Mudik dan kebiasaan turun temurun masyarakat Indonesia
Merdeka.com - Mudik merupakan fenomena sosial di masyarakat Indonesia, yang terjadi menjelang hari raya keagamaan, terutama pada Lebaran. Hal ini menjadi ciri khas sebagai bentuk partisipasi para perantau. Mereka tentu harus bersilaturahmi kepada sanak famili mereka di kampung halaman.
Kata 'mudik' itu sendiri memiliki makna 'kembali ke udik', atau pulang ke kampung. Kata udik di sini umumnya memang mengacu pada suatu daerah di kawasan pedesaan atau perkampungan. Dalam kata lain merupakan asal daerah bagi para pemudik tersebut.
Fenomena mudik erat kaitannya dengan momentum Lebaran. Ini dimulai sekitar pertengahan dasawarsa 1970-an. Kala itu, ketika Jakarta tampil sebagai ibu kota mengalami kemajuan pembangunan pesat, membuat banyak masyarakat di Indonesia datang ke ibu kota. Tentu saja tujuan mereka untuk mengadu nasib.
Hingga hari ini, mudik telah menjadi bagian dari budaya tahunan sejumlah masyarakat Indonesia,. Kondisi ini sekaligus pencapaian bagi para perantau dalam mengukur tingkat kesuksesan mereka mengadu nasib di ibu kota. Dengan mudik ini, tercipta semacam siklus untuk pergi berjuang dan kembali pulang kepada keluarga.
Sosiolog dari Universitas Ibnu Chaldun, Musni Umar mengatakan, fenomena mudik ini diawali dengan terjadinya urbanisasi untuk mengadu nasib di kota. Hal itu umumnya dilakukan demi mencapai tatanan hidup lebih baik.
"Sejak terjadi urbanisasi, sejak pembangunan di kota-kota bisa memberikan lapangan pekerjaan, sejak orang desa pergi ke kota karena kota menjanjikan hidup lebih baik, maka ramailah orang desa ke kota untuk mencari pekerjaan," ujar Musni saat dihubungi merdeka.com, Jumat (1/7).
"Hal inilah yang kemudian mengajak orang desa untuk pergi ke kota, lalu setelah berhasil mereka ingin kembali ke desa (mudik). Dan itu sudah menjadi tradisi, serta bagian kehidupan bangsa Indonesia yang terjadi sampai saat ini," katanya menambahkan.
Musni Umar pun mengatakan, pola berjuang di kota dan kembali pulang ke desa ini juga menimbulkan sejumlah dampak sosial. Biasanya berupa penyatuan kembali tatanan keluarga setelah berpisah karena kepentingan berlatar finansial.
Lebaran dan mudik menjadi semacam solusi. Ini guna menunjukkan bagaimana perjuangan para perantau untuk kembali ke keluarga.
"Dampak sosialnya itu adalah reintegrasi atau penyatuan kembali masyarakat desa yang sudah lama tinggal di kota, yang pada saat lebaran itu mereka pulang lagi dan merekatkan kembali hubungan keluarga, serta mempersatukan kembali keluarga besarnya dalam tali silaturahim," kata Musni.
(mdk/ang)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Utamanya terkait keselamatan dan kondisi jalanan selama periode mudik.
Baca SelengkapnyaTradisi ini telah menjadi fenomena sosial yang besar di Indonesia, di mana jutaan orang memilih untuk meninggalkan kota.
Baca SelengkapnyaPemilu 1955 di Indonesia merupakan salah satu tonggak sejarah penting dalam proses demokratisasi dan konsolidasi negara setelah merdeka pada tahun 1945.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Mudik adalah tradisi yang sangat erat kaitannya dengan perayaan Lebaran di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSemua masyarakat pribumi larut dalam kegembiraan dalam merayakan kemenangan.
Baca SelengkapnyaHari tanpa bayang yang terjadi tak akan memicu cuaca panas terik
Baca SelengkapnyaKudapan favorit masyarakat Palembang ini tak jauh berbeda dengan kue jala khas India. Perbedaannya ada pada kuah kari yang cenderung encer.
Baca SelengkapnyaRatusan kendaraan roda empat milik pemudik tersebut memadati Pelabuhan Bakauheni untuk menunggu antrean masuk naik ke geladak kapal.
Baca SelengkapnyaTanpa kita sadari, sejumlah kebiasaan yang kita lakukan sehari-hari ternyata bisa menjadi penyebab terjadinya stres pada kehidupan kita.
Baca Selengkapnya