Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Ramai-ramai Mendesak Penundaan Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020

Ramai-ramai Mendesak Penundaan Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 KPU. ©2017 Merdeka.com/Genan

Merdeka.com - Desakan untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 semakin menguat setelah Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman dinyatakan terpapar virus Corona atau Covid-19. Dan semakin meningkatnya angka penyebaran Covid-19 di Indonesia.

Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menilai pelaksanaan Pilkada 2020 sudah memunculkan tanda bahaya. Menyusul terdapat 60 orang bakal pasangan calon yang terinfeksi Covid-19. Ditambah Komisoner KPU Evi Novida Ginting juga terkena Covid-19.

"Maka KPU, Pemerintah, dan DPR untuk segera mempertimbangkan pilihan menunda tahapan pelaksanaan pilkada. Mengingat penyebaran Covid-19 semakin meluas, dan dapat mengancam siapa saja," katanya pada keterangannya, Jumat (18/9).

Menurutnya, pemerintah harus mempertimbangkan keselamatan nyawa masyarakat. Oleh sebab itu, menunda pelaksanaan pilkada, sampai adanya indikator yang terukur dan akurat, di mana penularan Covid-19 dapat dikendalikan.

"Penundaan pelaksanaan pilkada di sebagian daerah, atau bahkan di seluruh daerah pemilihan, sangat dimungkinkan secara hukum. Oleh sebab itu, yang dinanti saat ini adalah pilihan kebijakan mana yang akan diambil oleh KPU, Pemerintah, dan DPR," tuturnya.

Khoirunnisa pun memberikan dua pilihan, pertama melanjutkan Pilkada 2020 dengan resiko besar penyebaran Covid-19, atau menunda sampai adanya pengendalian Covid-19 sampai ada data yang terukur.

"Menunda tahapan pilkada bukan berarti kita gagal berdemokrasi, melainkan menunjukkan sikap cepat tanggap membaca situasi dan mengedepankan kesehatan publik," jelasnya.

Ledakan Kasus Covid-19

Desakan penundaan pilkada juga datang dari pengamat politik, M Qodari. Direktur Eksekutif Indobarometer ini menilai risiko 'bom waktu' kasus COVID-19 bila pilkada tak ditunda. Hal itu diungkapkan menggunakan pemodelan matematika.

"Jika tahapan kampanye nanti tetap dilakukan dengan tatap muka di 1.042.280 titik (asumsi 100 orang per-titik), maka potensi orang tanpa gejala (OTG) yang bergabung dalam masa kampanye 71 hari nanti diperkirakan mencapai 19.803.320 orang," ungkap , Sabtu (12/9) malam.

"Itu jika positivity rate kasus COVID-19 Indonesia 19 persen, dan maksimal yang ikut kampanye 100 orang. Jujur saya tidak yakin yang datang 100 orang per-titik, mungkin ada yang 500, jangan-jangan yang datang 1.000," tambah Qodari dalam seminar nasional Evaluasi 6 Bulan dan Proyeksi 1 Tahun Penanganan COVID-19 di Indonesia secara daring.

Qodari mengatakan potensi OTG yang ikut bergabung dan menjadi agen penularan COVID-19 untuk hari pencoblosan 9 Desember 2020 mencapai 15.608.500 orang. Ia menjelaskan angka 15 juta orang itu muncul jika jumlah orang yang terlibat dalam 306.000 titik kerumunan (Tempat Pemungutan Suara) dengan memakai target partisipasi 77,5 persen oleh Komisi Pemilihan Umum.

54,2 Persen Responden Tak Setuju Pilkada Tetap Digelar

Dari hasil survei Charta Politika menunjukkan sebanyak 54,2 persen responden memilih tak setuju apabila Pilkada tetap berlangsung.

