Kemenpera didesak tidak revisi aturan kepemilikan properti asing
Merdeka.com - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengingatkan rencana pemerintah merevisi aturan kepemilikan property oleh warga asing (WNA) tidak melanggar UU.
Anggota Komisi V DPR Sigit Sosiantomo mengungkapkan revisi PP Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia dari 25 tahun menjadi 70 tahun tidak memiliki dasar hukum karena UU No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan UU No.20 tahun 2011 tentang Rumah Susun tidak mengamanahkan PP tentang kepemilikan properti.
"UU PKP dan Rusun tidak mengamanatkan pembentukan RPP tentang Kepemilikan properti. Lalu dasar hukum untuk mengganti PP No.41/1999 itu apa? Di sisi lain, saya khawatir RPP ini nanti akan melegalkan soal kepemilikan asing atas property di Indonesia," katanya.
RPP tersebut, dinilai akan bertabrakan dengan UU Agraria yang hanya memberikan hak kepemilikan berupa hak pakai. "Jangan sampai, substansi RPP ini nanti malah memberikan hak milik. Jika itu terjadi, pemerintah melanggar UU," katanya.
Dia mengatakan kepemilikan properti bagi WNA ini akan menimbulkan dampak negatif termasuk akan semakin sulitnya masyarakat kelas bawah untuk mendapatkan rumah. "Dampaknya akan berimbas kepada terkereknya harga tanah dan bangunan. Ini jelas akan berimbas kepada kian berkurangnya kemampuan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk membeli properti," katanya.
Selain itu, kebijakan tersebut akan kontra produktif dengan UU PKP dan Rusun yang sudah mengamanahkan pemerintah untuk memberikan kemudahan pada masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan rumah.
DPR meminta Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) lebih fokus pada pemberian solusi pemenuhan kebutuhan perumahan rakyat dari pada memperlonggar ketentuan pemilikan properti bagi warga asing, mengingat saat ini backlog perumahan masih sangat tinggi.
Bahkan, program rumah susun (rusun) dan fasilitas likuiditas pembangunan perumahan (FLPP) yang menjadi unggulan Kemenpera belum signifikan mengurangi backlog perumahan.
"Ketika membangun perumahan rakyat gagal, dari tahun ke tahun backlog-nya meningkat. Tapi kenapa justru isu properti asing ini yang menjadi fokus Kemenpra. Seharusnya backlog itu yang dikurangi," kata Sigit.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), backlog atau kurangnya pasokan perumahan di Indonesia di tahun 2010 sudah mencapai 13,6 juta. Angka ini bahkan diproyeksikan dapat membengkak hingga 15 juta pada 2014 mendatang.
(mdk/arr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Efek kenaikan harga tanah disebabkan karena adanya rencana pembangunan fasilitas umum di Kelurahan Sumberarum.
Baca SelengkapnyaDi akhir 2023, penambahan inventori baru pada proyek perumahan naik hingga dua kali lipat, sementara permintaan akan rumah baru juga naik hingga 27 persen.
Baca SelengkapnyaMasyarakat diminta menjaga sertifikat tersebut, sebab surat tersebut menjadi bukti kepemilikan tanah.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kepemilikan apartemen tidak hanya untuk hunian, namun juga dapat dijadikan sebagai instrumen investasi yang memberikan imbal hasil bagi pemiliknya.
Baca SelengkapnyaSektor properi didorong pelonggaran rasio LTV/FTV Kredit/Pembiayaan Properti menjadi maksimal 100 persen untuk semua jenis properti.
Baca SelengkapnyaPemerintah sedang mencari formula terkait kenaikan harga beras di pasaran.
Baca SelengkapnyaMenteri Bahlil bilang tahun politki tidak berdampak secara langsung/
Baca SelengkapnyaMeskipun harga beras saat ini mahal dan langka, Pemerintah tidak akan mengubah Harga Eceran Tertinggi (HET).
Baca SelengkapnyaUmumnya, developer bodong berlomba-lomba memberikan penawaran menarik hingga melebihi batas kewajaran kepada calon konsumennya agar membeli properti.
Baca Selengkapnya