Harga Minyak Dunia Anjlok Dipengaruhi Kenaikan Suku Bunga The Fed
Merdeka.com - Harga minyak mentah berjangka terus melemah pada akhir perdagangan Kamis (1/6) pagi, di tengah kekhawatiran atas permintaan minyak. Menyusul data yang lemah dari importir minyak utama China dan meningkatnya peluang kenaikan suku bunga Federal Reserve pada Juni.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli turun USD1,37 atau 1,97 persen, menjadi menetap pada USD68,09 per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli yang berakhir Rabu (31/5) turun 88 sen atau 1,20 persen, menjadi menetap di USD72,66 per barel di London ICE Futures Exchange. Sementara Brent untuk pengiriman Agustus turun USD1,11 menjadi USD72,60 per barel.
Harga minyak jatuh setelah data China menunjukkan aktivitas manufaktur berkontraksi lebih cepat dari yang diharapkan pada Mei, karena melemahnya permintaan memangkas indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur resmi turun menjadi 48,8 dari 49,2 pada April, tertinggal dari perkiraan 49,4.
Indeks dolar, yang mengukur unit AS terhadap enam mata uang utama saingannya, mendapat dukungan dari pendinginan inflasi Eropa dan kemajuan pada RUU plafon utang bipartisan AS, yang akan diajukan ke DPR untuk diperdebatkan.
"Kami memiliki data China yang lebih lemah dari perkiraan, situasi batas utang, pengeluaran datar selama dua tahun, dan kemungkinan kenaikan suku bunga bulan depan membebani pasar," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho, dikutip Antara, Kamis (1/6).
Data ekonomi makro dan pasar tenaga kerja AS yang lebih lemah juga membebani sentimen investor meskipun permintaan minyak mengalami penurunan musiman di musim panas.
Indeks manajer pembelian Chicago yang mengukur kinerja sektor manufaktur dan non-manufaktur di wilayah Chicago turun menjadi 40,4 pada Mei, lebih rendah dari 48,6 pada April dan 47 dari perkiraan konsensus, menurut data yang dikeluarkan oleh Institute for Supply Management (ISM) - Chicago pada Rabu (31/5).
Potensi dampak dari bencana plafon utang AS dan meningkatnya peluang kenaikan Federal Reserve lainnya pada Juni membebani minyak, menurut analis perusahaan riset keuangan AS Sevens Report Research.
Namun, ahli strategi dari UBS mengatakan investor harus kembali ke pasar minyak karena penarikan persediaan yang lebih besar menjadi lebih terlihat di bulan-bulan mendatang.
Permintaan minyak harian rata-rata dunia kemungkinan akan mendekati 102 juta barel pada Juni sementara produksi minyak harian global akan turun kembali menjadi 100 juta barel pada kuartal kedua 2023 dari sekitar 101 juta barel pada kuartal pertama.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Data pertumbuhan ekonomi ini melemahkan harga minyak di awal sesi, namun para pedagang menyadari pasar minyak sedang ketat dan situasi di Timur Tengah.
Baca SelengkapnyaInvestor terus mencermati pernyataan hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang disampaikan pada Rabu (20/3).
Baca Selengkapnyatetap tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR).
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Tujuan serangan sebagai bentuk dukungan kepada Palestina ketika Israel dan Hamas melancarkan perang.
Baca SelengkapnyaIndonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaSaat ini, The Fed selalu Bank Sentral Amerika Serikat (AS) masih melakukan kajian terkait potensi penurunan tingkat suku bunga.
Baca SelengkapnyaSalah satunya kondisi suku bunga yang masih di level tinggi, walaupun di proyeksikan tidak akan naik lagi.
Baca SelengkapnyaSejumlah wilayah sentra produksi kini telah memasuki musim panen raya.
Baca SelengkapnyaMeski demikian, Amalia tidak menyebutkan besaran andil inflasi kenaikan cukai rokok hingga 10 persen di tahun ini.
Baca Selengkapnya