Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Profesor Amerika: FPI Hanya Bubar Secara Organisasi, Ideologinya Tidak

Profesor Amerika: FPI Hanya Bubar Secara Organisasi, Ideologinya Tidak Habib Rizieq ditahan polisi. ©Liputan6.com/Helmi Fithriansyah

Merdeka.com - Pelarangan aktivitas dan penggunaan atribut Front Pembela Islam (FPI) oleh pemerintah menuai berbagai kontroversi. Surat Keputusan Bersama (SKB) 6 menteri yang jadi dasar pelarangan dinilai tak memecahkan masalah ideologi yang dianut FPI selama ini.

Seorang profesor politik dari Universitas Cornell Amerika Serikat, Tom Pepinsky mengatakan, pembubaran FPI adalah error strategis melawan radikalisme yang menunjukkan kelemahan Demokrasi Pancasila di Indonesia.

Tom setuju bahwa FPI merupakan kelompok Islam radikal yang bertentangan dengan Pancasila. Namun, dia mengkritik cara pemerintah Jokowi mengelola isu tersebut dengan melakukan pelarangan aktivitas FPI.

"Tapi pendekatan yang telah beberapa tahun diikuti pemerintahan Jokowi, yaitu membubar ormas secara legal tidak akan efektif," tulis Pep dalam akun Twitternya, @TomPepinsky, dikutip merdeka.com, Sabtu (31/12).

Tom merupakan akademisi yang sudah lama mempelajari interaksi sistem politik dan ekonomi, khusus di Asia Tenggara. Tom adalah mantan presiden Amerika Institut Studi Indonesia (AIFIS).Tom menambahkan, pemerintah hanya membubarkan organisasi. Tapi bukan membubarkan ideologinya atau dukungan Islamis.

"Dalam waktu pendek akan muncul kelompok-kelompok baru, yang diperkuatkan oleh tindakan hukum represif ini," kata Tom yang juga Anggota Dewan Direksi Asosiasi Pembelajaran Analitik tentang Islam dan Masyarakat Muslim (AALIMS).

Alasan? Karena yang dibubarkan bukan ideologi atau dukungan Islamis ini, hanya organisasi, struktur hukum. Dalam waktu pendek akan muncul kelompok2 baru, yang diperkuatkan oleh tindakan hukum represif ini pic.twitter.com/LY6TzjE68F

— Tom Pepinsky (@TomPepinsky) December 30, 2020

Tom juga mengkritik cara yang digunakan pemerintah Jokowi dengan mengeluarkan SKB untuk menghentikan aktivitas FPI. Menurut dia, kekuasaan Jokowi nantinya akan sangat sulit untuk dibatasi.

"Ini bukan tindakan dari demokrasi yang sehat, yang percaya diri. Sebaliknya, dari demokrasi yang sesat, yang tidak percaya ideologi Pancasila bisa melawan Islamisme garis keras. Mengkhawatirkan. Dan implikasinya jangka panjang menakutkan," katanya.

Ini bukan tindakan dari demokrasi yang sehat, yang percaya diri. Sebaliknya, dari demokrasi yang sesat, yang tidak percaya ideologi Pancasila bisa melawan Islamisme garis keras. Mengkhawatirkan. Dan implikasinya jangka panjang menakutkan.

— Tom Pepinsky (@TomPepinsky) December 30, 2020

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti melihat, ada dua aspek yang menjadi titik perhatian dalam dikeluarkannya larangan untuk aktivitas FPI. Yakni dari aspek undang-undang dan hak asasi manusia (HAM).

"Terlepas dari pada ini FPI atau bukan. Sekali saja prinsip (HAM) ini dilanggar, dibuat perangkat hukumnya, maka siapapun yang nanti berseberangan dengan penguasa, yang paling berhak menggunakan perangkat hukum ini akan terkena," kata Bivitri saat dihubungi merdeka.com Kamis (31/12).

Bivitri menilai, SKB yang dikeluarkan pemerintah suatu hal yang lazim. Aturan ini tertuang dalam pembentukan peraturan perundang-undangan Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011.

