Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Tradisi perayaan Maulid Nabi di Blitar, warga rebutan berkah

Tradisi perayaan Maulid Nabi di Blitar, warga rebutan berkah Siraman Gong Kyai di Blitar. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Melestarikan sejarah yang dibungkus dengan kekuatan kearifan lokal merupakan tanggung jawab bersama. Tak terkecuali tradisi yang masih tetap lestari dan menjadi tujuan wisata di Kabupaten Blitar yakni Siraman Gong Kyai Pradah.

Kegiatan ini digelar tiap 12 Rabiul Awal atau bertepatan dengan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. Tradisi ini tak pernah luntur dan selalu menjadi daya tarik utama masyarakat dalam dan luar Blitar. Begitu pula yang terjadi pada Jumat (25/12).

Acara siraman yang rutin dilaksanakan di Pendopo Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, ini dipenuhi ribuan manusia yang tumpah ruah dari berbagai daerah dan memiliki banyak tujuan. Ada yang meminta doa, ngalap berkah, dan ada pula yang murni berwisata.

Sekitar pukul 10.00 WIB upacara siraman Gong Kyai Pradah dilakukan para tokoh dan jajaran Pemerintah Kabupaten Blitar. Satu per satu para tokoh mulai dari Bupati Hery Nugroho, Wakil Bupati Rijanto, Sekda Palal Ali Santoso, dan Kapolres Blitar AKBP Muji Ediyantobergantian melakukan prosesi siraman gong Kyai Pradah dengan air kembang setaman.

Masyarakat yang berada di lokasi berjejalan dan berebut air bekas cucian gong karena mereka percaya bahwa air tersebut membawa berkah. Antara lain menyembuhkan penyakit, awet muda, menenteramkan hati, hingga membawa keberuntungan.

Tidak hanya masyarakat lokal, tamu-tamu dari berbagai wilayah di luar Blitar tidak ingin ketinggalan percikan air bekas cucian gong tersebut.

Kepala Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kabupaten Blitar, Luhur Sejati mengatakan, Siraman Gong Kyai Pradah ini adalah peristiwa budaya yang dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat setempat.

“Pemkab Blitar hanya menjadi fasilitator untuk merawat tradisi ini dan melakukan ekspos agar terus berkembang menjadi wisata budaya populer di Kabupaten Blitar,” kata Luhur.

Cerita sejarah tentang Kyai Pradah yang sebelumnya mendapat gelar Kyai Bicak adalah kisah periodesasi sekitar abad ke 17. Sejarah Kyai Pradah bermula ketika Pangeran Puger raja ketiga Kasunanan Kartasura yang setelah naik takhta bergelar Sri Susuhunan Pakubuwana I ( 1704–1719) hendak dibunuh pada saat penobatannya.

Otak rencana pembunuhan itu tak lain adalah Pangeran Prabu saudara dari istri selir ayahnya. Rencana aksi pembunuhan itu dilakukan karena Pangeran Prabu merasa sakit hati.

Aksi makar ini ketahuan, dan akhirnya Pangeran Prabu dihukum membuka hutan di wilayah Ludoyo Blitar. Saat itu Hutan Lodoyo dikenal sebagai hutan yang sangat wingit (angker) dan banyak dihuni binatang buas.

Menebus kesalahan yang dilakukan, akhirnya Pangeran Prabu berangkat ke hutan Lodoyo dan diikuti istrinya Putri Wandansari dan abdinya Ki Amat Tariman dengan membawa pusaka bendhe yang diberi nama Kyai Bicak. Kyai Bicak adalah pusaka berwujud bendhe (gong,red) sebagai tumbal ‘penolak bala’ di hutan Lodoyo.

Setelah melakukan perjalanan jauh dari Surakarta hingga ke Blitar dengan meninggalkan kemegahan istana akhirnya rombongan tiba di kawasan Lodoyo yang masih merupakan hutan belantara yang sangat angker.

Untuk menenangkan hati sangan pangeran, akhirnya Pangeran Prabu bertapa di hutan Lodoyo didampingi istrinya Putri Wandansari. Sedangkan bendhe Kyai Bicak dan abdi setianya Ki Amat Tariman dititipkan kepada Nyi rondho Patrasuta.

Sebelum bertapa, Pangeran Prabu menitipkan pesan salah satunya di setiap tanggal 12 Maulud dan tanggal 1 Syawal supaya bendhe Kyai Bicak disucikan dengan cara disirami atau dijamasi air bunga setaman dan air bekas jamasan tersebut bisa untuk mengobati orang sakit dan sebagai sarana ketentraman hidup.

