Pernah Dilarang Sekolah karena Namanya Dianggap Tak Keren, Pria Nganjuk Ini Berhasil Jadi Dokter yang Dicintai Masyarakat
Namanya dianggap terlalu Jawa hingga tidak diizinkan sekolah di institusi pendidikan milik Belanda

Namanya dianggap terlalu Jawa hingga tidak diizinkan sekolah di institusi pendidikan milik Belanda

Pernah Dilarang Sekolah karena Namanya Dianggap Tak Keren, Pria Nganjuk Ini Berhasil Jadi Dokter yang Dicintai Masyarakat

dr. Soetomo dikenal sebagai dokter yang berjiwa sosial sehingga sangat dicintai oleh masyarakat. Ia bersama sang istri sering sukarela membantu masyarakat yang mengalami masalah kesehatan.
Gara-gara Nama
Pria kelahiran Nganjuk, 30 Juli 1888 ini memiliki nama kecil Soebroto. Ia memiliki pengalaman dilarang bersekolah di sekolah milik Belanda karena namanya dianggap terlalu Jawa. Demi bisa menempuh pendidikan tingkat atas, nama Soebroto kemudian diganti jadi Soetomo.

Semasa kecil. dokter yang dikenal sebagai Bapak Pergerakan Nasional Indonesia ini dikenal dengan nama panggilan Tom.
Pendiri Organisasi Modern Pertama
Pada tahun 1903, Soetomo menempuh pendidikan kedokteran di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) DI Batavia. Lima tahun kemudian yakni pada tahun 1908, Soetomo bersama kawan-kawannya di STOVIA mendirikan organisasi modern pertama di Indonesia yang diberi nama Budi Utomo.
Mengutip Instagram @lovesuroboyo, lahirnya Budi Utomo menjadi titik awal munculnya berbagai pergerakan nasional bangsa Indonesia untuk memerdekakan diri.

Soetomo lulus dari STOVIA pada tahun 1911. Selanjutnya, ia bekerja sebagai dokter pemerintah di berbagai daerah di Pulau Jawa dan Sumatera.
Jiwa Sosial
Tugasnya sebagai seorang dokter dimulai saat ia mengabdikan diri di Semarang. Selanjutnya, ia dipindahkan ke Tuban, lalu ke Lubuk Pakam dan terakhir di Malang.
Selama berpindah-pindah tempat bertugas, dr. Soetomo menyaksikan kesengsaraan rakyat hampir di segala penjuru wilayah Indonesia.
Melihat kenyataan tersebut, rasa empati dr. Soetomo terhadap penderitaan rakyat semakin besar.

Mengutip situs library.pppkpetra.ac.id, dr. Soetomo tidak pernah meminta bayaran sepeserpun dari pasien yang ia rawat. Ia membantu siapapun yang membutuhkan bantuannya dengan rasa tulus ikhlas.

Kisah Cinta
Pada tahun 1917, Soetomo menikah dengan seorang perawat Belanda bernama Everdina Broering. Pasangan suami istri ini sangat dicintai warga Kota Surabaya karena senang membantu orang lain. Sebaliknya, keduanya juga sangat mencintai warga Surabaya.
Surabaya menjadi saksi perjuangan dr. Soetomo menyusun langkah pergerakan melawan kolonialisme. Kota Pahlawan ini sangat berkesan di hati Soetomo.Bahkan, sebelum meninggal dunia, ia berpesan agar dimakamkan di Surabaya, dekat dengan kediamannya. Ia ingin dimakamkan di Surabaya agar senantiasa dekat dengan masyarakat kota itu.
Makam pahlawan nasional ini berada di Jalan Bubutan, Kota Surabaya. Selain makamnya, generasi masa kini bisa mempelajari jejak perjuangan dr. Soetomo di museum yang berada satu lokasi dengan makam.

Penghargaan
Pada tahun 1964, rumah sakit CBZ Karangmenjangan diubah namanya menjadi RSUD dr. Soetomo hingga saat ini.