Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Penjelasan Pakar Hukum Tata Negara Soal Wacana Penambahan Masa Jabatan Presiden

Penjelasan Pakar Hukum Tata Negara Soal Wacana Penambahan Masa Jabatan Presiden Pelantikan Jokowi-Maruf. ©2019 Merdeka.com/Iqbal Nugroho

Merdeka.com - Wacana terkait amandemen UUD 45 melahirkan pro kontra di kalangan Parlemen maupun politisi. Salah satu isu bahasannya adalah penambahan masa jabatan presiden dari 2 periode menjadi 3 periode ataupun dari 5 tahun menjadi 7 tahun.

Menyikapi hal tersebut, pakar hukum tata negara, Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. menuturkan berdasarkan ketentuan norma pasal 7 UUD 1945 hasil amandemen pertama yang menjelaskan tentang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden lima tahun, dan setelah itu dapat dipilih kembali dalam masa jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

"Kemudian secara operatif ketentuan tersebut diatur lebih teknis dalam UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, khususnya ketentuan pasal 169 huruf N," ujar Fahri dalam keterangan tertulisnya, Minggu (24/11).

Menurut Fahri, ketentuan pasal 169 huruf N tersebut mengatur soal persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden, sebagaimana rumusannya adalah bahwa, seseorang yang belum pernah menjabat sebagai presiden dan wakil presiden selama dua kali masa jabatan yang sama.

Disebutkan Fahri, yang dimaksud belum pernah menjabat dua kali masa jabatan yang sama adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan, baik berturut turut maupun tidak berturut-turut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari 5 (lima) tahun.

"Jika kita membaca secara hati-hati 'Memorie van Toelichting' sebagaimana terdapat dalam naskah komprehensif perubahan UUD NRI Tahun 1945, sangat jelas adanya kesadaran dan spirit pembatasan kekuasaan presiden dan masa jabatan presiden hanya untuk dua kali masa jabatan, hal ini dapat tergambar dari perdebatan-perdebatan politik dan akademik pada PAH I BP MPR yang bertugas melakukan perubahan UUD Tahun 1945 sepanjang berkaitan dengan pembatasan masa jabatan presiden, dan sebagaimana terdapat dalam rumusan final sebagaimana terdapat dalam ketentuan pasal 7 UUD NRI Tahun 1945 hasil perubahan pertama itu," terang dia.

Fahri menjelaskan bahwa ketentuan tersebut secara historis merupakan rumusan normatif yang diadopsi dari TAP MPR No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Kekuasaan dan Masa Jabatan Presiden.

Lebih Lanjut, Fahri Bachmid mengatakan secara teoritik ada empat konsep pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang dikenal dalam literatur hukum tata negara. Pertama, tidak ada masa jabatan Kedua (no re-election). Kedua, tidak boleh ada masa jabatan yang berlanjut (no immediate re-election). Ketiga, maksimal dua kali masa jabatan (only one re-election). Dan Keempat, tidak ada pembatasan masa jabatan (no limitation re-election).

"Dan dari segi corak pengaturan hukum tata negara modern, tentunya konsep yang keempat atau terakhir tidak sejalan dengan ajaran dan prinsip sistem pemerintahan presidensial, yang secara absolut berorientasi pada pembatasan kekuasaan pemerintahan negara," jelas Fahri Bachmid.

Fahri mengatakan, berbagai konsep dan praktik pembatasan kekuasaan presiden tersebut, maka sistem 'no re-election' diterapkan oleh negara Filipina dengan membatasi masa jabatan presiden hanya satu kali enam tahun, sedangkan konsep 'only one re-election' diterapkan pada sistem pemerintahan Amerika serikat (AS), Pasca amandemen ke-22 konstitusi AS, yang secara tegas membatasi masa jabatan presiden maksimal dua kali masa jabatan/periode. Sedangkan sistem 'no limitation re-election' pernah terjadi dalam praktik ketatanegaraan Indonesia sebelum periode Presiden Soeharto.

Diketahui, Presiden Soekarno mulai menjabat pada tahun 1945 sampai dengan tahun 1966. Sedangkan Presiden Soeharto mulai menjabat sejak Periode tahun 1966 sampai dengan tahun 1998. Dan sejak saat itu praktik pengisian jabatan presiden Republik Indonesia secara berkali kali karena terpelihara dalam konvensi ketatanegaraan Indonesia dan hal yang demikian itu diterima pada saat itu.

"Setelah itu pada saat Pemilu tahun 2004 dan terpilihnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, maka praktik pengisian dan masa jabatan presiden telah berjalan dan tertata secara teratur dengan prinsip 'fixed term' dan berlangsung hingga saat ini," katanya.

Fahri menambahkan, pranata pembatasan kekuasaan presiden secara filosofis adalah tidak terlepas dari konsekuensi penerapan sistem pemerintahan presidensial, karena secara hukum tata negara disebutkan bahwa kedudukan dan eksistensi presiden sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan (chief of executive) yang memiliki kekuasaan sangat besar.

"Dengan demikian maka secara doktrinal harus mutlak dibatasi oleh konstitusi, dan hal ini telah diterima secara universal sebagai sebuah konsep rasional dan relevan untuk sebuah negara demokrasi," pungkas Fahri.