"Tetapi masalahnya kemudian dampak dari pembuatan SKB ini, memang SKB ini cukup rapih dalam pembuatan perundang-undangan. Dalam arti, dia tidak menyatakan melarang, tidak secara tegas. Memang ada kata melarang, tapi tidak secara tegas betul," paparnya.

"Dia juga tidak menggunakan kata membubarkan seperti halnya waktu ada peraturan soal HTI yang membubarkan HTI. Tapi dia mengatakan bahwa FPI sudah bubar secara de jure sejak dia tidak lagi mendaftarkan diri (memperpanjang izin) pada 2019, secara de jure," tambahnya.

Dari situlah, Bivitri menyebutkan berdasarkan poin kedua SKB yang menyatakan secara de jure FPI telah bubar, pada kenyataannya masih terus melakukan berbagai kegiatan yang mengganggu ketenteraman, ketertiban umum dan bertentangan dengan hukum.

"Karena dengan kacamata itu, anda (FPI) itu sudah tidak eksis, kok anda masih melakukan hal-hal yang melanggar hukum seperti ini? Intinya kalau dalam bahasa sehari-hari, itu yang dikatakan dalam SKB," jelasnya.

SKB Jadi Legitimasi Aparat

Padahal, lanjutnya, nilai dikeluarkan SKB ini hanya semata untuk menguatkan tindakan larangan yang dilakukan aparat penegak hukum, namun tidak punya nilai peraturan perundang-undangan. Walaupun di dalamnya mencantumkan undang-undang, tetapi tak bisa mengatur norma baru, termasuk larangan pembubaran FPI.

"Dia itu seperti bilang pada semua jajaran aparat penegak hukum dan kementerian lembaga yang menandatangani keputusan bersama itu, yok kalian silakan bertindak. Mereka sudah bubar secara de jure itu yang dikatakan," terang dia.

Bivitri menambahkan, jika penerbitan SKB memang tidak melarang dan membubarkan FPI secara tegas, namun itu efektif untuk melarang kegiatan FPI. Akan tetapi, pada aspek HAM, negara tidak boleh membubarkan organisasi melalui peraturan perundang-undangan. Karena organisasi berbadan hukum sebenarnya bisa dibubarkan oleh negara, namun harus melalui putusan pengadilan.

"Ini yang sudah diruntuhkan konstruksi hukumnya dengan UU Ormas yang tahun 2013, yang kemudian diubah lagi tahun 2017 tentang perubahan UU Ormas yang asalnya adalah Perppu yang kita kenal dulu namanya Perppu HTI yang tanda kutip sudah menjadi UU yaitu perubahan UU Ormas tadi," jelasnya.

"Nah jadi konstruksi hukumnya di Indonesia sudah dibuat demikian longgar, dan sesungguhnya melanggar kebebasan berorganisasi. Nah berangkat dari situ ke belakangnya jadi makin kacau menggunakan SKB untuk secara efektif melarang suatu organisasi," tambahnya.

Oleh sebab itu, ia mengkritik pengeluaran SKB ini yang secara efektif membubarkan FPI melalui alasan de jure karena tak mendaftar SKT. Akan tetapi, dalam SKB ini mengakui adanya putusan Mahkamah Konstitusi No 82 Tahun 2013 yang menyatakan SKT itu tidak wajib bagi suatu ormas melakukan kegiatan.

"Nah SKB ini juga mengakui putusan MK itu sekali lagi bisa dikatakan bahasa sehari-hari SKB ini bilang, ya silakan anda beraktifitas. Tetapi anda tidak boleh melanggar hukum, tapi itu menjadi pernyataan yang sia-sia karena memang tidak ada siapapun di negara ini yang boleh melanggar hukum," ujarnya.

"Tapi secara efektif di lapangan seperti yang kita lihat bermodalkan SKB ini sebagai legitimasi untuk melakukan pelarangan-pelarangan. Kemarin sudah dilakukan secara semena-mena. Menurut saya kemudian beberapa orang ditangkap, digeledah dompetnya dan lain sebagainya. Memang tidak ditangkap secara KUHP, tapi paling tidak diletakkan tempat terpisah, digeledah dan sebagainya yang seharusnya tidak bisa dilakukan di luar kitab UU Acara Pidana," tambahnya.

