BPHN Kemenkum HAM: Parpol Bisa Bangun Koalisi Besar Untuk Perkuat Sistem Presidensial
Merdeka.com - Dinamika kontestasi politik pilpres 2024 sudah mulai terasa. Meski masih memiliki banyak waktu, beberapa partai politik sudah mulai membangun koalisi. Diskursus terakhir yang berkembang beberapa partai mulai menjajaki untuk membentuk 'koalisi besar'.
Mencermati dinamika dan konfigurasi politik yang berkembang, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkum HAM kemudian berinisiatif mengadakan Focus Group Discussion dengan tema Tantangan Sistem Presidensial, Koalisi Parpol dan Oposisi serta Dampaknya pada Pembentukan Kabinet Hasil Pilpres 2024 di Indonesia pada Rabu (04/04/2023).
Dalam kegiatan tersebut, Kepala BPHN, Widodo Ekatjahjana menyampaikan bahwa berdasarkan hasil kajian BPHN, gagasan pembentukan 'koalisi besar' tidak dilarang dalam sistem konstitusi. Namun, kombinasi sistem presidensial dengan menerapkan sistem multipartai dalam praktiknya cenderung mendorong kultur politik yang pragmatis dan tidak ideologis.
-
Apa itu koalisi di bidang politik? Penggunaan istilah 'koalisi' dalam bidang politik ini ternyata dapat merujuk pada sebuah strategi khusus guna meraih kedudukan dalam pemerintahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah 'koalisi' memiliki arti kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh suara dalam parlemen.
-
Bagaimana koalisi bisa terbentuk? Mengacu pada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), istilah 'koalisi' memiliki arti ‘kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh suara dalam parlemen’.
-
Siapa yang memimpin kabinet saat pemilu? Pemilu pertama di Indonesia dilaksanakan pada masa kabinet Burhanuddin Harahap.
-
Apa peran partai politik dalam memilih Wapres? Namun peranan Partai Politik, hanya sekadar memberi saran, tidak dominan seperti dalam Pilpres kali ini dalam memutuskan calon.
-
Siapa yang memimpin koalisi Front Populer Baru? Partai terbesar dalam aliansi tersebut adalah France Unbowed yang dipimpin oleh Jean-Luc Melenchon.
-
Bagaimana koalisi terbentuk? Koalisi juga dapat diartikan sebagai bentuk persetujuan secara formal yang memiliki kontrak bersama di antara dua partai politik atau lebih, guna menjamin kekuasaan pemerintah atas dasar adanya suara dari mayoritas.
"UUD 1945 memberikan kemungkinan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusung oleh partai politik atau gabungan beberapa partai politik. Maka gagasan membentuk koalisi besar pada saat menjelang pilpres 2024 secara politik merupakan hal yang logis dan biasa," ujar Widodo dalam kegiatan yang berlangsung secara virtual melalui Zoom tersebut.
Menurut Widodo, partai politik yang dapat mengusung sendiri calon presiden dan wakil presidennya tentu dapat mengajak partai-partai lain agar bergabung menjadi partai pendukung agar kedudukan presiden dan pemerintahan yang dibentuknya nanti kuat dan stabil. Dengan demikian, dalam format koalisi besar dalam pilpres 2024 itu nanti, ada unsur partai pengusung dan partai pendukung. Partai pengusung yaitu parpol yang dapat mengusung sendiri calon presiden dan wakil presidennya. Sedangkan partai pendukung adalah parpol yang tidak dapat mengusung sendiri calonnya, kecuali bergabung dengan partai politik lainnya.
"Partai pengusung dan partai pendukung dapat bekerja sama untuk tidak memenangkan pilpres 2024 saja, namun juga untuk membentuk kekuatan politik di lembaga perwakilan (parlemen) dan di kabinet pemerintahan. Itu sebabnya koalisi besar yang dibangun oleh partai-partai politik itu idealnya mengarah pada tiga bentuk koalisi, yaitu koalisi untuk pemenangan pilpres, koalisi untuk membentuk kekuatan politik di lembaga perwakilan (parlemen) dan koalisi di kabinet pemerintahan," tambahnya.
Partai Pengusung, lanjut Widodo, mesti mengakonsolidir dan mengakomodir kepentingan politik partai pendukung. Sebaliknya, partai pendukung mesti memberikan tempat, penghargaan dan penghormatan kepada partai pengusung untuk mengorganisir koalisi besar itu dengan berpegang pada sistem konstitusi, konvensi dan etika politik sebagai ‘kaidah atau aturan dasar’ yang harus ditaati dan dijunjung tinggi oleh anggota-anggotanya.
