Cerita Huawei Pasca Putus Bisnis dengan AS
Merdeka.com - Huawei memprediksi kerugian yang dialami setelah Amerika Serikat (AS) melarang pembelian komponen dari perusahaan teknologi AS berkisar USD 10 miliar atau setara dengan Rp 142 triliun. Wakil Kepala Huawei Eric Xu mengatakan kerugian ini sedikit berkurang dari prediksi awal CEO Huawei Ren Zhengfei yaitu sebesar USD 30 miliar. Hal ini seperti dilansir dari Bloomberg.
Sebagaimana diketahui, pelarangan datang dari Presiden AS Donald Trump dengan alasan pembelian menjadi ancaman keamanan negara. Pelarangan juga telah berdampak besar pada Huawei. Pada kuartal kedua 2019, Huawei telah melaporkan penurunan penjualan terutama pada bisnis smartphone dan laptop. Di sisi lain, pelarangan ini justru meningkatkan usaha Huawei untuk menjadi mandiri.
Huawei telah berusaha mengembangkan dan memproduksi komponennya sendiri, menggantikan perusahaan kunci dari AS seperti Cadence Design Systems dan Synopsys. Jumat (23/8) lalu, Huawei menrilis chipset artificial intelligence (AI) baru bernama Ascend 910 yang dikatakan menjadi rival produk-produk terbaik Qualcomm dan Nvidia. Pada awal Agustus lalu, Huawei juga menunjukkan pengembangan pertama HarmonyOS yang dikatakan mampu menggantikann Android suatu saat.
Ascend 910, dikatakan Eric, memiliki kemampuan komputasi AI terbaik di dunia. Ascend akan digunakan untuk pelatihan model AI. Bersama dengan Ascend, Huawei juga merilis MindSpore, sebuah framework komputasi AI yang dikatakan dua kali lebih cepat dari Google TensorFlow.
Tidak hanya produknya, Huawei juga tengah meriset alat desain chipnya sendiri untuk menggantikan keberadaan Cadence dan Synopsys. "Tidak ada alat desain chip 10 tahun lalu tetapi perusahaan tetap mengembangkan chipnya sendiri," kata Eric.
HiSilicon, anak perusahaan Huawei untuk memanufaktur chipset, juga telah meningkatkan kemampuannya terus dan baru-baru ini menjadi pelanggan kedua terbesar, setelah Apple, untuk kontraktor manufaktur chip terbesar di dunia yaitu Taiwan Semiconductor Manufacturing.
"Insiden pelarangan tidak memiliki dampak pada strategi eksekusi AI Huawei maupun komersialisasi produk AI. Proyek R&D kami untuk AI terus meningkat dengan stabil," tutur Eric.
Reporter Magang: Joshua Michael
(mdk/faz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perusahaan di Amerika Serikat diwajibkan membayar gaji dan ganti rugi kepada mantan karyawannya.
Baca SelengkapnyaMereka bilang ini ide paling bodoh yang pernah saya lakukan. Saya tidak peduli selama orang dapat menggunakannya
Baca SelengkapnyaBudi menjelaskan, hal ini terjadi sebelum nama Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) berubah menjadi BAKTI.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Berikut kisah wanita lulusan Amerika Serikat yang justru pilih kerja menjadi Lurah di Papua.
Baca SelengkapnyaTren perbudakan di Amerika kemudian berhenti di abad ke-18.
Baca SelengkapnyaPerusakan terhadap Rupiah bisa berujung ancaman pidana.
Baca SelengkapnyaPendapatannya disebut bisa meningkat hingga 500 persen.
Baca SelengkapnyaMasyarakat perbatasan di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat memilih belanja kebutuhan rumah tangga ke Malaysia dengan berjalan kaki.
Baca SelengkapnyaKesulitan melacak jejak digital satu keluarga itu setelah polisi melihat kondisi handphone sudah tidak utuh.
Baca Selengkapnya