Oleh sebab itu, ia merasa keluarnya SKB ini serasa menjadi alasan legitimasi politik aparat penegak hukum dalam melarang keberadaan FPI. Dengan tidak menyebutkan FPI sebagai organisasi terlarang, namun melarang kegiatan, aktifitas, simbol, artibut FPI.

Bivitri juga menanggapi keputusan FPI yang akan mengubah namanya yang semula Front Pembela Islam menjadi Front Persatuan Islam. Karena model pelaranganya yang dinilai kurang tepat dengan mekanisme SKB enam menteri tersebut.

"Lalu idealnya bagaimana? Ya harus melewati pengadilan, ya misalnya dengan melakukan model pelarangan seperti ini. Ya tentu tidak salah kemudian beberapa anggota FPI bilang. Oh kalau gitu kami buat saja organisasi baru, ya tidak salah," jelasnya.

"Karena itulah makanya konstruksi hukum maupun norma itu biasanya tidak melarang pemikiran organisasi dan lain yang sifatnya abstrak. Karena biasanya yang diatur perilaku tindakan, itu yang dikatakan biasanya dibilang tindakan, jadi tidak akan efektif bentuk peraturan seperti ini (SKB)," lanjutnya.

Landasan Hukum Pemerintah

Sebelumnya, Pemerintah telah mengumumkan status hukum Front Pembela Islam (FPI) sebagai organisasi massa (Ormas). Hal ini diungkapkan langsung oleh Menko Polhukam Mahfud MD.

Mahfud mengatakan, bahwa FPI sejak tanggal 20 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas. Tetapi sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktifitas yang melanggar ketertiban dan keamanan dan bertentangan dengan hukum.

"Tindak kekerasan, sweeping atau razia secar sepihak, provokasi dan sebagainya,” jelas Mahfud MD di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (30/12).

Mahfud MD mengutip Peraturan UU dan sesuai putusan MK nomor 82 PUU11 Tahun 2013 tertanggal 23 Desember 2014. Dia pun menegaskan, pemerintah melarang aktivitas FPI.

"Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan dilakukan FPI. Karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing, baik sebagai ormas maupun organisasi biasa," terang Mahfud MD.

Sebelum memutuskan hal ini, Mahfud MD memimpin rapat bersama dengan sejumlah menteri dan kepala lembaga negara. Di antaranya, Mendagri Tito Karnavian, Menkum HAM Yasonna Laoly, Menkominfo Johnny G Plate. Hadir juga Kapolri Jenderal Idham Azis, Panglima TNI Hadi Tjahjanto, Kepala BNPT Boy Rafli Amar serta Kepala BIN Budi Gunawan.

Gunakan 6 Dasar Hukum

Dalam surat keputusan bersama Mendagri, Menkum HAM, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT tentang Larangan Kegiatan dan Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI, ada enam hal yang menjadi pertimbangan pemerintah.Pertama, demi menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara, yaitu Pancasila, UUD RI 1945, keutuhan NKRI, Bhinneka Tunggal Ika yang sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi masyarakat (Ormas).Kedua, pemerintah menilai anggaran dasar FPI bertentangan dengan Pasal 2 UU Ormas. Yaitu, asas organisasi masyarakat tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD RI 1945Ketiga, FPI belum memperpanjang surat keterangan terdaftar (SKT) sebagai ormas yang berlaku sampai 20 Juni 2019. FPI juga tidak memenuhi syarat untuk memperpanjang SKT. Sehingga secara de jure sejak 21 Juni 2019 FPI dianggap bubar.Keempat, kegiatan FPI dianggap telah bertentangan dengan pasal 5 huruf g, pasal 6 huruf f, pasal 21 huruf b dan d, pasal 59 ayat 3 huruf a, c, dan d, pasal 59 ayat 4 huruf c, dan pasal 82 UU Ormas.Kelima, anggota dan pengurus FPI terlibat dalam tindak pidana terorisme serta tindak pidana umum. Sebanyak 35 orang terlibat tindak pidana terorisme dan 20 di antaranya telah dijatuhi pidana. Serta, 206 orang anggota dan atau pengurus FPI terlibat berbagai tindak pidana umum yang 100 di antaranya telah dijatuhi pidana.Keenam, anggota dan pengurus FPI kerap melakukan tindakan razia atau sweeping di masyarakat yang sesungguhnya merupakan tugas dan kewenangan aparat penegak hukum.