"Terkait dengan Pilkada yang akhirnya diputusakan 9 Desember nanti, dengan catatan apabila vaksin belum ditemukan. 54 persen responden menyatakan tidak setuju. Jadi saya pikir ini PR untuk Pak Tito dan penyelenggara pemilu," ujar Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya saat webinar, Rabu (22/7).

Sementara kepada responden yang menyatakan setuju hanya 31,8 persen untuk Pilkada tetap dilangsungkan dan 14,1 persen responden menjawab tidak tahu. Hasil selanjutnya terkait keinginan responden untuk tetap datang ke TPS saat hari pemungutan suara.

Memunculkan angka sebanyak 34.9 persen responden menyatakan tetap datang ke TPS, lalu 10,2 persen memilih tak datang dan responden tidak tahu/tidak jawab mencapai 55 persen.

"Betul hanya 10 persin menyatakan tak datang ke TPS tapi lebih banyak yang tidak tahu dan tidak jawab. Jadi bukan tidak mungkin ini akan menjadi tantangan terbesar selama pelaksanaan Pilkada 2020 langsung. Walaupun KPU merasa cukup mampu untuk menjalankannya," ujar Yunarto.

Survei tersebut diambil dari kurun waktu 6–12 Juli 2020 di 34 provinsi di Indonesia melalui wawancara telepon dengan metode random sampling. Sampel yang digunakan sebanyak 2.000 responden secara acak dari kumpulan sampel survei tatap muka yang dilakukan oleh Charta Politika. Untuk margin of error–MoE) sebesar +2,19% pada tingkat kepercayaan (level of confidence) 95 persen.

Minimal Mampu Dikendalikan

Permintaan penundaan pilkada juga datang dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengusulkan agar pelaksanaan tahapan Pilkada serentak ditunda untuk mencegah penyebaran Covid-19 yang hingga sekarang dinilai belum terkendali. Sudah 236.519 kasus Covid-19 terjadi di Indonesia dengan korban jiwa lebih dari 9.336 jiwa.

Tidak kurang 110 dokter dan sekitar 70 paramedik meninggal dalam tugas merawat pasien Covid-19 atau berkaitan dengan virus Corona baru ini. Jumlah kasus harian juga cenderung semakin meningkat, dimana jumlah tertinggi terjadi Kamis (10/9), yaitu di atas 3.800 kasus baru.

"KPU, pemerintah dan DPR untuk melakukan penundaan pelaksanaan tahapan pilkada lanjutan sampai situasi kondisi penyebaran Covid-19 berakhir atau minimal mampu dikendalikan berdasarkan data epidemologi yang dipercaya," ujar Ketua Tim Pemantau Pilkada 2020 Komnas HAM, Hairansyah, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (12/9).

Komnas HAM menilai belum terkendalinya Covid-19 membuat penundaan tahapan pilkada memiliki landasan yuridis yang kuat karena dikhawatirkan pelaksanaan tahapan selanjutnya akan membuat penyebaran Covid-19 semakin tidak terkendali.

Sedangkan dari segi HAM, potensi nyata penyebaran Covid-19 dalam setiap tahapan pilkada berpotensi menimbulkan pelanggaran hak untuk hidup, hak atas kesehatan dan hak atas rasa aman.

Penundaan ini juga seiring dengan kebijakan yang dikeluarkan PBB, yakni pemilu yang dilakukan secara periodik, bebas dan adil tetap menjadi suatu hal yang penting, tetapi harus lebih memperhatikan kesehatan dan keamanan publik dengan menimbang pada keadaan darurat yang terjadi saat ini.

Tunda Pencoblosan

Menanggapi desakan penundaan, anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Alfitra Sallam mengatakan penundaan pelaksanaan Pilkada 2020 bisa saja dilakukan jika kondisi pandemi Covid-19 tidak menunjukkan penurunan. Namun penundaan hanya untuk pencoblosan saja. Sedangkan untuk tahapan pilkada lainnya tetap dilakukan sesuai jadwal yang sudah direncanakan.

