Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Candi Muara Takus Saksi Kejayaan Kerajaan Sriwijaya

Candi Muara Takus Saksi Kejayaan Kerajaan Sriwijaya Candi Muara Takus. ©2019 Merdeka.com

Merdeka.com - Kecamatan XIII Koto Kampar, Riau, bakal jadi tujuan umat Buddha pada puncak perayaan Hari Waisak 25 Mei nanti. Helat akan dilakukan di Candi Muara Takus yang dipercaya sebagai situs budaya peninggalan abad ketujuh.

Selama ini, tak banyak yang tahu ada candi di Riau, apalagi Bumi Lancang Kuning dikenal sebagai pusat kebudayaan Melayu. Biasanya, keberadaan Candi Muara Takus hanya disinggung sedikit di buku sejarah sekolah dan beberapa artikel di internet.

Candi ini bisa dibilang sebagai situs kebudayaan terbesar, di banding beberapa bangunan bersejarah lainnya di Pulau Sumatera. Keberadaannya diyakini sebagai pusat kota suci kerajaan terbesar di Sumatera kala itu.

Menurut juru pandu Candi Muara Takus, Suhaimi Zen, bangunan bersejarah itu merupakan peninggalan kerajaan Hindu/Buddha Sriwijaya. Hal itu terlihat dari beberapa tulisan dan simbol di sekeliling candi.

"Hindu yang pakai sabda Buddha, begitu bahasanya, sudah ada sejak abad ketujuh," kata pria dipanggil Ongku Imi ini dihubungi dari Pekanbaru.

Ongku Imi menjelaskan, candi ini pernah dijadikan Sriwijaya sebagai pusat peradaban dan kota suci untuk menjalankan ritual keagamaan. Dia pun berani menyatakan bahwa cikal bakal atau moyangnya Sriwijaya berasal dari candi ini.

Ongku Imi sadar pernyataan ini bisa saja menuai kontroversi. Apalagi, selama ini Kerajaan Sriwijaya diklaim Palembang, Sumatra Selatan, pernah berdiri kokoh di sana dengan beberapa bukti autentiknya.

"Kalau berbicara Seribu Jaya atau Sriwijaya di Muara Takus pusatnya, dinasti luar menyebutnya dengan Sriwijaya, tapi Sriwijaya yang mana dulu," sebut Ongku Imi.

Ongku Imi berpendapat, pada abad ketujuh dan kedelapan di Palembang ada Sriwijaya Nasa. Kemudian ada pula Sriwijaya Nusantara sebagai induk kerajaan yang berpusat di Muara Takus, sekaligus kota sucinya.

"Begitu kira-kira, kalau bicara ini memang sejarawan lawannya, kalau kurang setuju, saya di sini (selalu di Muara Takus)," ucap kuncen Muara Takus yang juga dipanggil Manglin Vbongsu ini.

Dengan pengetahuannya yang lebih terhadap Muara Takus karena sudah sejak kecil di sana, Ongku Imi ternyata masih enggan merangkum sejarah Candi Muara Takus menjadi buku. Ada banyak alasan kenapa dia belum berniat melakukannya.

Selain menimbulkan pendapat baru tentang keberadaan Kerajaan Sriwijaya, Ongku Imi takut buku yang nantinya ditulis ditunggangi banyak kepentingan, baik itu oleh sejarawan maupun pemerintah.

"Jadi begitu nantinya dikeluarkan, banyak kepentingan, habis itu kita dicampakkan, begitulah kira-kira," sebut Ongku Imi.

Meski belum mau menulis sendiri, Ongku selalu berkenan menemani atau menjadi pemandu peneliti dan sejarawan yang ingin mempelajari Candi Muara Takus. Hanya saja, peneliti yang datang dianggapnya kurang serius mempelajari Candi Muara Takus.

Menurutnya, hal pertama yang harus dilakukan untuk meneliti Candi Muara Takus adalah mempelajari perairan atau sungai. Daerah ini menjadi pertemuan antara Sungai Kampar Kiri dan Kanan yang juga terhubung ke Sungai Rokan.

"Harus dikaji Sungai Kampar, Tapung, Rokan, Kuantan Singingi, dan Indragiri yang saling terhubung. Kemudian menyambung ke Batang Hari, Jambi ataupun ke Musi di Palembang," katanya.

Menurutnya, penelitian kehidupan masyarakat sungai sangat penting dalam peradaban. Dari situ peneliti bisa menemukan jejak-jejak kehidupan masyarakat zaman dahulu serta kemajuannya.

Penelitian sungai-sungai mengarah ke Candi Muara Takus ini bisa memakan waktu hingga 10 tahun. Berbekal pengetahuan dari sungai, barulah kemudian naik ke darat untuk meneliti situs peninggalan peradaban.

