Malioboro, sumbu mistik keraton dan gedung bersejarah
Merdeka.com - Siapa yang tak tahu dengan Malioboro. Jalan yang berada di jantung Kota Yogyakarta itu terkenal sebagai salah satu lokasi wisata di kota itu.
Namun, Malioboro belakangan ramai menjadi buah bibir. Hal ini terkait pergantian papan nama Jalan Malioboro. Plang itu dianggap tidak sesuai dengan corak Malioboro yang kental dengan budaya dan kesederhanaan masyarakat sekitar.
Malioboro merupakan bagian dari sumbu mistik di antara Keraton dan Tugu. Konon arti Malioboro dalam bahasa Sansekerta adalah karangan bunga. Hal ini disebabkan Malioboro dulunya dipenuhi dengan karangan bunga setiap kali Keraton melaksanakan perayaan.
Kawasan Malioboro merupakan daerah yang bersifat heterogen, baik secara fisik maupun sosial. Dulu, kawasan ini dihuni oleh keturunan Tionghoa yang mengembangkan bisnisnya di bidang perdagangan. Pada saat ini golongan minoritas dari penduduknya masih orang keturunan Cina.
Dalam buku "Model baru perancangan kota yang kontekstual" Karya Markus Zahnd, Terbitan Kanisius disebutkan, Jalan Malioboro dalam perkembangannya dikenal sebagai daerah perdagangan yang unik, sehingga menarik perhatian pariwisata internasional dan domestik.
Selain, dikenal sebagai lokasi perbelanjaan dan jajanan tradisional Yogyakarta, Jalan Malioboro juga terkenal dengan wisata sejarahnya. Sejumlah gedung tua dan bersejarah berada di jalan ini, salah satunya adalah Stasiun Tugu.
Stasiun kereta api yang menjadi stasiun utama di Yogyakarta ini terletak di ujung Jalan Malioboro. Stasiun ini pertama kali dioperasikan pada 2 Mei 1887 dan merupakan stasiun kereta terbesar di Indonesia. Awalnya, Stasiun Tugu hanya digunakan sebagai stasiun transit kereta pengangkut hasil bumi, namun pada 1 Februari 1905 digunakan juga sebagai stasiun transit penumpang.
Kedua adalah Benteng Vredeburg. Benteng yang dulunya bernama Benteng Rustenburg ini dibangun Belanda pada 1760 di atas tanah milik Keraton Yogyakarta. Saat itu, benteng ini dibangun untuk melindungi Residen Belanda
Sejak dibangun, benteng ini telah digunakan sebagai benteng pertahanan 1760 hingga 1830, tangsi Belanda dan Jepang 1830 hingga 1945, markas tentara RI 1945 hingga 1977. Namun pada 1992 benteng ini berubah nama menjadi Benteng Yogyakarta setelah pada 1985 dijadikan sebagai Museum Perjuangan.
(mdk/tts)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Seiring perkembangan politik kenegaraan/kekuasaan pada zaman Kerajaan Majapahit, pemerintahan di Banger mengalami perubahan.
Baca SelengkapnyaPohon Hanjuang, juga dikenal sebagai Pohon Beringin Hanjuang, memiliki nilai sejarah yang penting dalam budaya masyarakat Minangkabau di Indonesia.
Baca SelengkapnyaKapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berkesempatan untuk bernostalgia sekalian berkunjung ke rumah kelahirannya di Maluku.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Mirisnya bangunan cagar budaya ini dihancurkan untuk pembangunan mall
Baca SelengkapnyaMitos telinga berdenging dalam primbon Jawa mencerminkan suatu kepercayaan tradisional yang melekat dalam masyarakat Jawa.
Baca SelengkapnyaPrabowo ingin semua pihak mengedepankan kepentingan rakyat dan bangsa untuk menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia.
Baca SelengkapnyaPrabowo Subianto prihatin relawannya ditembak oleh orang tidak dikenal.
Baca SelengkapnyaBangunan ini dalamnya kosong. Dibersihkan setahun sekali pada momen hari-hari besar.
Baca SelengkapnyaHingga kini, masih dijumpai bangunan-bangunan kuno peninggalan kolonial di Ambarawa.
Baca Selengkapnya