Kasus Gagal Ginjal Akut, Ombudsman Sebut Menkes & Kepala BPOM Lakukan Maladministrasi
Merdeka.com - Ombudsman Republik Indonesia telah melakukan serangkaian pemeriksaan dalam Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS). Pemeriksaan terkait dugaan maladministrasi pada penanggulangan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak dan pengawasan obat sirop oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng mengatakan, sebagai hasil dari investigasi tersebut, pihaknya telah menerbitkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dan disampaikan secara langsung kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPOM untuk melaksanakan tindakan korektif.
"Objek pemeriksaan di antaranya Ombudsman melakukan kajian terhadap peraturan perundang-undangan berkaitan dengan substansi permasalahan," katanya dalam konferensi persnya di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (15/12).
Kemudian, Ombudsman juga melakukan investigasi dan permintaan keterangan di 13 Provinsi. Serta melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen administrasi berkaitan dengan substansi permasalahan.
Selain itu, Robert memaparkan beberapa poin pendapat Ombudsman yakni dalam penanggulangan kasus GGAPA pada anak dan pengawasan obat sirop, telah terjadi dugaan penyimpangan prosedur dan tindakan tidak kompeten yang dilakukan baik oleh Menkes dan Kepala BPOM.
"Terjadi tindakan maladministrasi berupa tidak kompetennya Menkes terimplikasi dari belum ditetapkannya GGAPA pada anak sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Sehingga berdampak pada pasifnya respons pemerintah dalam menindaklanjuti kasus ini sebagaimana standar kebijakan dan standar pelayanan dalam penanganan KLB," ujarnya.
Lalu yang kedua, Robert menyampaikan, Ombudsman berpendapat bahwa terjadi tindakan maladministrasi berupa tidak kompetennya Menkes dalam pengendalian penyakit tidak menular dengan pendekatan surveilan faktor risiko, registri penyakit (pendataan dan pencatatan) dan surveilan kematian mengenai GGAPA pada anak.
Selain itu, dia menyebut, terjadi tindakan maladministrasi berupa tidak kompetennya Kemenkes dalam melakukan pengawasan kesehatan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota sesuai Permenkes Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengawasan di Bidang Kesehatan, agar dapat dilakukan mitigasi awal mengenai GGAPA pada anak.
"Ombudsman RI berpendapat bahwa terjadi tindakan maladministrasi berupa tidak kompetennya BPOM dalam memastikan Farmakovigilans. Farmakovigilans adalah seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat," jelasnya.
Tak hanya itu, Robert juga menyoroti terjadinya kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum oleh BPOM dalam merespons secara cepat peringatan WHO terkait bahaya cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang terkandung pada obat sirop.
Hal ini disebutnya telah mengakibatkan bertambahnya korban jiwa yang disebabkan GGAPA pada anak. Kemudian, temuan Ombudsman terkait Kemenkes, di antaranya Kemenkes tidak melakukan pendataan dan surveilan sejak awal munculnya gejala GGAPA.
"Kedua, Kemenkes tidak menindaklanjuti kasus GGAPA pada anak sebagai KLB. Sehingga berdampak pada pasifnya respons pemerintah dalam menindaklanjuti kasus tersebut sebagaimana standar kebijakan dan standar pelayanan dalam penanganan KLB," ungkapnya.
"Ketiga, Kemenkes tidak kompeten dalam mensosialisasikan dan menegakkan peraturan secara luas terhadap fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan tentang tata laksana dan manajemen klinis GGAPA pada anak akibat EG dan DEG. Keempat, Kemenkes tidak menyampaikan informasi secara luas mengenai kesimpulan penyebab GGAPA pada anak yang terkonfirmasi dari akibat konsumsi obat sirop mengandung EG dan DEG melanggar aturan ambang batas," sambung Robert.
Temuan pihaknya terkait BPOM, Robert menjelaskan, proses peredaran obat sirop mengandung EG dan DEG yang melanggar aturan ambang batas tidak terawasi oleh BPOM.
"Sehingga obat tersebut terdistribusi dan dikonsumsi oleh masyarakat yang menjadi penyebab GGAPA pada anak," ucapnya.
Kemudian, Ombudsman menemukan, BPOM tidak optimal dalam mengawasi kegiatan Farmakovigilans dan kepatuhan industri farmasi terhadap aturan Farmakovigilans yang baik.
"Untuk itu, Ombudsman memberikan Tindakan Korektif kepada Menkes dan Kepala BPOM terkait permasalahan GGAPA pada anak," katanya.
Robert menyebut, Menkes diminta untuk melaksanakan peningkatan kapasitas tim surveilans data melalui penyediaan struktur kerja, kualitas dan kuantitas SDM surveilans serta standar kerja untuk mendukung tersedianya data yang akurat dan komprehensif.
"Kedua, melakukan penyempurnaan peraturan terkait KLB khususnya terkait cakupan penyakit menular dan tidak menular. Ketiga, agar Menkes menetapkan klasifikasi KLB dengan status dan mekanisme penanganannya untuk meningkatkan kapasitas respons dalam melakukan tindaklanjut dan penanganannya," jelasnya.
Selain itu, Ombudsman meminta Menkes untuk melaksanakan sosialisasi secara masif dan terukur kepada seluruh Faskes dan Nakes tentang tata laksana dan manajemen klinis penanganan GGAPA.
"Terakhir, agar Menkes menyampaikan informasi kepada publik untuk menjamin terpenuhinya hak informasi kesehatan berupa penyebab GGAPA sebagai akibat dari kandungan EG dan DEG dalam obat sirop," ujarnya.
Selanjutnya, kepada Kepala BPOM, Ombudsman memberikan tindakan korektif yakni agar mengevaluasi laporan Farmakovigilans di semua industri farmasi yang memproduksi dan/atau mengedarkan obat sirop serta menindaklanjuti dengan pemeriksaan dan uji sampel produk.
"Ombudsman meminta agar Kepala BPOM melakukan pendataan terhadap volume penjualan dan area persebaran obat sirop mengandung bahan EG dan DEG dan hasilnya dikoordinasikan dengan Kementerian Kesehatan sebagai bahan penanggulangan GGAPA pada anak," tutupnya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ombudsman mendesak pemerintah segera memperbaiki kesalahan prosedur yang terjadi.
Baca SelengkapnyaAdapun bentuk maladministrasi terbanyak adalah penyimpangan prosedur dan penundaan berlarut.
Baca SelengkapnyaBeras SPHP merupakan program pemerintah yang digulirkan melalui Perum Bulog sejak 2023 untuk menjaga stabilitas pasokan beras di pasaran.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Sebanyak 48 orang saksi diperiksa sebelum penetapan tersangka
Baca SelengkapnyaKetua Ombudsman Mokhamad Najih menyampaikan sudah seharusnya penguasaan yang sangat luas tidak boleh diberikan dalam bentuk Surat Hak Milik, termasuk juga HGU.
Baca SelengkapnyaSiskaeee sedianya dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai tersangka pada Senin 15 Januari 2024 kemarin. Namun Siskaeee mangkir.
Baca SelengkapnyaNawawi belum memberikan keterangan lebih lanjut soal sektor pengadaan barang dan jasa yang menyeret bupati Labuhan Batu.
Baca SelengkapnyaAnggota DPR RI dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menyoroti penanganan perkara tersebut.
Baca SelengkapnyaHasil pengamatan sementara, fasilitas di lantai tujuh rumah sakit tersebut terdampak cukup parah akibat ledakan.
Baca Selengkapnya