"Saat ini memang banyak masyarakat yang meminta penundaan Pilkada. Dari segi regulasi itu memang dimungkinkan. Jadi yang ditunda hanya pencoblosannya saja, untuk tahapannya tetap dilakukan seperti jadwal yang berlaku," katanya di Solo, Jumat (18/9).

Namun sampai sekarang, baik pemerintah, DPR, maupun KPU belum membuka wacana tentang penundaan Pilkada tersebut. Oleh karena itu, menurutnya, solusi jalan keluarnya adalah bagaimana menekan seoptimal mungkin agar bagaimana protokol Covid-19 ini benar-benar dilakukan secara utuh.

"Intinya protokol Covid saja. Bagaimana mensosialisasikan ke masyarakat, Bagaimana protokol Covid ini harus betul betul dipatuhi," ujarnya.

Jika nantinya kasus positif Covid-19 semakin bertambah, Alfitra menerangkan, misalnya dari pencalonan, penetapan calon dan kampanye, masyarakat pasti akan mendesak penundaan pelaksanaan Pilkada. Sebelum masyarakat mencapai klimaks, dia meminta pemerintah maupun KPU untuk tegas nemberikan sanksi pada pelanggar protokol kesehatan.

"Saya kira sampai ke sekarang DKPP tidak secara resmi mengeluarkan pernyataan, tetapi hanya berharap semoga KPU, pemerintah, DPR betul betul memberikan regulasi yang jelas, agar bagaimana protokol Covid-19 itu benar benar dipatuhi oleh masyarakat," jelasnya.

DPR: Penundaan Pilkada Bukan Solusi

Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad menyebut penundaan Pilkada bukan jalan keluar. Solusinya, dengan membuat aturan dan pengawasan ketat agar protokol kesehatan dipatuhi.

"Menurut saya tahapan pilkada itu kan masih panjang. Jadi jalan keluarnya menurut saya bukan pembatalan pilkada tapi penyempurnaan aturan dan kemudian pengawasan yang ketat di lapangan," kata Dasco, Jumat (18/9).

Menurutnya, karena tahapan Pilkada masih panjang, masih ada waktu melakukan penyempurnaan aturan dan pengawasan yang ketat Sehingga Pilkada diadakan dengan lancar.

"Dan kami minta kepada pihak penyelenggara untuk kemudian memikirkan antisipasi, mengeluarkan PKPU-PKPU yang produktif untuk kelancaran Pilkada," ucapnya.

Di sisi lain, Politikus Partai Gerindra itu tidak bisa memungkiri bahwa saat tahapan Pilkada euforia masyarakat agak susah dikendalikan. Maka dari itu, perlu ada aturan dan pengawasan ketat.

"Sehingga kemudian menimbulkan polemik dan malah ada yang mengatakan bahwa akan timbul klaster baru ketika kegiatan Pilkada ini tidak bisa dikendalikan massanya," tandasnya.

Sanksi Pelanggar Protokol Kesehatan saat Pilkada

Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum, Kemendagri, Bahtiar mendorong seluruh pemerintah daerah (Pemda) untuk menindaklanjuti Inpres Nomor 6 Tahun 2020 dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Terutama daerah yang menggelar Pilkada Serentak (Pilkada) tahun 2020.

"Jadi protokol kesehatan itu memang wajib ditegakkan ada Pilkada maupun tak ada Pilkada," kata Bahtiar dalam keterangan tertulis, Rabu (16/9).

Bahtiar menjelaskan, khusus untuk 270 daerah yang menyelenggarakan Pilkada sanksi dari melanggar protokol kesehatan akan berlipat. Hal tersebut kata Bahtiar merujuk pada dua peraturan yaitu Perkada dan aturan dari penyelenggara Pemilu (PKPU dan Peraturan Bawaslu).