(mdk/rnd)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Diskriminasi adalah Perlakuan Berbeda yang Merugikan Golongan Tertentu, Ini Penyebab dan Dampaknya

Diskriminasi adalah Perlakuan Berbeda yang Merugikan Golongan Tertentu, Ini Penyebab dan Dampaknya

Diskriminasi sosial adalah suatu sikap membedakan secara sengaja terhadap orang atau golongan yang berhubungan latar belakang tertentu.

Baca Selengkapnya
Luar Biasa Kuat, Prajurit TNI ini Bikin Keok Petarung asal Amerika, Momennya Mendebarkan

Luar Biasa Kuat, Prajurit TNI ini Bikin Keok Petarung asal Amerika, Momennya Mendebarkan

Berikut prajurit TNI yang bikin keok petarung asal Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya
Ulama Barisan Lauhil Mahfud se-Priangan Timur Bertekad Menangkan Pasangan Ganjar-Mahfud

Ulama Barisan Lauhil Mahfud se-Priangan Timur Bertekad Menangkan Pasangan Ganjar-Mahfud

Indonesia ke depan butuh sosok pemimpin yang memahami problem kebangsaan.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Kisah Arek Suroboyo Sang Juragan Nasi Pecel di Amerika, Pernah Jadi Tukang Cuci Piring hingga Diludahi Orang

Kisah Arek Suroboyo Sang Juragan Nasi Pecel di Amerika, Pernah Jadi Tukang Cuci Piring hingga Diludahi Orang

Pasutri ini merasakan kehidupan berat sebagai kaum minoritas. Sang istri pernah diludahi orang karena memakai jilbab

Baca Selengkapnya
Mengenal Abdul Hamid Nobuharu Ono, Perwira Muslim Jepang yang Fasih Berbahasa Jawa

Mengenal Abdul Hamid Nobuharu Ono, Perwira Muslim Jepang yang Fasih Berbahasa Jawa

Selama Abdul Hamid Ono berada di Nusantara, ia memiliki tugas sebagai intelijen dan informan terkait berbagai aktivitas orang-orang sekaligus tokoh muslim.

Baca Selengkapnya
Mahfud Ajak Kiai Hingga Masyayikh se-Jabar Jaga Persatuan NKRI

Mahfud Ajak Kiai Hingga Masyayikh se-Jabar Jaga Persatuan NKRI

Mahfud mengingatkan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia dengan pelbagai sikap perdamaian.

Baca Selengkapnya
Punya Arti Filosofi, Ini Tujuan Program Berbagi Ketupat kepada Masyarakat

Punya Arti Filosofi, Ini Tujuan Program Berbagi Ketupat kepada Masyarakat

Secara filosofi, ketupat merupakan makanan khas dalam budaya Indonesia sebagai simbol perayaan keluarga dan sosial.

Baca Selengkapnya
Proses Masuknya Islam ke Indonesia berdasarkan Tiga Teori, Begini Penjelasannya

Proses Masuknya Islam ke Indonesia berdasarkan Tiga Teori, Begini Penjelasannya

Proses masuknya Islam ke Indonesia didasarkan pada tiga teori. Terdapat pula tokoh-tokoh penting dalam proses penyebarannya.

Baca Selengkapnya
Jika Menang Pilpres, Mahfud Sebut Bakal Mengambil Kombinasi Kepemimpinan Soekarno-Hatta

Jika Menang Pilpres, Mahfud Sebut Bakal Mengambil Kombinasi Kepemimpinan Soekarno-Hatta

Sumatera Barat bagi Mahfud bukan hanya sekadar penyumbang orang atau tokoh, tetapi juga sebagai daerah tempat meramu ideologi yang lahir di negara ini.

Baca Selengkapnya