Komnas PA sesalkan aksi diskriminatif sekolah tolak korban perkosaan
Merdeka.com - Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait mengecam tindakan yang dilakukan sebuah sekolah di Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau.
Menurut Arist, diskriminasi apa pun terhadap anak tidak boleh terjadi. Apalagi, lanjutnya bercerita, menolak seorang siswi bersekolah dengan latar belakang korban pemerkosaan.
"Jangan dirampas hak pendidikan anak. Yang dilakukan pihak sekolah dengan tidak mau menerima adalah peraturan diskriminatif," katanya saat dihubungi merdeka.com, Kamis malam (14/1).
Masih menurut Arist, instansi terkait harus segera melakukan upaya agar anak-anak yang menjadi korban tetap mendapat hak pendidikan.
"Jika tidak, ini adalah pelanggaran berat terhadap hak anak. Apa lagi ini bentuk perlakuan diskriminatif yang diterima oleh korban. Anak itu sudah menjadi dua kali korban pemerkosaan dengan begini," tuturnya.
Perlu diketahui, seorang anak berinisial RM (14) menjadi korban pemerkosaan oleh ayah tirinya.
Belakangan, pihak sekolah mengetahui RM telah melahirkan seorang bayi akibat perbuatan bejat ayah tirinya, dengan beralasan mencap anak bermasalah, pihak sekolah SMPN 3 Bintan tidak bisa menerima kehadiran RM di sekolah tersebut.
"Tingkat usia seperti ini (sudah mempunyai anak) bukan pendidikan dasar. Walaupun kita melihat dia itu adalah korban. Oleh sebab itu pendidikan nonformal lah," kata Kepala Sekolah SMPN 3, Syamsul.
(mdk/tyo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perbuatan cabul dilakukan oknum polisi hingga berulang-ulang. Dari korban masih duduk di bangku sekolah dasar hingga ia menginjak kelas 9 SMP
Baca SelengkapnyaAnak pelajar sebagai korban tindak kekerasan dan perundungan harus mendapat penanganan yang tepat
Baca SelengkapnyaLantaran upaya diversi yang dilakukan pihak Kepolisian tidak menemui kesepakatan antara korban dengan 8 anak berhadapan hukum (ABH).
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Korban saat ini dirawat di rumah sakit karena mengalami memar hingga luka bakar di tubuhnya.
Baca SelengkapnyaDemi menebus asa membangun sekolah, seorang polisi rela menyisihkan gaji untuk menabung.
Baca SelengkapnyaBegini duduk perkara kejadian versi korban. pelaku memanggil korban ke ruangannya
Baca SelengkapnyaNamanya dianggap terlalu Jawa hingga tidak diizinkan sekolah di institusi pendidikan milik Belanda
Baca SelengkapnyaKorban tewas yakni WL (35), SW (34), VD (12), RJ (15) dan ZA (3). Kelimanya luka di bagian kepala.
Baca SelengkapnyaMelihat kondisi korban, diyakini keempatnya sudah tewas lebih dari tiga hari.
Baca Selengkapnya