Pers, Pengabaian yang Berimplikasi Serius
Merdeka.com - Bukalah mesin pencari Google, klik salah satu kata: pencuri, pembunuh, pemerkosa, atau pembunuhan. Hasilnya, Google menyajikan berbagai konten sesuai kebiasaan kita ketika berselancar di internet. Bagi pembaca berita media siber, mendapatkan beragam berita kriminal yang senada kata kunci.
Sepintas lalu, seluruh konten berita terlihat biasa-biasa saja. Namun jika menelisiknya melalui kacamata hukum pers dan etika jurnalistik, terlihat persoalan mendasar pada pers Indonesia. Bahwa sebagian pers terbiasa menyajikan berita yang menghakimi.
Sebagai contoh, pada salah satu kata kunci pembunuh, muncul konten dari media siber (media berita) mengenai berita pembunuhan. Pada banyak konten berita terdapat diksi “pelaku”, jadilah pelaku pembunuhan. Begitu juga pada kata kunci pencuri, akan terdapat atribusi pelaku pencurian. Begitu seterusnya.
Jika kata “pelaku” disematkan setelah putusan pengadilan, maka tidak masalah. Namun ketika masih proses kepolisian, kejaksaan, dan sidang pengadilan, jelas terasa menghakimi. Sebetulnya pada tingkatan proses hukum terdapat perbedaan atribusi yang mendasar. Proses kepolisian dan kejaksaan disebut tersangka, masuk persidangan ditabalkan terdakwa, setelah vonis hakim menjadi terpidana.
Pada beberapa berita perselingkuhan dan bernuansa sensual, sering pula diikuti perundungan terhadap tokoh dalam berita yang sekaligus dapat mencerminkan suasana batin kebencian pada diri si penulis berita.
Persoalan-persoalan yang terlihat sederhana tersebut, sangat jamak terjadi dalam berbagai media siber (media berita) yang ada di Indonesia. Mulai dari tingkatan yang serius, hingga ke tingkat yang paling rendah. Korelasinya, semakin rendah kualitas konten media siber tersebut semakin tinggi pengabaian etika dalam penggunaan kata.
Sebaliknya, semakin tinggi kualitas konten media siber (media berita) semakin rendah pelanggaran etikanya. Namun untuk mengatakan tidak terjadi pelanggaran etika pada penggunaan bahasa yang serampangan tersebut, sama sekali tidak mungkin.
Contoh judul artikel dalam media yang sangat ketat dalam proses produk jurnalistiknya saja pernah terjadi juga. Sebagai contoh, artikel berjudul Polisi Tangkap Pelaku Pembunuhan Kasus Mayat dalam Karung di Kali Pesanggrahan. Ada juga berita berjudul Pelaku Pembunuhan Pelajar SMP di Magelang Teman Korban, Ini Motifnya.
Pada dua contoh berita di media arus utama tersebut, beritanya dipublikasikan di saat kasusnya masih dalam tahap proses di kepolisian. Artinya, hampir semua media siber terdapat artikel yang demikian. Pertanyaan di sini, apakah pola penulisan semacam ini sudah menjadi kebiasaan bagi pers di Indonesia atau hanya ketidaksengajaan karena terburu-buru dalam menyampaikan berita ke publik.
Katakanlah hal tersebut adalah sebuah ketidaksengajaan, maka itu menjadi ketidaksengajaan yang berimplikasi hukum yang serius. Apapun keadaannya, atribusi “pelaku” sejak proses kepolisian dan kejaksaan hingga proses peradilan, dapat dikatakan trial by the press.
Artinya dari sisi etik, maka ada pelanggaran Kode Etik Jurnalistik, pada Pasal 3, yaitu: wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencapuradukkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Bahkan, menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, pada Pasal 2 disebutkan bahwa pers nasional adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Kemudian pada Pasal 3 disebutkan pers nasional wajib memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama, rasa kesusilaan masyarakat, serta asas praduga tak bersalah.
Bagir Manan dalam bukunya Menjaga Kemerdekaan Pers dalam Pusaran Hukum, menyebutkan trial by the press menjadi bagian dari contempt of court (pelecehan terhadap tatanan peradilan). Karena Indonesia belum memiliki Undang-Undang Contempt of Court, maka satu-satunya cara menghindari trial by the press adalah kepatuhan pers pada Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Karena itu, Dewan Pers yang mendapat amanat dari Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers untuk meningkatkan kualitas profesi wartawan, perlu merancang sistem baru untuk memperbaiki persoalan yang sangat jamak terjadi tersebut. Apalagi hal tersebut paling elementer dalam dunia pers. Sehingga martabat dan wibawa pers nasional dapat meningkat, dan kepercayaan publik menjadi lebih baik.
(mdk/has)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bencana dan Berkah Jurnalis Perempuan
Menjadi jurnalis perempuan yang meliput sepak bola bak dua mata pisau berlawanan. Pada satu sisi bisa memperoleh kemudahan, tapi bisa juga jadi korban kekerasan
Baca SelengkapnyaApresiasi Adalah Bentuk Pemberian Penghargaan, Berikut Penjelasannya
Apresiasi adalah proses menghargai dan mengakui nilai suatu karya atau prestasi seseorang atau sesuatu.
Baca SelengkapnyaMengenal Femisida Intim dan Jenisnya, Pembunuhan Perempuan oleh Pasangannya
Femisida intim adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pembunuhan perempuan yang dilakukan oleh pasangan atau mantan pasangan mereka.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Tenggang Rasa adalah Sikap Peduli pada Orang Lain, Ini Contohnya
Tenggang rasa bentuk penghargaan terhadap perasaan, pemikiran, dan kepentingan orang lain.
Baca SelengkapnyaProsesnya Panjang dan Penuh Tantangan, Perempuan Ini Ceritakan Pengalamannya Bersiap Jadi Anggota Persit
Kisah persiapan Susi menjadi ibu Persit ini mendapat banyak perhatian publik.
Baca Selengkapnya13 Alasan Mengapa Orang Pintar dan Cerdas Lebih Sulit Merasa Bahagia
Seseorang yang pintar memiliki titik lemah yang muncul berupa sulit merasa bahagia.
Baca Selengkapnya13 Saksi Diperiksa Ungkap Senjata Penembakan Relawan Prabowo-Gibran di Sampang
Kasus penembakan ini mulai menemui titik terang.. Diduga, pelaku penembakan satu orang.
Baca SelengkapnyaDewi Perssik Jalani Prosedur Pembekuan Sel Telur dan Suntik Hormon Persiapan Nikah, Ini Potretnya
Melalui prosedur pembekuan sel telur, Dewi Perssik memilih untuk mempersiapkan sel telurnya untuk masa depan.
Baca SelengkapnyaPenantian 14 Tahun, Wanita Ini Ungkap Kebahagiannya saat Lihat Suaminya Kembali Beribadah
Menanti 14 tahun, wanita ini ceritakan betapa bahagianya ia melihat suaminya kembali beribadah.
Baca Selengkapnya