Gayus Lumbun soal Hakim Sidang Sambo Dilaporkan ke KY: Harus Libatkan Ahli Bahasa
Merdeka.com - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY). Pelapor adalah Kuat Ma'ruf, terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Menanggapi itu, Mantan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA), Prof Gayus Lumbuun mengatakan Komisi Yudisial (KY) harus menindaklanjuti laporan. Ahli bahasa perlu dilibatkan dalam pengusutan laporan.
"KY punya kewajiban untuk menampung laporan, memproses. Tapi saya pribadi mantan hakim, saya harus mengatakan bahwa itu harus teliti mengenai kosa kata, itu interaktif atau tidak," kata Gayus, Senin (12/12).
Menurut dia, pelaporan Kuat Maruf terhadap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dianggap melanggar etika itu dalam hal etika komunikasi. Nah, Gayus menyebut etika komunikasi itu ada beberapa hal diantaranya etika umum dan etika interaktif.
"Kalau interaktif, wajib untuk dijaga. Kalau etik umum itu biasa. Etik umum itu terjadi, kan etika itu bukan salah benar, tapi patut atau tidak patut. Itu etik bukan hukum. Kalau hukum bicara benar dan salah. Tapi etik itu bicara layak atau tidak layak, patut atau tidak patut," ujarnya.
Sementara, Kuat Maruf melalui kuasa hukumnya melaporkan hakim Wahyu ke KY karena menyebut kliennya buta dan tuli. Maka dari itu, saran Gayus bahwa Komisi Yudisial menggandeng ahli bahasa untuk memastikan apakah kata buta dan tuli yang diutarakan hakim tersebut melanggar etik atau tidak.
"Tergantung tujuan dari apa yang diharapkan dari lontaran dalam komunikasi buta dan tuli. Lebih baik KY melibatkan ahli linguistik. Ada ahli linguistik di Kumham punya itu. Saya tau sekali, ahli bahasa tentang etika komunikasi. Itu bisa ditanyakan apakah sang hakim mengejar pertanyaan mengungkapkan buta dan tuli, apakah itu kosa kata yang melanggar etika interaktif," jelas dia.
Memang, Gayus mengungkap ada peraturan terkait perlindungan saksi dan korban, yakni Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban (UU PSK). Namun, kata dia, tidak menjelaskan spesifik tentang kosa kata.
"Misalnya, pada UU perlindungan saksi dan korban. Status saksi itu kalaupun terdakwa, status dalam persidangan itu sebagai saksi. KUHAP sebagai saksi. Maka, ada UU perlindungan saksi dan korban yang menekankan bahwa proses peradilan hukum tidak boleh melakukan tekanan kepada saksi dan korban dalam bentuk apapun," ungkapnya.
Oleh karenanya, Gayus mengatakan apakah kata tuli dan bisu yang diucapkan hakim Wahyu itu masuk kategori penekanan terhadap saksi Kuat Maruf. Tentu, lanjut dia, ahli bahasa yang bisa menilai makna kedua kosa kata itu.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
NasDem terus melakukan komunikasi dengan semua pihak terkait hak angket
Baca SelengkapnyaDewas KPK mengungkapkan Firli Bahuri Pernah Komunikasi dengan SYL
Baca SelengkapnyaSindiran adalah bentuk komunikasi yang menyiratkan kritik, kecaman, atau ejekan secara halus atau tidak langsung menuju seseorang atau suatu situasi.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Ungkapan minta maaf dalam bahasa Jawa tidak hanya sekedar formalitas, melainkan juga mencerminkan kearifan lokal dan nilai-nilai budaya yang kaya.
Baca SelengkapnyaKubu Dito menyebut majelis hakim sudah menetapkan terdakwa tetap ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Baca SelengkapnyaFirli terjerat tiga dugaan pelanggaran etik. Pertama yakni terkait komunikasi dan pertemuan dengan SYL.
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan pemimpin tidak boleh memiliki rekam jejak pelanggaran HAM.
Baca SelengkapnyaFirli dianggap melanggar tiga pasal sekaligus karena bertemu Syahrul Yasin Limpo.
Baca SelengkapnyaRahmat menyebut surat kuasa untuk permohonan yang diajukan ditandatangani secara langsung oleh Surya Paloh.
Baca Selengkapnya