Penjelasan KPU Depok Soal Bawaslu Walk Out saat Rapat Pleno Bahas DPS
Merdeka.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok angkat bicara perihal walk out yang dilakukan Bawaslu saat rapat pleno pada Minggu (13/9) sore kemarin. Saat itu Bawaslu walk out karena merasa tidak dianggap oleh KPU atas rekomendasi yang dikeluarkan.
"Mereka walk out, mereka menyampaikan saran untuk penundaan di rapat pleno. Kita kan menanyakan kepada peserta yang lain, dari parpol, yang lain menyarankan untuk dilanjutkan. Sehingga kita melanjutkan rapat pleno tersebut dan mereka walk out," kata Ketua KPU Depok, Nana Sobharna, Senin (14/9).
Soal permintaan Bawaslu perihal pemutakhiran data, Nana menjelaskan, pihaknya sudah melakukan tahapan itu sesuai dengan ketentuan. Dia menuturkan, rapat pleno tingkat kota merupakan tindaklanjuti dari rapat pleno mulai dari kelurahan, setelah kelurahan, rapat pleno di tingkat kecamatan.
"Jadi tidak ujug-ujug kita tingkat kota melakukan rapat pleno. Catatan kami, pelaksanaan rapat pleno di tingkat bawah, baik tingkat kelurahan maupun tingkat kecamatan, itu berjalan lancar dan tidak ada catatan apapun. Artinya kami menganggap bahwa sudah tidak ada persoalan lagi," ujarnya.
Sementara itu perihal salinan data yang diminta Bawaslu, Nana mengatakan, apa yang diminta Bawaslu adalah bagian dari upaya yang dilakukan pihaknya. Dia menegaskan, pihaknya mengacu kepada surat dari KPU pusat, sehingga tidak bisa memberikan data yang diminta.
"Jadi acuannya ada, dasarnya kita tidak memberikan tuh ada. Dan ini kan juga sudah menjadi pembahasan di tingkat pusat antara KPU RI dan Bawaslu RI, jadi kita tidak memberikannya ada dasarnya," tegasnya.
Lihat juga berita tentang KPU di Liputan6.com
Kemudian, dia menerangkan, pihaknya juga mempertanyakan soal temuan Bawaslu yang menyebut ada oknum PPS yang memberikan data by name by address pada pihak eksternal. Bahkan, Nana meminta kejelasan informasi atas temuan PPDP soal adanya pihak yang menggandakan AKWK di dua kelurahan dengan dalih untuk pegangan.
"Pertama pihak eksternal perlu dijabarkan terlebih dahulu, pihak eksternal mana yang disebut, nah ga disebut. Kemudian PPS memberikan by data, itu juga disampaikan secara lisan. Artinya, tidak ada kejelasan dimana, kejadian bagaimana. Walaupun kita akan mengcroscek ada temuan dan laporan itu, jadi penyampaian seperti itu saya pikir perlu didalami lagi. Kalau ada pihak eksternal dari unsur apa bisa disebutkan," pungkasnya.
Bawaslu Depok Walk Out saat Rapat Pleno
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Depok walk out saat Rapat Pleno Rekapitulasi Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (DPHP) dan Penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS). Rapat digelar oleh KPU Kota Depok pada Minggu (13/9) sore.
Walk out dilakukan Bawaslu karena KPU dianggap tidak mengindahkan rekomendasi yang diberikan Bawaslu. Dalam hal ini Bawaslu mempertanyakan perihal data pemilih namun KPU tidak memberikan. Padahal Bawaslu bagian dari instrumen pesta demokrasi pemilihan kepala daerah.
Walaupun walk out namun KPU tetap melanjutkan rapat. "Pada awal Pleno kami menyampaikan Rekomendasi penundaan penetapan DPS agar KPU Kota Depok terlebih dahulu menindaklanjuti Rekomendasi Bawaslu Kota Depok yang berkaitan penyampaian daftar pemilih sesuai dengan Pasal 12 Ayat 11 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2019," kata anggota Bawaslu Kota Depok, Andriansyah, Minggu (13/9).
Dalam pasal tersebut disebutkan PPS menyampaikan daftar pemilih sebagaimana dalam ayat (1) kepada PPK, PPL dan KPU/KIP kabupaten/kota dalam bentuk soft copy dan hard copy. Namun pada saat rapat digelar sore tadi, daftar tersebut belum ada salinannya.