Menurut Fahri, kekuasaan kepala negara dibatasi oleh UUD meliputi isi dan substansi kekuasaan, serta pembatasan kekuasaan yang berkaitan dengan waktu dijalankannya kekuasaan negara tersebut.

"Jadi mengenai masa jabatan presiden sebenarnya konsep pembatasan yang diatur dalam norma pasal 7 UUD NRI Tahun 1945 sebagai hasil amandemen pertama masih sangat relevan, serta sejalan dengan konsep negara demokrasi konstitusional," ungkapnya.

Kemudian, Fahri meminta agar kemajuan konsep negara demokrasi konstitusional yang sudah terbangun secara baik selama ini tidak mengalami kemunduran. Sebab, kata dia, sistem dua periode baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut dalam periode masa jabatan presiden sebagaimana diatur dalam konstitusi telah sangat konstruktif.

"Bahwa berbagai wacana perpanjangan masa jabatan presiden saat ini adalah sebuah diskursus yang wajar saja dan tidak perlu dibesar besarkan. Tentunya setiap gagasan dan usulan idealnya disertai dengan kajian yang secara akademik dapat dipertanggungjawabkan. Artinya harus mempunyai basis akademik kuat dan komprehensif terkait dengan urgensi serta konteks usulan seperti itu. Karena ini berkaitan dengan sistem tata negara yang diatur dalam konstitusi. Dengan demikian maka harus terhindar dari gagasan serta usulan yang bersifat parsial dan kering nilai filosofisnya," tutup Fahri Bachmid.

(mdk/cob)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Masa Jabatan Presiden menurut UUD 1945, Begini Penjelasannya

Masa Jabatan Presiden menurut UUD 1945, Begini Penjelasannya

Masa jabatan presiden menentukan seberapa lama seorang pemimpin dapat memegang kekuasaan dan mengimplementasikan kebijakannya.

Baca Selengkapnya
Saksi Ahli Kubu AMIN Sebut Penetapan Gibran sebagai Cawapres Langgar Hukum dan Konstitusi

Saksi Ahli Kubu AMIN Sebut Penetapan Gibran sebagai Cawapres Langgar Hukum dan Konstitusi

Bambang berujar, tak semestinya syarat pencalonan presiden dan wakil presiden diubah dan diamandemen kan di tengah proses Pemilu sedang berlangsung.

Baca Selengkapnya
Tim Hukum AMIN Ancam Laporkan Jokowi ke Bawaslu soal Pernyataan Presiden Boleh Kampanye dan Memihak di Pemilu

Tim Hukum AMIN Ancam Laporkan Jokowi ke Bawaslu soal Pernyataan Presiden Boleh Kampanye dan Memihak di Pemilu

Tim Hukum Nasional AMIN sudah menyiapkan format laporan terkait pernyataan Jokowi ke Bawaslu.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Pastikan Bukan 'Ban Serep', Ganjar Ungkap Tugas Mahfud Jika Jadi Wapres

Pastikan Bukan 'Ban Serep', Ganjar Ungkap Tugas Mahfud Jika Jadi Wapres

Ganjar dan Mahfud sejak awal sudah membahas skala prioritas dari tugas dan tanggung jawab sesuai kewenangan masing-masing sebagai presiden dan wakil presiden.

Baca Selengkapnya
Inilah Presiden Indonesia Usia Tertua saat Dilantik, Umurnya di Atas 60 Tahun

Inilah Presiden Indonesia Usia Tertua saat Dilantik, Umurnya di Atas 60 Tahun

Dari 7 Presiden yang memimpin Indonesia, BJ Habibie lah kepala negara RI tertua ketika dilantik yakni 61 tahun.

Baca Selengkapnya
Pidato Penutup Cak Imin: Tobat Dimulai dari Etika, Jangan Ugal-ugalan dan Mengangkangi Aturan

Pidato Penutup Cak Imin: Tobat Dimulai dari Etika, Jangan Ugal-ugalan dan Mengangkangi Aturan

Pidato Penutup Cak Imin: Tobat Dimulai dari Etika, Jangan Ugal-ugalan dan Mengangkangi Aturan

Baca Selengkapnya
Saksi Ahli Kubu Ganjar-Mahfud Sindir Pencalonan Gibran Bentuk Kekhilafan KPU Jalani Aturan Batas Usia Capres-Cawapres

Saksi Ahli Kubu Ganjar-Mahfud Sindir Pencalonan Gibran Bentuk Kekhilafan KPU Jalani Aturan Batas Usia Capres-Cawapres

Khilaf dimaksud adalah tidak ada aturan turunan tingkatan PKPU saat pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden tidak sesuai batas usia persyaratan.

Baca Selengkapnya
Siap Hadapi Debat Keempat Pilpres, Gibran: Enggak Pakai Singkatan

Siap Hadapi Debat Keempat Pilpres, Gibran: Enggak Pakai Singkatan

Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka mengaku siap menghadapi debat keempat Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya
Sempat Diremehkan Calon Ibu Mertua Lantaran Dulunya Santri, Perempuan Ini Buktikan Diri Jadi Abdi Negara

Sempat Diremehkan Calon Ibu Mertua Lantaran Dulunya Santri, Perempuan Ini Buktikan Diri Jadi Abdi Negara

Perempuan ini membagikan kisah pahit asmaranya di masa lalu yang diremehkan ibu dari kekasihnya.

Baca Selengkapnya