Oleh karena itu, Widodo menambahkan, koalisi besar yang dibangun harus memiliki platform dan tujuan politik yang sama, yaitu membentuk kekuasaan pemerintahan negara yang konstitusional-demokratis, mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan, serta diwujudkan dalam budaya politik yang menjunjung tinggi semangat kebersamaan, kerukunan, musyawarah kekeluargaan dan gotong-royong. Itu yang utama.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN) Oce Madril mengungkapkan bahwa, di Indonesia praktik pembentukan pemerintahan (kabinet) akhir-akhir ini lebih mencerminkan sistem parlementer daripada sistem presidensial. Praktik ini telah jauh menyimpang dari kehendak konstitusi.
"Padahal, menurut konstitusi, partai politik menjadi satu-satunya pintu masuk bagi seorang warga negara yang memenuhi syarat untuk menjadi calon presiden dan/atau wakil presiden," ujarnya.
Menurut Oce Madril, kedudukan partai politik pengusung presiden tidak sama dengan partai politik pendukung atau partai politik lainnya. Partai politik pengusung presiden mendapatkan hak atau wewenang istimewa yang bersumber dari ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.
Ketua Pusat Studi Pancasila dan Penyelenggaraan Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Jimmy Z. Usfunan menyampaikan perhatiannya bahwa koalisi yang terjadi seharusnya menjadi bentuk penyatuan platform ideologi dan tujuan politik yang sama.
"Jangan sampai koalisi yang dibangun sifatnya hanya kepentingan pragmatis saja. Hal tersebut akan menjadi ancaman bagi sistem presidensial dan pembentukan kabinet pemerintahannya. Partai pengusung yang memiliki kedudukan istimewa karena dapat mengusung sendiri menurut konstitusi mesti dapat mengonsolidasi spirit gotong-royong untuk membentuk kekuatan politik bersama partai pendukung untuk memenangkan pilpres, menguasai parlemen dan membentuk pemerintahan presidensial sesuai konstitusi," kata Jimmy.
Perhatian mengenai relasi antara ideologi partai dengan calon yang diusung juga disorot oleh Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing. Menurut Emrus, seorang kader parpol yang diusung wajib sejalan (in line) dengan kebijakan partainya. Sebab, presiden merupakan representasi partai dan akan menjalankan program pembangunan yang sudah disesuaikan dengan platform ideologi dan garis politik partai itu sendiri.
"Dalam sistem presidensial di Amerika, presiden terpilih memiliki tugas untuk menjalankan pemerintahannya sesuai garis politik partai yang mengusung dan mendukungnya. Jadi, relasi politik presiden terpilih dengan partai politik pengusung dan pendukungnya in line," kata Emrus menjelaskan.
Senada dengan Emrus, Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret/Direktur LKBH Agus Riewanto menyampaikan bahwa dalam menjalankan pemerintahan, seorang presiden terikat dengan parpol pengusungnya. "Ideologi parpol pengusung terus dibawa presiden dalam program pemerintahan yang dijalankannya. Relasinya terus berjalan, tidak terputus. Parpol pendukung juga konsisten dalam menyokong program yang dilakukan presiden, bukan malah menjadi oposisi," pungkasnya. (mdk/hhw)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PDIP mengklaim sejak awal menghindari kerja sama yang didasari oleh nafsu kekuasaan semata.
Baca SelengkapnyaDukungan gerakan rakyat akan memperbesar peluang Ganjar menang.
Baca SelengkapnyaPolitikus Senior PDIP, Hendrawan Supratikno menyambut baik rencana Prabowo itu.
Baca SelengkapnyaHabiburokhman mengamini ucapan Jokowi mengenai Presiden boleh memihak dan mendukung pasangan Capres dan Cawapres
Baca SelengkapnyaZulhas menganggap hal ini sebagai pendidikan politik
Baca SelengkapnyaJika kekuatan pro pemerintah di Parlemen sangat kuat maka akan sulit menyampaikan kritik.
Baca SelengkapnyaJokowi menjelaskan bahwa presiden boleh berkampanye dan berpihak di Pemilu
Baca SelengkapnyaPKB meminta agar PKS juga ikut diajak masuk ke pemerintahan mendatang atau Prabowo-Gibran.
Baca SelengkapnyaMenurut Airlangga, berkampanye juga merupakan hak konstitusional seorang presiden.
Baca SelengkapnyaPrabowo juga menekankan komitmennya untuk melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi di semua sektor yang telah dimulai oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Baca SelengkapnyaKubu Prabowo-Gibran menilai upaya Presiden Jokowi mempertemukan antar kubu menjadi lawan politik tersebut merupakan baik.
Baca SelengkapnyaPernyataan Jokowi boleh mendukung capres menimbulkan sentimen negatif
Baca Selengkapnya