Program B35 Dituding Hanya Untungkan Pengusaha Sawit Besar, Dirut BPDPKS Buka Suara
Merdeka.com - Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman menanggapi tudingan dari petani sawit yang menyebut bahwa program biodiesel 35 persen atau B35 hanya menguntungkan pengusaha sawit besar.
Dia menegaskan bahwa, pemerintah tidak membedakan antara kepentingan pengusaha besar dan petani sawit. Termasuk dalam program B35 yang mencampur 35 persen komposisi minyak sawit dengan biodiesel, atau Solar.
"Kita jangan membeda-bedakan antara biodiesel sama peremejaan sawit rakyat (PSR). Berapa pun sekarang ini tadi yang diperlukan untuk PSR kita akan kasih, sepanjang itu bisa terserap," ujar Eddy saat ditemui di Mandarin Oriental Hotel, Jakarta, Kamis (9/2).
-
Bagaimana kelapa sawit diubah menjadi biodiesel? Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Biodiesel dapat dibuat dari minyak kelapa sawit yang dicampur dengan metanol atau etanol.
-
Apa itu Minyak Inti Sawit? Minyak inti sawit atau yang juga dikenal dengan sebutan palm kernel oil adalah minyak nabati yang diekstraksi dari biji (inti) buah kelapa sawit (Elaeis guineensis).
-
Kenapa Minyak Inti Sawit digunakan di banyak industri? Meskipun industri kelapa sawit sering dikritik karena dampak lingkungannya, minyak inti sawit tetap menjadi komponen penting dalam berbagai aplikasi industri berkat sifat-sifatnya yang unik dan kegunaannya yang luas.
-
Siapa pengusaha kaya yang membangun pabrik kelapa sawit di Sumatera? Tahun 1991, Wilmar berhasil membangun pabrik pengolahan minyak sawit pertama sekaligus membeli kebun kelapa sawit seluas 7.000 hektare di Pulau Sumatra.
-
Siapa yang membutuhkan Minyak Inti Sawit? Seseorang yang memiliki penyakit jantung dan kolestrol tinggi bisa menggunakan minyak inti sawit yang sehat ini tanpa rasa was-was.
-
Kenapa petani sawit tidak siap dengan aturan ISPO? Gulat mengaku para petani tidak siap dengan ketentuan ISPO tersebut. Terlebih dalam proses penyusunannya ia menyebut ada campur tangan pihak asing.
Eddy pun menjelaskan alasan kenapa mayoritas dana pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO) disalurkan untuk subsidi biodiesel. Dia menjelaskan, uang itu untuk membayar kompensasi untuk selisih harga Solar yang tetap di tengah kenaikan harga CPO.
"Jadi alokasi anggaran BPBDPKS yang menentukan Komite Pengarah, itu didasarkan kepada kebutuhan dan kemampuan penyerapan. Itu tergantung perbedaan antara harga, selisih harga. Kalau harga minyak sawit CPO itu naik, Solarnya turun, kan semakin besar," terangnya.
"Selisih harga tadi, subsidi itu bukan untuk kepentingan pengusaha. Itu justru untuk menjaga agar biodiesel, harga Solarnya di masyarakat affordable. Si pengusahanya tadi hanya selisihnya. Dia memproduksi harganya ditetapkan Rp11.000, tetapi dia harus menjual ke Pertamina, misalnya Rp9.000,” jelas Eddy.
Dia meminta semua kelompok untuk melihat kepentingan dari program B35 ini, termasuk untuk petani sawit. Sebagai contoh, serapan CPO dalam program B30 untuk 2022 sebesar 10 juta metrik ton. "Anda bisa bayangkan seandainya program biodiesel tidak ada, kemana 10 juta metrik ton tadi? Apa dampaknya kalau supply-nya lebih banyak daripada demand? Turun kan harganya. Siapa yang akan menanggung kerugian itu? Para petani," ungkapnya.
"Jadi tidak ada kaitannya antara pungutan ekspor dengan produksi ini. Itu berdiri sendiri-sendiri. Saya tekankan, berdiri sendiri-sendiri. Banyak perusahaan biodiesel yang bukan eksportir," tegas Eddy.
Sebelumnya, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) merilis laporan, program biodiesel sejak masih B30 hanya bisa dinikmati sedikit korporasi besar yang menguasai industri sawit dari hulu ke hilir.
Pernyataan itu dikemukakan, pasca mendapati temuan BPDPKS sukses menghimpun dana pungutan ekspor pada 2019-2021 sebesar Rp70,99 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp66,78 triliun atau 94,07 persen mengalir ke program biodiesel.
SPKS menilai, itu berbanding terbalik dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Aturan ini menyebut, penghimpunan dana ditujukan untuk mendorong pengembangan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Pengembangan kelapa sawit berkelanjutan antara lain, mendorong penelitian dan pengembangan, promosi usaha, meningkatkan sarana prasarana pengembangan industri, pengembangan biodiesel, replanting, peningkatan jumlah mitra usaha dan jumlah penyaluran dalam bentuk ekspor, serta edukasi sumber daya masyarakat mengenai perkebunan kelapa sawit.
Tapi kenyataannya, dana hasil pungutan ekspor minyak sawit mentah masih jauh lebih banyak diprioritaskan untuk memberi subsidi kepada pengusaha yang terlibat di program biodiesel, ketimbang petani sawit.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Sumber: Liputan6.com (mdk/idr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dalam rangkaian acara Bunex kali ini juga digelar Focus Group Discussion (FGD) yang dihadiri oleh pelbagai narasumber yang kompeten
Baca SelengkapnyaKaltim memiliki lahan seluas 1,5 juta hektare kebun kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaUntuk memperoleh anggaran sebanyak itu harus dibarengi dengan peningkatan ekspor sawit.
Baca SelengkapnyaSebagai informasi, B40 merupakan bahan bakar campuran solar sebanyak 60 persen dan bahan bakar nabati (BBN) dari kelapa sawit sebesar 40 persen.
Baca SelengkapnyaSKK Migas berjanji akan menyeimbangkan semua proses harga gas melalui evaluasi penerapan HGBT.
Baca SelengkapnyaKinerja industri kelapa sawit di Indonesia tak sebaik dari tahun kemarin.
Baca SelengkapnyaTantangan pengembangan biodiesel B50 kedepan bukan hanya pada pemenuhan bahan baku dari CPO tetapi di aspek hilir.
Baca SelengkapnyaKebijakan fiskal nasional yang berkaitan dengan pajak daerah dan retribusi daerah bisa berupa mengubah tarif pajak dan retribusi.
Baca SelengkapnyaPemerintah telah menyiapkan program ini dengan bauran solar yang mencakup 40 persen bahan bakar nabati berbasis minyak sawit
Baca SelengkapnyaSalah satu tugas BPDPKS yaitu menghimpun dan mengembangkan dana perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dari pelaku usaha.
Baca SelengkapnyaTerdapat 7 sektor industri yang dikenai patokan harga gas di bawah harga keekonomian, senilai USD 6 per mmBtu.
Baca SelengkapnyaAnies mengatakan BBM bersubsidi lebih banyak dinikmati orang mampu dari pada keluarga yang tak mampu
Baca Selengkapnya