KPK soal Cegah Eks Anggota DPR Chandra Tirta ke Luar Negeri: Khawatir Sulit Diperiksa
Merdeka.com - Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Irjen Karyoto membenarkan meminta Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM mencegah mantan anggota DPR Fraksi PAN Chandra Tirta Wijaya bepergian ke luar negeri. Chandra Tirta dicegah ke luar negeri berkaitan dengan kasus dugaan suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia.
"Memang ada (Pencekalan), kalau ditanya, konfirmasi apakah betul mencekal? Betul kami mencekal. Ada peristiwa ini? Iya ada, kan begitu," ujar Karyoto dalam keterangannya, Rabu (5/10).
Karyoto belum bersedia menjelaskan status Chandra Tirta yang sudah dicekal ke luar negeri. "Cekal itu bisa saksi juga, bisa tersangka. Saksi juga bisa dicekal," kata Karyoto.
Namun demikian, Karyoto memastikan pencekalan terhadap seseorang dilakukan karena kebutuhan proses penyidikan. Menurut Karyoto, KPK tak ingin kesulitan memeriksa Chandra Tirta nanti lantaran tetap berada di dalam negeri.
"Karena ada kekhawatiran kita apabila orang ini pergi ke luar negeri akan sulit menghadirkan," kata dia.
Imigrasi Benarkan Pencegahan
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM) membenarkan mencegah mantan anggota DPR Fraksi PAN Chandra Tirta Wijaya bepergian ke luar negeri. Subkoordinator Humas Ditjen Imigrasi Achmad Nur Saleh menyebut, Chandra dicegah ke luar negeri selama enam bulan sejak 25 Agusus 2022.
"Yang bersangkutan (Chandra Wijaya) aktif dalam daftar cegah, dengan masa pencegahan 25 Agustus 2022 sampai dengan 25 Februari 2023," ujar Achmad dalam keterangannya, Selasa (4/10).
Achmad menyebut, pencegahan terhadap Chandra Wijaya dilakukan berdasarkan permintaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Diusulkan oleh KPK dengan kasus korupsi," kata Achmad.
Pengusutan Perkara Garuda
Diberitakan, KPK mengembangkan kasus dugaan suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia. Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara yang sebelumnya menjerat mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Presiden Komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo.
"Saat ini, KPK kembali membuka penyidikan baru sebagai pengembangan perkara terkait dugaan suap pengadaan armada pesawat Airbus pada PT GI (Garuda Indonesia) Tbk 2010-2015," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (4/10).
KPK sudah menentukan pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini, yakni anggota DPR RI periode 2014-2019 berinisial CTW. Dia pernah diperiksa pada November 2019.
"Dugaan suap tersebut senilai sekitar Rp 100 miliar yang diduga diterima anggota DPR RI 2009-2014 dan pihak lainnya, termasuk pihak korporasi," kata Ali.
Ali mengatakan, pengusutan kasus ini tidak dilakukan sendiri oleh KPK. Melainkan sinergi antar penegak hukum di Inggris hingga Prancis.
"KPK apresiasi pihak otoritas asing dimaksud yang bersedia membantu penegak hukum di Indonesia. Hal ini tentu sebagaimana komitmen dunia internasional untuk terus membangun kerja sama dalam pemberantasan korupsi," kata Ali.
Meski sudah mengantongi nama tersangka, Ali menyebut KPK belum akan mengumumkan mereka. Nama tersangka berikut konstruksi kasusnya akan disampaikan saat upaya paksa.
"Setelah penyidikan ini cukup maka berikutnya kami segera akan umumkan rangkaian dugaan perbuatan pidananya, pihak-pihak yang berstatus tersangka dan pasal yang kemudian disangkakan," kata Ali.
"Yang berikutnya ditindaklanjut dengan upaya paksa penangkapan maupun penahanan," Ali menandaskan.
Jaksa Eksekutor pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Jawa Barat pada Rabu, 3 Februari 2021.
Eksekusi dilakukan setelah Mahkamah Agung (MA) menolak Kasasi yang diajukan Emirsyah atas perkara suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia dan perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Tim Jaksa Eksekusi KPK melaksanakan eksekusi pidana badan terhadap terpidana Emirsyah Satar," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (5/2).
Ali mengatakan, vonis terhadap Emirsyah Satar telah berkeuatan hukum tetap berdasarkan Putusan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat 121/Pid.Sus/TPK/2019/PN.Jkt.Pst tanggal 8 Mei 2020 Jo Putusan PN Tipikor pada PT DKI Jakarta Nomor : 19 /Pid.Sus-TPK/2020/PT DKI tanggal 17 Juli 2020 Jo Putusan MA Nomor : 4792 K/Pid.Sus/2020 tanggal 23 Desember 2020.
Ali mengatakan, Emirsyah Satar akan menjalani hukuman 8 tahun pidana penjara. Selain dihukum 8 tahun pidana penjara, Emirsyah Satar juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Emirsyah juga diwajibkan membayar uang pengganti sejumlah SGD 2.117.315,27. Ali mengatakan, jika Emirysah tak membayar dalam waktu sebulan sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 2 tahun," kata Ali.
Reporter: Fachrur Rozie/Liputan6.com
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Gerindra menilai hak angket itu tidak perlu dilakukan apalagi baru sebatas wacana.
Baca SelengkapnyaRatusan kendaraan hasil curian tersebut ditampung di gudang Balkir Pusat Zeni TNI Angkatan Darat, Sidoarjo, Jawa Timur.
Baca SelengkapnyaSebab, dia menilai saat ini pengawasan DPR RI pada Pemilu 2024 tak ada marwahnya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Penyidik turut menyasar ke beberapa ruangan di gedung Setjen tidak terkecuali ruangan para pegawai.
Baca SelengkapnyaKemudian Ketua KPU Kabupaten Magelang mendapatkan informasi tersebut.
Baca SelengkapnyaGus Muhdlor diperiksa KPK terkait kasus dugaan korupsi pemotongan dana Insentif ASN Sidoarjo.
Baca SelengkapnyaAda pelanggaran terkait adanya DPTb yang ikut memilih atau mencoblos kertas suara.
Baca SelengkapnyaIa mendapatkan suara terbanyak di tingkat DPRD Kota/Kabupaten di Jatim padahal bukan caleg petahana.
Baca SelengkapnyaPengaduan yang diterima Dewas KPK masih terkait dengan kasus dugaan korupsi di lingkup Kementerian Pertanian.
Baca Selengkapnya