Kebijakan Zero Covid-19 China Tetap Perlu Diwaspadai
Merdeka.com - China tengah membuka kembali aktivitasnya seperti biasa setelah menetapkan kebijakan zero covid. Upaya ini dinilai sebagian pihak dapat menggerakkan ekonomi China, dan berdampak positif bagi ekonomi global.
Kebijakan zero covid-19 sendiri dilakukan China dengan membatasi kegiatan masyarakatnya untuk menyetop penyebaran virus. Sayangnya, setelah dibuka kembali, tingkat kasus pun ikut melonjak.
Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Rahadian Zulfadin memandang hal itu perlu tetap diwaspadai. Jika lonjakan kasus bisa ditangani, maka dampaknya bisa positif terhadap ekonomi. Namun jika tak bisa ditangani, maka akan berdampak negatif ke ekonomi.
"Setelah itu kasus covid melonjak tinggi termasuk kematiannya, banyak pihak memperkirakan pembukaan akan positif ke ekonomi global termasuk Indonesia, karena kita tahu ekonomi China ini besar tapi kita masih menunggu mungkin dalam 2-4 minggu ke depan seperti apa kenaikan kasus ini di China," paparnya dalam KAPj Goes to Campus: Economic and Taxation Outlook Year 2023, Rabu (25/1).
Salah satu yang ditekankan adalah soal penanganan Covid-19 di China, karena akan menentukan geliat ekonomi baik secara domestik China, maupun pengaruhnya terhadap ekonomi global. "Karena kalau kemudian sistem kesehatannya itu tidak mampu menampung kenaikan jumlah kasus yang besar, maka itu akan memiliki dampak yang negatif ke aktivitas ekonomi di China," ungkapnya.
Kendati begitu, penanganan covid-19 di global maupun di Indonesia telah menunjukkan perbaikan di awal tahun 2023 ini. Sehingga, pertumbuhan ekonomi masih bisa diprediksi dengan baik.
Meski demikian, tantangan ekonomi tak hanya berdasar pada penanganan pandemi Covid-19. Adanya perang Rusia-Ukraina, ketegangan geopolitik China dan Taiwan, terhambatnya rantai pasok global, hingga kenaikan harga komoditas pangan dan energi jadi tantangan yang perlu dihadapi. Sehingga, tak dipungkiri adanya potensi resesi di banyak negara.
"Risikonya berubah dari pandemi kemudian berubah ke situasi ekonomi global. Dampak negatif pandemi belum kita tinggalkan, scarring effect masih terjadi baik di sektor rumah tangga maupun perushaaan. Perang di Ukraina masih berlangsung dan belum ada tanda akan berakhir," pungkasnya.
Reporter: Arief Rahman H.
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Adapun perhitungan ini didapatnya setelah berkaca dari China, yang butuh waktu 40 tahun untuk jadi negara dengan kekuatan ekonomi besar dunia.
Baca SelengkapnyaAS dan China tengah terlibat dalam persaingan menjadi raksasa ekonomi dunia.
Baca SelengkapnyaTerkait mobilisasi orang yang banyak berpotensi terjadi pada liburan Natal dan Tahun Baru, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan pembatasan perjalanan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jjumlah penduduk China berkurang 850.000 orang menjadi sekitar 1.411,75 juta pada tahun 2022.
Baca SelengkapnyaAda beberapa isu yang menjadi perhatian pemerintah di tahun 2024.
Baca SelengkapnyaJokowi menjelaskan, bahwa setiap keputusan pemerintah selalu memperhatikan kondisi ekonomi dan situasi keuangan negara.
Baca SelengkapnyaDia melihat masyarakat riang gembira berbondong-bondong ke TPS.
Baca SelengkapnyaDalam menghadapi ketidakpastian global, Jokowi menekankan pentingnya menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.
Baca SelengkapnyaManusia purba yang hidup China timur 1,5 juta tahun yang lalu melakukan berbagai aktivitas tidak hanya untuk bertahan hidup.
Baca Selengkapnya