"Apalagi di daerah yang Pilkada, hukumnya double di daerah Pilkada itu karena ada peraturan-peraturan yang dibuat oleh Penyelenggara Pemilu untuk mematuhi protokol kesehatan," jelas Bahtiar.

Bahtiar juga kembali mengingatkan agar para bakal paslon membuat pakta integritas secara mandiri. Sehingga kata Bahtiar dapat bertanggung jawab sepenuhnya terhadap diri dan tim sukses apabila melanggar protokol kesehatan.

"Itu dilakukan untuk mengurangi terjadinya potensi penularan Covid-19 lantaran kerumunan massa dan sebagai tanda kesiapan bakal paslon untuk menerima sanksi dari penyelenggara Pilkada, apabila tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan," kata Bahtiar.

(mdk/ded)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Perludem Tarik Permohonan Pengujian UU Pilkada

Perludem Tarik Permohonan Pengujian UU Pilkada

Banyaknya tahapan Pilkada 2024 yang akan bersinggungan dengan tahapan Pemilu nasional 2024.

Baca Selengkapnya
Bawaslu Ungkap Potensi Kerawanan Pilkada Tinggi Ketimbang Pilpres 2024

Bawaslu Ungkap Potensi Kerawanan Pilkada Tinggi Ketimbang Pilpres 2024

Potensi kerawanan Pilkada 2024 tinggi dikarenakan persaingan yang sangat tinggi antarcalon kepala daerah.

Baca Selengkapnya
Pengusaha: Pilpres 2024 Satu Putaran Lebih Baik, Hemat Anggaran Pemerintah

Pengusaha: Pilpres 2024 Satu Putaran Lebih Baik, Hemat Anggaran Pemerintah

Shinta Kamdani menyebut para pengusaha tidak masalah dengan pemilu yang akan dilaksanakan satu putaran maupun dua putaran.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
VIDEO: Ketua KPU Hasyim Bisik-Bisik Saat Pilkada Serentak Diumumkan

VIDEO: Ketua KPU Hasyim Bisik-Bisik Saat Pilkada Serentak Diumumkan

Yulianto Sudrajat menyampaikan, pemberitahuan terkait pendaftaran Pilkada dilaksanakan mulai tanggal 27 Februari 2024 - 16 November 2024.

Baca Selengkapnya
Bawaslu Pastikan Jerat Pidana Paslon Ucapkan Hinaan, TKN: Sama Sekali Tak Singgung Pak Prabowo

Bawaslu Pastikan Jerat Pidana Paslon Ucapkan Hinaan, TKN: Sama Sekali Tak Singgung Pak Prabowo

Ancaman pidana itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu)

Baca Selengkapnya
Airlangga Terbitkan 1.040 Penugasan untuk Pilkada 2024

Airlangga Terbitkan 1.040 Penugasan untuk Pilkada 2024

Airlangga Terbitkan 1.040 Penugasan untuk Pilkada 2024

Baca Selengkapnya
Media Sosial Mulai Hangat Jelang Pemilu 2024, Ini Pesan Kapolri

Media Sosial Mulai Hangat Jelang Pemilu 2024, Ini Pesan Kapolri

Jenderal Bintang Empat tersebut pun mewanti-wanti pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian selama proses pemilu.

Baca Selengkapnya
PBNU Tetapkan 1 Ramadan 1445 H Jatuh Pada 12 Maret 2024

PBNU Tetapkan 1 Ramadan 1445 H Jatuh Pada 12 Maret 2024

Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) menetapkan 1 Ramadan 1445 Hijriah jatuh pada tanggal 12 Maret 2024

Baca Selengkapnya
Pakar Nilai DPD RI Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu Tak Memiliki Landasan Hukum, Ini Dalilnya

Pakar Nilai DPD RI Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu Tak Memiliki Landasan Hukum, Ini Dalilnya

Rullyandi menilai, persetujuan pembentukan pansus oleh anggota dan pimpinan DPD RI ini pun melanggar UU MD3.

Baca Selengkapnya