BPH Migas sebut konsumsi Premium turun karena tak lagi disubsidi
Merdeka.com - Pilihan bahan bakar minyak (BBM) berkualitas yang variatif dan selisih harga jual yang tidak terlalu jauh membuat konsumsi Premium terus menurun. Apalagi kesadaran masyarakat terhadap kualitas BBM dan pengaruhnya terhadap kinerja mesin makin tinggi.
"Mesin-mesin baru memberi respons kinerja yang lebih baik pada bahan bakar beroktan lebih tinggi. Masyarakat memilih BBM beroktan tinggi dipilih juga karena harganya yang tidak terlalu jauh dengan Premium," kata Komisoner Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Ibrahim Hasyim di Jakarta, Selasa (4/10).
Harga premium yang saat ini dibanderol Rp 6.450-6.550 per liter untuk wilayah di luar Jawa, Madura dan Bali (Jamali) dan Jamali. Dengan begitu, harga Premium tidak selisih jauh dengan Pertalite yang dijual PT Pertamina (Persero) sebesar Rp 6.900 per liter dan pertamax Rp 7.350 per liter.
Menurut Ibrahim, Premium juga tidak lagi disubsidi pemerintah, sehingga tidak lagi berpengaruh terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika saat ini ada yang mengonsumsi Premium, bisa jadi karena lebih murah.
"Bisa juga karena ketersediaannya yang lebih luas di seluruh NKRI. Di wilayah tertentu nelayan juga pakai Premium," katanya.
Ibrahim menambahkan perilaku masyarakat sekarang tidak lagi sensitif terhadap harga. Masyarakat sekarang juga sudah concern terhadap mutu dan kinerja mesin. Ini bisa dilihat dari perilaku pengguna sepeda motor yang sudah menggunakan bahan bakar beroktannya lebih tinggi, seperti Pertamax dengan kadar oktan 92 dan Pertalite RON 90.
"Tuntutan teknologi ke depan secara perlahan memang akan mendorong masyarakat untuk memilih gasoline dengan RON 90, 92 dan 95 dan perlahan meninggalkan Premium dengan RON 88," pungkasnya.
Berdasarkan data Pertamina hingga 20 September 2016 konsumsi premium makin menyusut. Dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan, konsumsi premium tercatat turun 28,75 persen. Sebaliknya, konsumsi BBM berkualitas, seperti Pertalite, dan Pertamax Series makin membesar. Bahkan, konsumsi harian Pertalite dari 1 hingga 20 September 2016 telah melonjak 282 persen dibanding konsumsi pada semester I-2016.
Rata-rata konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium hingga 20 September 2016 tinggal 50.000 kiloliter (KL) per hari, turun 28,75 persen dibanding rata-rata konsumsi sepanjang semester I-2016 sebesar 70.183 KL per hari.
Di sisi lain, Pertamax Series (Pertamax, Pertamax Plus, dan Pertamax Turbo) konsumsinya terus meningkat. Jika pada pada semester I, konsumsi rata-rata Pertamax series 9.626 KL per hari, hingga 20 September rata-rata konsumsi naik jadi 15.682 KL per hari.
Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu, mengatakan tren penurunan Premium merupakan positif karena produknya juga tidak disubsidi. Pilihan masyarakat yang beralih mengonsumsi Pertalite merupakan langkah bijak karena dengan kualitas yang lebih baik, bisa diperoleh dengan biaya yang berbeda tipis dengan Premium.
"Secara perlahan Premium memang harus dikurangi peredarannya, tapi itu memang perlu keputusan politis kendati sesungguhnya Premium itu tidak lagi disubsidi, " kata Gus Irawan.
(mdk/sau)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Beras SPHP merupakan beras yang dikelola pemerintah dengan harga ekonomis namun kualitas premium.
Baca SelengkapnyaAturan baru mengenai tarif efektif PPh 21 ini berlaku mulai 1 Januari 2024.
Baca SelengkapnyaBPS mencatat harga beras saat ini menjadi yang paling mahal sejak tahun 2021.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Rencana ini dibahas karena BBM oktan tinggi seperti Pertamax meyumbang polusi yang sedikit.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan data Bapanas per Selasa (19/3), harga beras premium berada di kisaran Rp16.490,- per Kg.
Baca SelengkapnyaPertamina mempertimbangkan evaluasi harga serta kebutuhan masyarakat pada Ramadan dan Idulfitri.
Baca SelengkapnyaKenaikan PPN dengan menggunakan single tarif dapat menyebabkan semakin menurunnya daya saing industri.
Baca SelengkapnyaEH sudah ditahan dan terancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp2 miliar.
Baca SelengkapnyaTKN Prabowo-Gibran menilai penyesuaian subsidi energi bisa menjadi alternatif sebagai sumber pendanaan makan siang gratis.
Baca Selengkapnya