengan bahan lain yang tidak halal.
Sahat mengaku pernah melakukan percobaan membandingkan kandungan minyak goreng curah di Jakarta. Satu sampel minyak goreng diambil di kawasan Jakarta Selatan dan satu sampel lainnya dari kawasan Jakarta Pusat. Hasilnya, minyak goreng curah dari kawasan Jakarta Pusat terdapat kandungan minyak babi.
"Jadi tidak terjamin kehalalannya," ungkap dia.
Untuk itu, Sahat mendukung upaya pemerintah menghapus minyak goreng curah secara bertahap. Sebagai gantinya, minyak goreng curah akan dikemas dengan kemasan sederhana. Dia pun menyarankan pemerintah untuk membuat ragam ukuran minyak goreng kemasan sederhana. Mulai dari setengah liter, 1 liter hingga 5 liter.
"Kan tidak semua masyarakat kita ini kaya, jadi harus ada kemasan setengah liter dan 1 liternya. Kalau yang kemasan 5 liter itu buat pedagang," pungkasnya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Selama masa pandemi pada 2020-2021 merupakan masa-masa sulit bagi industri minuman di dalam negeri.
Baca SelengkapnyaPelaku industri mengaku kesulitan untuk memasarkan produk minuman kemasan rendah kalori.
Baca SelengkapnyaCukup memanfaatkan satu bahan masak, minyak goreng yang sudah digunakan dan berwarna gelap bisa dijernihkan kembali. Yuk, kita telusuri prosesnya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kampung Jaha terkenal sebagai sentra pengrajin bawang goreng di Bekasi.
Baca SelengkapnyaKhusus industri minuman, Kemenperin menargetkan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bahan baku menjadi 25 persen.
Baca SelengkapnyaSebagai alternatif makanan yang diminati di Indonesia, gorengan sering dijadikan pilihan untuk takjil saat berbuka puasa.
Baca SelengkapnyaSaat ini Indonesia dalam tahap pengembangan SIPK dalam upaya meningkatkan partisipasi industri untuk memanfaatkannya.
Baca SelengkapnyaSaat ini, Kementan tengah fokus pada pemenuhan pangan dalam negeri untuk menekan kebijakan impor. Dua di antara komoditas jagung dan padi.
Baca SelengkapnyaMenjes umumnya digoreng dengan tepung dan dimakan dengan cabai rawit.
Baca Selengkapnya