Setelah bertapa cukup lama, suatu ketika abdi ndalem Ki Amat Tariman rindu kepada Pangeran Prabu ia kemudian berjalan-jalan di hutan, tetapi ia tersesat dan kebingungan.

Karena bingung Ki Amat Tariman memukul bendhe Kyai Bicak 7 kali. Suara Kyai Bicak menimbulkan keajaiban ketika itu yang datang bukan rombongan Pangeran Prabu tetapi harimau besar-besar dan anehnya mereka tidak menyerang atau mengganggu tetapi justru menjaga keberadaan Ki Amat Tariman.

Dan sejak itu bendhe Kyai Bicak diberi nama Gong Kyai Pradah yang artinya harimau.

(mdk/rhm)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Uniknya Tradisi Sambut Lebaran di Bengkulu, Bakar Batok Kelapa dengan Penuh Sukacita
Uniknya Tradisi Sambut Lebaran di Bengkulu, Bakar Batok Kelapa dengan Penuh Sukacita

Tradisi ini biasa dilakukan oleh masyarakat Suku Serawai yang ada di Bengkulu yang dilaksanakan pada malam menjelang Idulfitri.

Baca Selengkapnya
Sambut Bulan Suci Ramadan, Begini Serunya Tradisi Nyadran Ala Masyarakat Desa di Boyolali
Sambut Bulan Suci Ramadan, Begini Serunya Tradisi Nyadran Ala Masyarakat Desa di Boyolali

Di balik pelaksanaannya, tradisi Nyadran memiliki nilai-nilai sosial budaya yang terkandung di dalamnya.

Baca Selengkapnya
Mengenal Tradisi Bodho Kupat, Satu Kampung di Lumajang Kompak Jadi Pedagang Janur dan Ketupat
Mengenal Tradisi Bodho Kupat, Satu Kampung di Lumajang Kompak Jadi Pedagang Janur dan Ketupat

Bodho Kupat sendiri merupakan tradisi yang rutin diselenggarakan masyarakat Lumajang ketika memasuki hari ketujuh Lebaran Idulfitri.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Mengintip Tradisi Bada Riaya, Lebaran-nya Masyarakat Islam Kejawen Bonokeling di Banyumas
Mengintip Tradisi Bada Riaya, Lebaran-nya Masyarakat Islam Kejawen Bonokeling di Banyumas

Pada hari raya Lebaran, mereka tidak melaksanakan salat Idulfitri. Pelaksanaan salat mereka ganti dengan membersihkan makam leluhur.

Baca Selengkapnya
Mengulik Lebaran Ketupat, Tradisi Penting dalam Budaya Masyarakat Muslim Jawa
Mengulik Lebaran Ketupat, Tradisi Penting dalam Budaya Masyarakat Muslim Jawa

Lebaran Ketupat dilaksanakan satu minggu setelah perayaan Idul Fitri, tepatnya pada 8 Syawal.

Baca Selengkapnya
Hasilkan Empat Nada, Begini Uniknya Tradisi Menumbuk Padi oleh Ibu-ibu di Kampung Urug Bogor
Hasilkan Empat Nada, Begini Uniknya Tradisi Menumbuk Padi oleh Ibu-ibu di Kampung Urug Bogor

Tradisi menumbuk padi di Kampung Adat Urug benar-benar unik

Baca Selengkapnya
Mengenal Bebehas, Tradisi Mengumpulkan Beras ala Masyarakat Muara Enim yang Mulai Ditinggalkan
Mengenal Bebehas, Tradisi Mengumpulkan Beras ala Masyarakat Muara Enim yang Mulai Ditinggalkan

Dari tahap awal sampai akhir, tradisi ini melibatkan orang banyak alias dikerjakan secara bergotong-royong dan dilaksanakan dengan penuh suka cita.

Baca Selengkapnya
Perahu Bidar, Tradisi Lomba Perahu di Sungai Musi yang Sudah Ada sejak 1898
Perahu Bidar, Tradisi Lomba Perahu di Sungai Musi yang Sudah Ada sejak 1898

Tradisi lomba Perahu Bidar ini sudah berlangsung sejak Kesultanan Palembang tepatnya pada tahun 1898. Lomba ini juga dikenal dengan istilah Kenceran.

Baca Selengkapnya
Meriahnya Prosesi Dugderan di Semarang, Tradisi Warga Menyambut Ramadan
Meriahnya Prosesi Dugderan di Semarang, Tradisi Warga Menyambut Ramadan

Meski di tengah guyuran hujan, prosesi Kirab Dudgeran Kota Semarang tetap berlangsung semarak dan meriah.

Baca Selengkapnya