Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

KPK Ungkap Peran Isnu Edhi Wijaya di Kasus Korupsi E-KTP

KPK Ungkap Peran Isnu Edhi Wijaya di Kasus Korupsi E-KTP KPK. ©2017 Merdeka.com/Dwi Narwoko

Merdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menahan dua tersangka kasus korupsi e-KTP Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi. Mereka berdua ditahan lantaran terlibat dalam kasus megakorupsi yang merugikan negara Rp2,3 triliun.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, setelah adanya kepastian akan dibentuknya beberapa konsorsium untuk mengikuti lelang e-KTP maka pada sekitar bulan Februari 2011, Andi Agustinus bersama dengan Isnu menemui Irman dan Sugiharto dengan maksud agar salah satu dari konsorsium tersebut dapat memenangkan proyek KTP Elektronik. Atas permintaan tersebut, Irman menyetujui dan meminta adanya komitmen pemberian uang kepada anggota DPR RI.

"Setelah adanya pengumuman Pekerjaan Penerapan KTP Elektronik Tahun Anggaran 2011-2012, pada tanggal 28 Februari 2011 ISE (Isnu), PLS (Paulus Tanos) dan perwakilan vendor-vendor lainnya membentuk Konsorsium PNRI sebagai salah satu dari 3 (tiga) konsorsium yang dibahas antara Andi Agustinus, ISE, PLS, HSF (Husni Fahmi) dan pihak-pihak vendor untuk mengikuti lelang pekerjaan penerapan e-KTP," katanya di Kantor KPK, Kamis (3/2).

Sebelum konsorsium dibentuk, Anang Sugiana, pemilik PT Quadra Solutions, menemui Isnu di kantor PNRI, untuk menyampaikan keinginannya mengikuti pelaksanaan proyek e-KTP. Dalam pertemuan itu, Isnu diduga menyampaikan pada Anang bahwa proyek e-KTP pada Kemendagri merupakan ‘milik’ Andi.

Kemudian, dia mengungkapkan, dilakukan pertemuan di kantor PNRI yang dihadiri oleh Anang, Andi, Paulus dan Isnu. Pada pertemuan tersebut Anang menyampaikan bahwa PT Quadra Solution bersedia untuk bergabung di Konsorsium PNRI, kemudian Andi, Paulus dan Isnu menyampaikan apabila ingin bergabung dengan Konsorsium PNRI maka ada komitmen fee untuk pihak lain sebesar 10%, dengan rincian 5% untuk DPR RI dan sisanya untuk pihak Kemendagri. Permintaan tersebut disanggupi oleh Anang.

"ISE juga sempat menemui HSF (Ketua Tim Teknis BPPT) untuk konsultasi masalah teknologi, dikarenakan BPPT sebelumnya melakukan uji petik e-KTP pada tahun 2009. Kemudian ISE mengundang HSF untuk melakukan presentasi tentang teknologi e-KTP pada pertemuan di Fatmawati," terang Lili.

Pada saat itu, Isnu bertindak sebagai Ketua Konsorsium PNRI. Pemimpin Konsorsium disepakati berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PNRI, agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai Konsorsium yang akan memenangkan lelang Pekerjaan Penerapan KTP Elektronik.

KPK menduga Isnu melakukan pertemuan dengan Andi, Johannes Marliem dan Paulus untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5%. Sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kementerian Dalam Negeri.

"Berdasarkan kesepakatan hasil pertemuan tersebut, Perum PNRI bertanggungjawab memberikan fee kepada IRMAN dan stafnya sebesar 5% dari jumlah pekerjaan yang diperoleh. Ada rentang waktu bulan April sampai dengan Juni 2011 PLS, ISE dan pihak-pihak vendor dalam konsorsium melaksanakan beberapa pertemuan untuk membahas harga barang dan margin keuntungan yang diharapkan, sehingga bisa diajukan harga penawaran," ungkap Lili.

Kemudian, Isnu bersama konsorsium PNRI mengajukan penawaran paket pengerjaan dengan nilai kurang lebih Rp5,8 triliun. Pada tanggal 30 Juni 2011, Sugiharto menunjuk konsorsium PNRI selaku pelaksana pekerjaan penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara nasional (KTP Elektronik) tahun anggaran 2011-2012.

Untuk melaksanakan kontrak tersebut, Isnu membentuk manajemen bersama dan membagi pekerjaan kepada anggota konsorsium. Isnu juga mengusulkan adanya ketentuan setiap pembayaran dari Kementerian Dalam Negeri untuk pekerjaan yang dilakukan oleh anggota konsorsium akan dipotong 2% sampai 3% dari jumlah pembayaran untuk kepentingan manajemen bersama.

"Padahal di dalam rincian penawaran senilai Rp5,8 triliun tidak ada komponen tersebut dan seharusnya semua pembayaran digunakan 
untuk kepentingan penyelesaian pekerjaan. Hasil pemotongan tersebut kemudian digunakan untuk membiayai hal-hal di luar penawaran dan juga digunakan untuk operasional Managemen Bersama Konsorsium PNRI," ujarnya.

Lili menerangkan, pemotongan sebesar 3% tersebut pada akhirnya mempengaruhi pelaksanaan pemenuhan prestasi Perum PNRI itu sendiri. Semua pekerjaan dalam kontrak tersebut tidak dapat disubkontrakkan kecuali terdapat izin secara tertulis dari Sugiharto selaku PPK.

