Mengenal Tulak Bala, Tradisi Khas Masyarakat Pesisir Pantai Barat Aceh
Masyarakat pesisir pantai barat Aceh masih mempercayai tradisi yang dilaksanakan secara turun-temurun. Salah satunya Tulak Bala atau yang dikenal Rabu Abeh.
Masyarakat pesisir pantai barat Aceh masih mempercayai tradisi yang dilaksanakan secara turun-temurun. Salah satunya Tulak Bala atau yang dikenal Rabu Abeh.
Sejak zaman dahulu, wabah virus sudah sering menyerang daerah tertentu yang menyebabkan ratusan hingga ribuan orang meninggal dunia. Aceh menjadi salah satu daerah yang terkena wabah virus pada saat Agresi Militer Belanda II. Wabah tersebut ditandai dengan beberapa orang yang ditemukan meninggal dan dikubur oleh Belanda.
Orang-orang meninggal yang dikubur itu diduga terkena wabah virus bernama Kolera yang sempat menyebar di dataran Aceh. Bahkan, wabah tersebut langsung tersebar dan menginfeksi masyarakat hingga pihak istana. Mengutip jurnal "Tulak Bala Sebagai Tradisi Masyarakat Aceh Dalam Menghadapi Virus Corona" karya Teuku Amnar Saputra dan Zuriah (2020), saat itu ada sekitar 150 orang yang meninggal dunia akibat wabah Kolera tersebut.
Menurut masyarakat Aceh, penyakit wabah atau ta'eun ada dua sudut pandang. Pertama, ta'eun ija brok yakni wabah yang diperkirakan menempel pada kain kotor dan pada benda-benda tertentu yang tidak bersih. Kedua, ta'eun geureuda sampoh adalah wabah yang menimbulkan efek mematikan kepada siapa pun yang terjangkit tanpa mengenal darah, warna kulit dan status sosial.
Mengutip Liputan6.com, Tulak Bala sudah menjadi tradisi tahunan masyarakat Aceh khususnya di wilayah Pesisir Pantai Barat Selatan. Lazimnya, mereka melaksanakan tradisi tersebut setiap akhir bulan Safar. Tak hanya itu, saat pelaksanaannya juga diselingi dengan sejumlah ritual-ritual tertentu.
Menurut sebagaian masyarakat Aceh, tepat di bulan Safar ini sangat identik dengan cuaca pancaroba. Maka dari itu, pada saat itu dianggap memiliki suasana yang tidak menentu dan memiliki aura yang kurang baik terhadap kesehatan fisik maupun psikis.
Aura yang kurang baik di bulan Safar membuat masyarakat Aceh percaya bahwa tingkat kesehatan manusia menjadi menurun dan rentan terkena penyakit. Adapun sebutan untuk cuaca pancaroba, yaitu Bulan Panas atau Buleun Seuum atau bulan tersebut identik dengan bulan Turun Bala.
Diyakini, Sang Pencipta menurunkan sebanyak 320.000 macam bala bencana ke Bumi dan seluruhnya dimulai pada hari Rabu terakhir di bulan Safar. Sebagai bentuk pencegahan terjadinya bencana di bulan Safar, dianjurkan untuk memperbanyak salat sunah, berdoa, sedekah, dan memperbanyak ibadah lain.
Salah satu pelaksanaan ibadah yang dilakukan oleh para ulama-ulama terdahulu dalam menyambut bulan Safar dengan lidaf'il Bala atau salat untuk menolak bala. Salat lidaf'il Bala merupakan salah sunah hajat yang dilaksanakan pada malam atau pada hari Rabu terakhir di bulan Safar, lebih tepatnya pada hari Rabu pekan keempat.
Pantun Aceh lucu adalah bagian dari warisan budaya yang dapat menjaga dan melestarikan tradisi lisan masyarakat Aceh.
Baca SelengkapnyaTari Likok Pulo menjadi tari tradisional satu-satunya yang dimiliki masyarakat Pulo Aceh.
Baca SelengkapnyaNgalungsur Geni, tradisi turun-temurun pembersihan benda pusaka di Kabupaten Garut.
Baca SelengkapnyaNenek berusia 86 tahun ini merupakan satu-satunya perajin mainan tradisional yang masih eksis bertahan hingga saat ini.
Baca SelengkapnyaMengenal Tradisi Nyeraye, bentuk rasa kerjasama dan gotong royong yang tumbuh di lapisan masyarakat Aceh khususnya di Kabupaten Tamiang.
Baca SelengkapnyaTradisi tersebut telah diwariskan secara turun-temurun selama puluhan tahun.
Baca SelengkapnyaPada hari raya Lebaran, mereka tidak melaksanakan salat Idulfitri. Pelaksanaan salat mereka ganti dengan membersihkan makam leluhur.
Baca SelengkapnyaKudapan dari Pariaman ini terbuat dari kacang tanah yang dicampur dengan gula aren dan kerap dijadikan oleh-oleh.
Baca SelengkapnyaPria itu mengaku emosi pada pihak polsek karena penanganan kasus yang dilaporkannya.
Baca Selengkapnya