Gubernur BI Klaim Pelemahan Rupiah Lebih Baik dari Ringgit Malaysia
Merdeka.com - Bank Indonesia (BI) mengklaim pelemahan nilai tukar Rupiah atau depresiasi lebih baik dari sejumlah negara di tengah meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global. Rupiah terdepresiasi sekitar 0,42 persen sampai dengan 16 Maret 2022 dibandingkan dengan level akhir 2021.
Gubernur BI Perry Warjiyo mencatat, angka ini relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi dari mata uang sejumlah negara berkembang lainnya. Seperti Malaysia 0,76 persen (ytd), India 2,53 persen (ytd), dan Filipina 2,56 persen (ytd).
"Dan alhamdulillah nilai tukar cukup baik yang depresiasi jauh lebih kecil dari negara lain," ujarnya dalam acara konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Rabu (13/4).
Perry menyampaikan, terjaganya nilai tukar Rupiah didorong oleh berlanjutnya aliran masuk modal asing sejalan dengan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik dan terjaganya pasokan valas domestik.
Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan tetap terjaga didukung oleh kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap baik.
Untuk itu, Bank Indonesia akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan fundamental ekonomi, melalui langkah-langkah mendorong efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Rp 18,66 T Dana Asing Kabur dari Indonesia per 31 Maret 2022
Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global berdampak pada aliran modal asing ke pasar domestik. Di mana investasi portofolio hingga kuartal I 2022 mengalami net outflow sebesar USD1,3 miliar atau setara Rp 18,6 triliun (asumsi Rp Rp 14.359 per USD).
"Tekanan net outflow bila dibandingkan dengan emerging market lainnya yang juga alami net outflow masih lebih rendah atau lebih baik," katanya dalam konferensi pers, Jakarta, Rabu (13/4).
Sementara itu, cadangan devisa Indonesia berada pada tingkat yang tinggi capai USD 139,1 miliar. Hal ini setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7 bulan impor dan pembiayaan utang luar negeri pemerintah.
"Standar ini berada di atas standar kecukupan internasional sekitar dihitung 3 bulan impor. Jadi lebih dari dua kali lipat dari standar kecukupan internasional," jelasnya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hal itu tercermin pada yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar.
Baca SelengkapnyaPemerintah harus melakukan intervensi agar rupiah tidak semakin terpuruk.
Baca SelengkapnyaGubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan, nilai tukar Rupiah hingga 19 Maret 2024 relatif stabil.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Per 20 Februari 2024, nilai tukar Rupiah kembali menguat 0,77 persen secara poin to poin (ptp) setelah pada Januari 2024 melemah 2,43 persen.
Baca SelengkapnyaPerry mengatakan, keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global.
Baca SelengkapnyaPosisi ULN pada November 2023 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global.
Baca SelengkapnyaPeningkatan kredit atau pembiayaan didorong oleh peningkatan permintaan kredit sejalan dengan tetap terjaganya kinerja korporasi.
Baca SelengkapnyaKenaikan suku bunga acuan demi menguatkan stabilitas rupiah.
Baca SelengkapnyaPasar keuangan yang tidak pasti diprediksi bisa memperlambat ekonomi dunia.
Baca Selengkapnya