"Bawaslu juga meminta agar KPU Depok menyelesaikan pemutakhiran data pemilih yang belum tuntas. Seperti data pemilih DPK tahun 2019 yang belum masuk ke Daftar Pemilih A. KWK," tambahnya.
Bawaslu mengaku heran mengapa KPU tidak memberikan salinan data pada pihaknya. Padahal Bawaslu menemukan data by name by address yang diberikan pada pihak eksternal.
"Sesuai dengan Hasil Pengawasan Bawaslu Kota Depok melalui jajaran Panwaslu Kecamatan, ditemukan fakta adanya oknum PPS yang memberikan by name by address ke pihak external dan ditemukan PPDP yang menggandakan A.KWK di 2 Kelurahan dengan dalih untuk pegangan," kata anggota Bawaslu lainnya, Dede Slamet Permana.
Dia menuturkan dalam surat balasan KPU Kota Depok mengenai tindak lanjut rekomendasi Bawaslu Kota Depok pada tanggal 12 September 2020 yang menginstruksikan PPS dan PPK untuk tidak memberikan data kepada pengawas pemilu, KPU Kota Depok berdalih menjaga kerahasiaan data sebagaimana ketentuan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2013, 1), PKPU nomor 6 tahun 2020 pasal 25 ayat 4, dan SE KPU RI nomor 684/PL.021.-SD/01/KPU/VIII/2020 tanggal 25 Agustus 2020 perihal Penyusunan dan Penyerahan DPHP oleh PPS.
"Ini seperti standar ganda yang diterapkan KPU. Dan kami (bawaslu) dianggap sebagai eksternal oleh KPU," ungkapnya.
Dia juga menyoroti perihal Pemilih Rutan. Menurut dia tidak ada yang namanya 'Pemilih Rutan' karena berdasarkan hasil pengawasan di lapangan, pemilih rutan tetap berada di TPS asal.
"Jumlahnya 696, bagaimana nasib mereka ketika hari H pencoblosan. Dan perihal isu tersebut KPU Kota Depok tidak menyampaikan kepada publik padahal ini merupakan sesuatu yang harus publik ketahui. Lalu terdapat 12.128 pemilih yang belum memiliki E-KTP dan17.182 Data Tidak Dikenal," bebernya.
Dengan segala persoalan yang ada maka Bawaslu meminta adanya penundaan. Karena daftar pemilih adalah kunci sukses penyelenggaraan Pilkada.
"Semua keruwetan ini akan menjadi masalah besar bila Pleno Rekapitulasi DPHP dan Penetapan DPS tetap dilanjutkan. Lakukan penundaan karena Data Pemilih adalah kunci kesuksesan penyelenggaraan pilkada. Jangan lagi menjadi Data Permasalahan Tetap. Tapi Data Pemilih yang akurat dan menjamin hak pilih warga negara," tutupnya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kini hanya tinggal menunggu kedatangan pimpinan KPU Papua untuk mengikuti rapat pleno.
Baca SelengkapnyaSetidaknya rekapitulasi suara sudah dilakukan untuk 21 provinsi lainnya.
Baca SelengkapnyaDengan adanya agenda rapat pleno dua provinsi terakhir, kemungkinan penetapan Hasil Pemilu 2024 akan dilakukan malam hari.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
KPU Kabupaten Bekasi melibatkan sebanyak 1.000 tenaga kerja lokal untuk pelaksanaan kegiatan sortir
Baca SelengkapnyaSuara PDIP pada pemilu ini turun dibanding raihan 2019 yaitu 27.053.961 atau 19,33 persen dari total 139.971.260 suara sah.
Baca SelengkapnyaTudingan itu muncul karena beberapa kecamatan menghentikan sementara rapat pleno perhitungan suara Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaRapat pleno rekapitulasi tingkat nasional dipimpin langsung oleh Hasyim Asy'ari, dan dihadiri oleh para saksi capres cawapres.
Baca SelengkapnyaKetua KPUD tidak menjabarkan soal penyebab penundaan proses rekapitulasi suara di kecamatan.
Baca SelengkapnyaMassa yang hadir menduga ada pelanggaran seperti pengurangan, penambahan, hingga pengalihan suara yang dilakukan PPS dan PPD kepada dari caleg lain.
Baca Selengkapnya