"Namun konsorsium PNRI terbukti mensubkontrakkan sebagian pekerjaan tanpa persetujuan tertulis dari SUGIHARTO. Selain itu, dalam pelaksanaannya konsorsium PNRI juga tidak dapat memenuhi target minimal pekerjaan sebagaimana yang ditetapkan dalam kontrak," tutupnya.

Komisi Pemberantasan Korupsi menahan dua tersangka kasus korupsi e-KTP Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi. Mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik itu terlibat dalam kasus megakorupsi yang merugikan negara Rp2,3 triliun.

Isnu Edhy Wijaya dan Husni Fahmi ditetapkan KPK sebagai tersangka sejak Agustus 2019. Namun, KPK beralasan belum menahan kedua tersangka karena masih melengkapi berkas dan melakukan penelusuran aliran dana korupsi tersebut.

"Tersangka ISE dan HSF dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung 3 Februari 2022 sampai dengan tangga 22 Februari 2022," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (3/2).

Kedua tersangka tersebut ditahan di Rutan Cabang KPK pada Pomdam Jaya Guntur untuk kepentingan penyidikan.

Tersangka ISE dan HSF tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sebelumnya, KPK lebih dahulu menjerat tujuh orang dalam kasus korupsi e-KTPyang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Ketujuh orang tersebut sudah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi atas proyek senilai Rp 5,9 triliun.

Mereka adalah dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto yang masing-masing divonis 15 tahun penjara, mantan Ketua DPR RI Setya Novanto juga divonis 15 tahun penjara, pengusaha Andi Narogong 13 tahun penjara, dan Anang Sugiana Sudihardjo seberat 6 tahun penjara.

Sedangkan Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Massagung masing-masing 10 tahun penjara. Sementara itu, politikus Partai Golkar Markus Nari divonis 8 tahun penjara dalam tingkat kasasi.

Namun dalam perjalannya, MA menyunat vonis Irman dan Sugiharto. Hukuman Irman dipotong dari 15 tahun menjadi 12 tahun. Sementara Sugiharto dari 15 tahun menjadi 10 tahun.

(mdk/fik)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
KPK Periksa IRT Usut Kasus Bupati Sidoarjo Potong Dana Insentif ASN
KPK Periksa IRT Usut Kasus Bupati Sidoarjo Potong Dana Insentif ASN

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Siska Wati sebagai tersangka korupsi pemotongan dana insentif ASN Sidoarjo

Baca Selengkapnya
KPK Tetapkan Kepala BPPD Sidoarjo Jadi Tersangka Korupsi Pemotongan Insentif Pegawai
KPK Tetapkan Kepala BPPD Sidoarjo Jadi Tersangka Korupsi Pemotongan Insentif Pegawai

AS ditahan 20 hari pertama terhitung tanggal 23 Februari 2024 sampai dengan 13 Maret 2024 di Rutan KPK.

Baca Selengkapnya
KPK Beberkan Baru 29,55 Persen Legislator yang Lapor LHKPN, 6 Menteri Jokowi Belum Setor
KPK Beberkan Baru 29,55 Persen Legislator yang Lapor LHKPN, 6 Menteri Jokowi Belum Setor

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis tingkat kepatuhan pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Tahun 2023

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Dipanggil Terkait Kasus Korupsi Eks Mentan SYL, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Tak Penuhi Panggilan KPK
Dipanggil Terkait Kasus Korupsi Eks Mentan SYL, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Tak Penuhi Panggilan KPK

Arief Prasetyo meminta penjadwalan ulang. Ali menjamin, KPK akan menginformasikan jadwal pemeriksaan berikutnya.

Baca Selengkapnya
Sudah Naik Penyidikan, KPK Beberkan Modus Korupsi LPEI Rugikan Negara Rp3,4 Triliun
Sudah Naik Penyidikan, KPK Beberkan Modus Korupsi LPEI Rugikan Negara Rp3,4 Triliun

KPK membeberkan ada tiga perusahaan terlibat terindikasi fraud atau kecurangan hingga mengakibatkan negara rugi Rp3,4 triliun.

Baca Selengkapnya
KPK Tahan Politikus PKB, Timnas AMIN Ingatkan Hukum Tak Jadi Alat Penguasa untuk Pukul Lawan Politik
KPK Tahan Politikus PKB, Timnas AMIN Ingatkan Hukum Tak Jadi Alat Penguasa untuk Pukul Lawan Politik

Politikus PKB Reyna Usman kini ditahan KPK terkait kasus dugaan korupsi.

Baca Selengkapnya
Jelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik
Jelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik

DKPP menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari melanggar etik.

Baca Selengkapnya
Timnas AMIN ingin Bawaslu Tindaklanjuti Putusan DKPP Terhadap Ketua KPU
Timnas AMIN ingin Bawaslu Tindaklanjuti Putusan DKPP Terhadap Ketua KPU

Pelanggaran terhadap enam anggota KPU lainnya ini dikarenakan menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya
Akui Kepercayaan Terhadap KPK Kurang, Mahfud Ingin Kembalikan UU KPK Lama Jika Terpilih Jadi Wapres
Akui Kepercayaan Terhadap KPK Kurang, Mahfud Ingin Kembalikan UU KPK Lama Jika Terpilih Jadi Wapres

Mahfud menegaskan keberadaan lembaga antirasuah itu masih sangat dibutuhkan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Baca Selengkapnya