"Dari sungai ini baru diketahui asal muasal Muara Takus. Dan selama riset dilakukan, jangan bicarakan riset orang lain, biar murni hasil penelitiannya," sebut Ongku Imi.

Dia menjelaskan, data-data sejarah Candi Muara Takus bisa diperoleh dari berbagai sumber. Selain dia sebagai kuncen candi, ada juga beberapa yayasan yang bisa dijadikan sumber.

"Ada Pusat Kajian Andiko 44, itu berisi orang yang tahu sejarah Kampar, kemudian ada Yayasan Kari yang khusus mengkaji tentang Muara Takus," ucap Ongku Imi.

Dengan ditunjuknya Candi Muara Takus sebagai puncak perayaan Hari Waisak Nasional, Ongku Imi berharap perhatian pemerintah, terutama Kampar, kian besar terhadap masyarakat sekitar.

"Selama ini pemerintah ke mana saja, perhatikan masyarakat sekitar Muara Takus ini. Jangan baru ada acara, baru berbicara Muara Takus," ucap Ongku Imi.

Sumber: Liputan6.com

(mdk/cob)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Pesan Hari Raya Nyepi dari Klungkung Bali
Pesan Hari Raya Nyepi dari Klungkung Bali

Hari Raya Nyepi merupakan salah satu perayaan suci umat Hindu ditandai dengan meninggalkan segala aktivitas duniawi dalam keheningan selama sehari.

Baca Selengkapnya
Sambil Dampingi Sang Istri Ziarah ke Orangtua, Mayjen Kunto Arief Menunjukkan Tanah Kuburan yang Sudah Dipesan Buat Nanti
Sambil Dampingi Sang Istri Ziarah ke Orangtua, Mayjen Kunto Arief Menunjukkan Tanah Kuburan yang Sudah Dipesan Buat Nanti

Mayjen Kunto Arief Wibowo tunjukkan tanah makam yang sudah 'dipesan' olehnya.

Baca Selengkapnya
Kapolri Wanti-Wanti Anak Buah Cegah Gangguan Keamanan Selama Ramadan
Kapolri Wanti-Wanti Anak Buah Cegah Gangguan Keamanan Selama Ramadan

Jenderal Sigit memberikan atensi seluruh jajaran menjaga kamtibmas selama Ramadan untuk menjaga kekhusyukan masyarakat selama menunaikan ibadah puasa.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Situs Batu Batikam, Lambangkan Pentingnya Perdamaian dalam Kehidupan Masyarakat Minangkabau
Situs Batu Batikam, Lambangkan Pentingnya Perdamaian dalam Kehidupan Masyarakat Minangkabau

Lubang yang ada di Batu Batikam itu merupakan simbol dari perdamaian antar suku yang tengah berkuasa pada saat itu.

Baca Selengkapnya
Lestarikan Budaya Leluhur, Masjid Tua di Banyumas Ini Ternyata Punya Tradisi Unik saat Ramadan
Lestarikan Budaya Leluhur, Masjid Tua di Banyumas Ini Ternyata Punya Tradisi Unik saat Ramadan

Saat dzikir, mereka mematikan lampu masjid agar prosesi ibadah itu berjalan lebih khusyuk

Baca Selengkapnya
Mengulik Lebaran Ketupat, Tradisi Penting dalam Budaya Masyarakat Muslim Jawa
Mengulik Lebaran Ketupat, Tradisi Penting dalam Budaya Masyarakat Muslim Jawa

Lebaran Ketupat dilaksanakan satu minggu setelah perayaan Idul Fitri, tepatnya pada 8 Syawal.

Baca Selengkapnya
Ketua Lembaga Dakwah PBNU Gus Aab Kecelakaan di Tol Ngawi, Sopir Meninggal
Ketua Lembaga Dakwah PBNU Gus Aab Kecelakaan di Tol Ngawi, Sopir Meninggal

Saat itu, Gus Aab dalam perjalanan dari Jember menuju Yogyakarta untuk menghadiri Konbes NU.

Baca Selengkapnya
Sambut Puasa Ramadan, Ini Momen Khusyuk Salat Tarawih Pertama di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta
Sambut Puasa Ramadan, Ini Momen Khusyuk Salat Tarawih Pertama di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta

Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta menggelar salat tarawih perdana pada Minggu (10/3) malam.

Baca Selengkapnya
Tol Bali Mandara Tutup 32 Jam Selama Hari Raya Nyepi 2024, Ini Jadwalnya
Tol Bali Mandara Tutup 32 Jam Selama Hari Raya Nyepi 2024, Ini Jadwalnya

Penutupan Tol Bali Mandara untuk menghormati hari Raya Umat Hindu

Baca Selengkapnya