Ormas antinarkoba minta MA tolak PK Freddy Budiman
Merdeka.com - Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) berharap peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana mati kasus narkoba, Freddy Budiman ditolak. Keinginan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Granat, Ashar Suryobroto, Sabtu (28/5).
"Granat menolak PK Freddy Budiman. Walau tampilannya kini berubah, kami tidak memercayainya. Karena banyak cara kerap dilakukan untuk mengubah tampilan. Kami harap petugas hukum mempunyai pegangan yang jelas," katanya.
Dia mengemukakan, saat ini rakyat Indonesia menantikan eksekusi mati tahap tiga terhadap terpidana mati kasus narkoba. Dalam perhitungan Granat sudah ada 64 terpidana mati yang grasi yang ditolak presiden.
"Negara jangan kalah dalam hal ini (pemberantasan narkoba). Harus punya komitmen dalam pemberantasan narkoba," ucapnya.
Ia mengemukakan, Granat akan selalu berada di garis depan pemberantasan narkoba di Indonesia. Diakuinya, Freddy Budiman sudah beberapa kali lolos dalam daftar hukuman mati.
"Sudah beberapa kali (Freddy Budiman) seharusnya dihukum mati, kenapa bisa selalu muncul perkara baru, ada apa itu?" tanyanya.
Meski begitu, ia masih memercayai pemerintah tegakkan hukum. Lebih dari itu, ia berharap pemerintah harus memperlihatkan daftar terpidana mati yang akan dieksekusi mati pada tahap tiga ini.
"Kita harus tahu yang masuk daftar (eksekusi tahap) tiga siapa saja. Jangan sampai terjadi bargaining. Kalau untuk eksekusi, saya kira Jokowi jelas hitam putih," ucapnya.
Ashar melanjutkan, kalau pun hanya soal penundaan waktu saja. Meski begitu, ia mengingatkan jangan sampai ada pemikiran politis dalam proses eksekusi tahap tiga. "Jadi, sudah jelas tinggal tunggu waktu (eksekusi tahap tiga), tidak akan berubah," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Granat membacakan tiga poin pernyataan sikapnya tentang hukuman mati bagi terpidana mati kasus narkoba. Pertama, jelas Ashar, hukuman mati bagi napi yang sudah inkrah merupakan bagian tidak terpisahkan dari criminal justice system, sehingga harus dilakukan secepatnya.
Kedua, lanjutnya, menunda eksekusi (mati) sama saja dengan melakukan pembiaran terhadap mereka untuk melakukan pengendalian dari lembaga pemasyarakatan yang juga merupakan pembunuhan terhadap anak bangsa.
"Kita ketahui, saudara Freddy Budiman sudah berkali-kali mengendalikan dari dalam dan kita tidak percaya dengan perubahan-perubahan sekarang. Kemudian yang ketiga, hukuman mati justru dalam rangka mempertahankan peradaban dan di balik kematian mereka terhadap kehidupan bagi berjuta anak bangsa," ucap Ashar.
(mdk/tyo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Calon Presiden nomor urut 1, Anies Baswedan menanggapi isu salam empat jari hingga gerakan tak memilih pasangan Capres nomer 2, Prabowo-Gibran.
Baca SelengkapnyaMenurut Anies, apabila ada menteri yang tak mentaati aturan alias tidak netral, maka masyarakat menunggu sikap dari Jokowi.
Baca SelengkapnyaMomen Ketika Anies Tepuk Tangan dan Kasih Dua Jempol ke Ganjar
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Bahkan, kata Rosan, Prabowo sudah menyatakan secara terbuka jika terpilih menjadi Presiden akan merangkul semua pihak.
Baca SelengkapnyaBergabungnya Partai Golkar dan PAN dalam koalisi pendukung Prabowo sebagai Calon Presiden 2024 membawa angin segara kepada pengurus Partai Gerindra di daerah.
Baca SelengkapnyaKata dia, pemberian pangkat jenderal kehormatan yang diklaim sebagai apresiasi dari negara kepada menteri tersebut juga tidak tepat.
Baca SelengkapnyaPrabowo tak ingin TKN bubar, tapi hanya ganti nama saja
Baca SelengkapnyaGanjar justru menanyakan kapan KPU RI mengirimkan undangan kepadanya.
Baca SelengkapnyaPenetapan ini dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan kubu 01 dan 03 pada sengketa Pilpres 2024, pada Senin (22/4) kemarin.
Baca Selengkapnya