Celotehan soal keoknya nilai tukar Rupiah hingga krismon 1998
Merdeka.com - Kondisi perekonomian Indonesia masih terseok-seok hingga pertengahan kuartal II-2015. Hal ini ditandai dengan melemahnya nilai tukar Rupiah hingga menembus angka di atas Rp 13.000 per USD.
Bahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2015 cuma 4,7 persen atau lebih rendah dibanding periode sama tahun lalu yang mencapai 5,2 persen. Ini kemudian membuat Bank Indonesia pada pertengahan kuartal II-2015 memangkas target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 menjadi 5,1 persen.
Staf khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Arif Budimanta mengakui pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2015 tidak sesuai dengan target dalam APBN-P 2015 sebesar 5,7 persen.
Namun demikian, menurut Arif, perlambatan ekonomi bukan terjadi karena tidak solidnya pemerintahan Jokowi - JK. Namun, perlambatan ekonomi terjadi karena kuatnya faktor eksternal menghantam Indonesia. Bahkan, perlambatan ekonomi tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga negara lain di dunia. Dunia memang tengah mengalami perlambatan ekonomi seiring perbaikan ekonomi di Amerika Serikat (AS).
"Kejadian ini memang seluruh negara, kita menghadapi situasi perkembangan nasional tidak bisa lihat jangka pendek tetapi horizon waktu yang panjang," ujarnya beberapa waktu lalu.
Namun, pelemahan nilai tukar Rupiah berkepanjangan membuat khawatir beberapa ekonom atau pengamat di Indonesia. Bahkan ada yang menyebut kondisi ini mirip dengan situasi krisis moneter (krismon) 1998 silam.
Merdeka.com mencoba merangkum kekhawatiran ekonom soal kondisi perekonomian Indonesia saat ini.
Mirip krismon 1998
Ekonom dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Edy Suandi Hamid menyebut kondisi perekonomian Indonesia saat ini mirip dengan situasi pada saat krisis moneter (krismon) 1998. Menurutnya, pada 1998 silam, kemerosotan ekonomi diawala dengan pelemahan nilai tukar.
"Pengalaman kemerosotan ekonomi yang parah terjadi pada 1998 juga diawali oleh kemerosotan nilai tukar Rupiah, yang menjelang pertengahan 1998 sempat menyentuh Rp 17.000 per USD," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) itu.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah untuk tidak hanya diam melihat pelemahan nilai tukar Rupiah. "Pencermatan atas keberlanjutan kemerosotan itu harus dilakukan secara serius," katanya.
Pencermatan itu seharusnya tidak hanya dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), tetapi juga pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan para pelaku ekonomi yang langkah-langkahnya bisa mempengaruhi pergerakan nilai tukar Rupiah.
Dia mengatakan nilai tukar rupiah sejak dua bulan terakhir jauh di atas asumsi dasar pemerintah Rp 12.500, bahkan sudah terdepresiasi di atas Rp 13.300 per USD. Hal itu menggambarkan adanya instabilitas makro ekonomi Indonesia. Selain itu, menurut dia, harga minyak mentah Indonesia ternyata juga di bawah asumsi dasar. Harga minyak mentah Indonesia rata-rata hanya 53 dolar AS per barel dari asumsi dasar sebesar 60 USD per barel.
Indonesia alami krisis kecil
Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati menyebut Indonesia saat ini sudah mengalami krisis kecil. Pasalnya, nilai tukar Rupiah jauh lebih tinggi dari asumsi dasar pemerintah dalam APBN yaitu masih berkisar diangka Rp 12.000 per USD.
Menurut Enny, pelemahan nilai tukar Rupiah yang melebihi Rp 13.000 per USD secara nyata memukul daya beli atau tingkat konsumsi masyarakat.
"Problem memang nilai tukar itu merembet konsumsi. itu bisa berpotensi juga sebabkan krisis. Krisis itu karena pertumbuhan ekonomi terus melambat," ujar dia kepada merdeka.com di Jakarta. Sabtu (4/7).
Menurut dia, merosotnya pertumbuhan ekonomi disebabkan karena dua hal yaitu konsumsi dan investasi. Untuk saat ini, konsumsi masyarakat Indonesia mengalami penurunan karena nilai tukar Rupiah yang melemah. Sedangkan untuk investasi, Indonesia masih tetap stabil.
"Kalau dilihat dari saat ini kan konsumsi terus menurun bisa jadi ini krisis kecil," kata dia.
Perbankan masih kuat
Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Kadek Dian Sutisna, mengatakan kondisi Indonesia masih baik dan jauh dari kata krisis. Meski nilai tukar Rupiah melemah, menurutnya sektor perbankan masih sangat kuat meredam gejolak krisis.
Dia menegaskan, kondisi saat ini berbeda dengan krisis moneter 1998. Pada saat krisis tersebut, sektor perbankan tidak sehat dan gejolak nilai tukar sangat tinggi yaitu mencapai Rp 17.000 per USD.
"Saat ini, kondisi perbankan kita cukup bagus. Kondisi ini yang bikin kita kuat dari krisis terulang lagi," ujar dia kepada merdeka.com di Jakarta, Sabtu (4/7).
Kredit macet perbankan masih aman
Data Bank Indonesia menyebutkan, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) alias kredit macet per Mei 2015 menyentuh angka 2,4 persen. Angka ini lebih tinggi dibanding posisi April yang tercatat 2,37 persen. Meski demikian, bank sentral tetap yakin kondisi perbankan masih aman untuk saat ini.
"Saya confirm bahwa kondisi perbankan kita dalam keadaan baik walaupun rasio kredit bermasalah naik (NPL) ke 2,4 persen dan rasio kredit agak pelan tapi kesehatan baik," ujar Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (3/7).
Agus Marto menyebut, rasio kecukupan modal (CAR) dan rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) berada di zona aman. Bahkan ketika dilakukan stress test, kondisi ketahanan bank cukup baik.
"Artinya tidak lemah, maka apa yang dilakukan OJK kami dukung dan kami confirm kondisi bank kita sehat tidak seperti 1997-1998, (saat itu) kelemahan kita karena industri perbankan lemah, saat ini sehat bahkan CAR nya 20-22 persen," jelas dia.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Per 20 Februari 2024, nilai tukar Rupiah kembali menguat 0,77 persen secara poin to poin (ptp) setelah pada Januari 2024 melemah 2,43 persen.
Baca SelengkapnyaRupiah kembali melemah hingga ke level Rp16.000 terhadap mata uang dolar AS seperti yang pernah dialami Indonesia saat krisis moneter 1998.
Baca SelengkapnyaMenyikapai Rupiah terus melemah, Kementerian Keuangan terus memperkuat koordinasi bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang Dolar AS lebih baik dibandingkan dengan Bath Thailand hingga Ruppe India.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan data BPS, rata-rata kenaikan harga beras mendekati 20 persen (yoy).
Baca SelengkapnyaMayoritas jenis pajak utama tumbuh positif sejalan dengan ekonomi nasional yang stabil.
Baca SelengkapnyaBesarannya ditetapkan berdasarkan perhitungan indeks harga lokal masing-masing wilayah perguruan tinggi.
Baca SelengkapnyaPerusakan terhadap Rupiah bisa berujung ancaman pidana.
Baca SelengkapnyaWalau begitu, perekonomian Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan di angka 5,05 persen.
Baca Selengkapnya