Wacana sprindik baru dari KPK bikin gerah pendukung Setnov
Merdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan untuk menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru untuk menetapkan kembali Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka.
Wacana dari KPK tersebut membuat gerah pendukung Ketua Umum Partai Golkar tersebut. Wakil Bendahara Umum (Wabendum) Golkar Erwin Ricardo Silalahi menduga KPK sudah menjadi alat politik apabila sprindik benar-benar diterbitkan. Dia mencontohkan KPK tidak mengeluarkan sprindik baru untuk Hadi Poernomo dan Budi Gunawan yang menang dalam praperadilan.
"Ini semakin mempertegas justifikasi masyarakat bahwa KPK berada di dalam radar pengaruh dari sebuah kekuasan besar dan KPK telah terseret menjadi alat politik kelompok tertentu," katanya di DPP Golkar, Jakarta Barat, Sabtu (30/9).
Tak hanya itu, dia mencontohkan kasus mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino. Lino merupakan tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan Quay Container Crane tahun 2010 yang sudah memasuki dua tahun menjadi tersangka tetapi tidak ditahan.
"Ini menunjukkan bahwa ada kekuatan besar yang memberikan garansi kepada pak RJ Lino untuk tidak diproses secara hukum padahal status beliau sudah tersangka oleh KPK," katanya.
Oleh sebab itu, dia meminta Presiden harus turun tangan agar KPK bekerja dengan professional tanpa ada tekanan dari pihak mana pun.
"Jangan KPK terseret oleh kepentingan golongan KPK politik tertentu. Karena apa? Karena KPK apabila ia melakukan langkah-langkah hukum di luar dari ketentuan yang diatur oleh hukum maka berbahaya untuk penegakan hukum di Indonesia," ujarnya.
Pakar hukum pidana Fredrich Yunadi mengatakan, jika KPK menerbitkan sprindik baru terhadap putusan praperadilan Setya Novanto, maka dapat dianggap melawan putusan hukum sehingga dapat dipidanakan.
Fredrich mengatakan, putusan dari praperadilan adalah putusan hukum atau penegakan hukum yang di mana putusan praperadilan adalah putusan yang tidak bisa dikasasi dan di-PK.
"Itu kan sudah inkrah berlaku seketika dan mengikat semua pihak. Berarti mereka bisa kita jerat dengan pasal 216 KUHP. Kita bisa juncto kan dengan pasal 421, tentang penyalahgunaan kekuasaan karena mereka punya kuasa yang mereka gunakan. itu ancamannya 7 tahun," kata Fredrich.
"Jadi penyidik bisa lakukan penangkapan dan bisa kita periksa. Semua yang mengeluarkan sprindik-nya siapa, termasuk Dirdiknya, termasuk komisionernya, lima-lima-nya bisa dijerat semua dan itu harus. Itu karena penegakan hukum."
Dia pun mengingatkan agar KPK tidak bermain-main dalam memproses suatu kasus. Kasus yang sudah diputus pengadilan, tidak bisa dibuat sprindik baru. Jika KPK menerbitkan sprindik baru, maka dia kembali mengingatkan dapat diproses hukum.
"Ya langsung kita akan lapor dan minta polisi lakukan penangkapan. Harus diusut karena itu pelanggaran hukum berat pasal 216 dan 421. Pasal itu sangat kuat. Tidak benar kalau KPK berani, itu wajib kita usut," ujarnya.
Untuk itu, KPK tidak bisa menetapkan kembali Setya Novanto sebagai tersangka, karena berlawanan dengan aturan hukum.
"Kita sudah punya prosedur dan sudah punya koridornya masing-masing, jadi hormatilah hukum. Kalau dia merasa tidak terima silakan, carikan bukti-bukti yang lain yang bukan kasus e-KTP. Karena dalam kasus e-KTP tidak berhak. Seseorang tidak bisa diperiksa dua kali meski belum sampai di pokok perkara," ujarnya.
(mdk/rzk)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ali menjelaskan keputusan penerbitan sprindik baru dalam penanganan kasus korupsi ini dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara beberapa waktu lalu.
Baca SelengkapnyaMuzani menyebut, Gerindra menghormati proses keputusan di internal Partai Golkar.
Baca SelengkapnyaLazimnya, seorang kader yang tergabung di sebuah partai pastinya memiliki kartu tanda anggota (KTA) untuk memastikan dia adalah kader yang sah.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Tumpak mengatakan putusan hasil sidang etik tersebut sudah disepakati oleh seluruh anggota Dewas KPK. Termasuk tanggal sidang pembacaan putusan tersebut.
Baca SelengkapnyaAirlangga memandang, keadaan sekarang berbeda dengan pemilu sebelumnya yang panas imbas pilgub DKI 2017.
Baca SelengkapnyaSeperti diketahui, pasangan Prabowo-Gibran diusung Golkar, Gerindra, PAN, Demokrat, PBB dan PSI di Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaHasto dengan santai mengatakan sudah biasa hukum dipergunakan sebagai alat politik
Baca SelengkapnyaSelain Gerindra, hampir semua partai besar merapat ke Pemerintahan Jokowi seperti PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, PAN, PPP, dan Demokrat.
Baca SelengkapnyaPPP menyebut, laporan IPW akan menimbulkan anggapan bermuatan politis.
Baca Selengkapnya