Memiliki Harley Davidson, Hobi atau Simbol Status Sosial?

Merdeka.com - Kepemilikan atas barang mewah menjadi cara seseorang menunjukkan statusnya di masyarakat. Benda-benda mahal menjadi penanda kelas sosial dalam pergaulan. Lingkaran pertemanan mereka terangkat.
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Rissalwan Habdy Lubis menuturkan, orang kaya butuh semacam token atau simbol sebagai penanda. Macam-macam bentuknya. Seperti liburan ke luar negeri. Hanya orang-orang berduit yang bisa melakukan itu.
"Travelling atau healing. Ketika bisa berfoto di depan menara Eiffel misalnya, itu tokennya dia. Token dalam tanda kutip ikon, pencapaian atau status," ujarnya ketika dihubungi merdeka.com.
Bentuk lainnya adalah kepemilikan motor gede. Menurut Rissalwan, punya Harley Davidson rasanya berbeda dengan motor biasa. Ada juga yang lebih suka memiliki senjata api. Sementara orang kaya lainnya lebih bangga saat punya kendaraan yang memiliki pelat dinas khusus TNI dan Polri.
"Jadi ada berbagai macam cara untuk dia menunjukkan ada dalam status sosial tertentu," ujar Rissalwan.
Kepemilikan atas barang-barang itu di sisi lain menjadi 'modal sosial' sang empu untuk menunjukkan bahwa mereka berada dalam status sosial tertentu. Pemilik Harley Davidson, lanjut Rissalwan, biasanya berkomunitas, tergabung dalam sebuah klub.
"Ketika dia berkelompok, melalui kelompok itu dia ingin menunjukkan bahwa dia dalam suatu posisi sosial tertentu," ujarnya.
Orang kaya, kata Rissalwan, butuh pengakuan, terutama dari kalangan mereka. Membeli barang-barang mewah dilakukan bukan karena kebutuhan atas fungsi barang itu. Pada kondisi tertentu, keinginan mendapat pengakuan itu berubah menjadi kompetisi sosial. Selalu ada upaya dan keinginan agar mereka mencapai puncak dalam lingkungan pertemanan mereka.
"Orang kan butuh pengakuan ya dari sesama orang kaya. Dia kan mau kelihatan lebih kaya dibandingkan yang lain. Dan itu nature, alamiah. Ada persaingan karena manusia itu makhluk sosial yang berkompetisi juga," jelasnya.
Dalam aspek lain, orang kaya juga butuh kegiatan yang memicu adrenalin. Di Amerika atau Eropa, orang-orang kaya punya hobi berburu. Sementara di Indonesia, membeli Harley Davidson atau moge, menjadi penyaluran hobi dan memperluas pergaulan.
Rissalwan menyebut, seorang pejabat atau pengusaha tentu akan memperhitungkan apa manfaatnya bagi dia dan karier dia saat bergabung dengan klub moge. Siapa saja anggota dalam klub itu. Apalagi, di Indonesia, banyak petinggi negara dari sipil dan TNI/Polri yang jadi ketua hingga pembina klub moge.
"Semua orang berpikir, masuk ke situ akan membuat dia terhubungkan dengan jejaring yang lain dan kepentingan yang lebih besar. Jadi ada motif politik mungkin di belakang masuk ke dalam kelompok tertentu yang menunjukkan mereka punya identitas sosial ekonomi di atas rata-rata," paparnya.
Contoh lainnya adalah olahraga golf. "Yang penting dia beli stiknya, satu stik harganya bisa belasan juta. Sekali lagi itu gaya hidup, dengan main golf dia bisa berkomunikasi dengan orang-orang tertentu dalam grup tertentu," pungkasnya.
Passion Bukan Gaya-gayaan
Imam Syafei, Humas Pengurus Pusat Harley Davidson Club Indonesia (HDCI) menyebut, saat ini ada 4.000 anggotanya tersebar di seluruh Indonesia. Mereka berasal dari berbagai kalangan.
Syarat menjadi anggota HDCI, kata Imam, harus punya motor Harley Davidson, punya SIM, mendaftar, dan yang paling penting ikut pelatihan safety riding
Terkait motor bodong anggotanya, Imam mengaku, saat pendaftaran, kelengkapan surat yang diperiksa hanya SIM dan STNK. "Kita enggak periksa sampai BPKB," ujarnya.
Kesan arogan tidak bisa dihindari, ujar Imam. Dengan dimensi motor yang besar, suara knalpot yang keras, motor Harley Davidson dalam keadaan diam saja akan terlihat arogan.
"Ya sensasinya memang terasa gagah di jalan. Karena ya postur motor yang besar, suara yang menggelegar, dan tarikan yang kencang. Dan memang sangat nyaman untuk touring jarak jauh," ujarnya.
Memiliki Harley Davidson, lanjut Imam, bukan semata-mata untuk menunjukkan status sang pemilik. Seseorang harus punya passion dan hobi.
"Punya HD juga bukan perkara mudah, motornya berat, panas sekali, dan mengendarainya tidak gampang. Ini bukan masalah kaya-miskin, tapi memang passion untuk naik motor ini enggak semua orang punya," tukasnya.
©2023 Merdeka.com/istimewa
Hal yang sama disampaikan Michael Kawilarang, anggota Ikatan Sport Harley Davidson (ISHD). Dia ingin menambah pertemanan. Dia tidak merasa status sosialnya berubah dengan bergabung dalam sebuah klub.
"Aku main Harley karena hobi, bukan ingin mempunyai sebuah bisnis baru dengan orang lain, tetapi kalau memang ada itu bonus. Secara enggak langsung impact-nya memang ada karena memang ini bukan motor murah secara price," ujarnya.
Sedangkan Deka Suryanegara, anggota Street Glide Owners Group dan Motor Besar Indonesia (MBI) menyebut, sikap sombong berpulang pada karakter masing-masing orang. Tidak perlu punya Harley Davidson untuk menjadi arogan di jalan.
"Cuma mungkin sentimen negatif masyarakat melihatnya anak motor besar nih, mentang-mentang punya uang," katanya.
Pengamat otomotif Bebin Djuana menilai, pemilik Harley Davidson menjadikan motornya sebagai gaya hidup, bukan kebutuhan.
"Lebih ke gaya hidup, kalau dikatakan kebutuhan saya malah bingung. Itu untuk apa, kan wong kamu naik Scoopy juga sama sampainya (ke tempat tujuan) kok," tukasnya.
Bagi Bebin, pemilik Harley Davidson punya kebanggaan yang tidak dirasakan oleh kebanyakan orang. "Harganya kan hanya bisa dijangkau oleh segelintir orang. Tidak setiap orang yang menginginkannya mampu membayar sehingga ada seperti rasa bangga. Saya pikir seperti itulah kalau kita mencoba berpikiran positif," ujarnya.
Flexing di Media Sosial
Memamerkan kekayaan di media sosial menjadi tren yang dilakukan sebagian orang. Mereka butuh eksistensi dan pengakuan. Hal itu yang terjadi saat kasus Mario Dandy mencuat.
Direktur Harley Davidson Owner Group (HOG) Anak Elang Jakarta Chapter, Suherli memastikan Mario Dandy bukan anggotanya. Meski di motornya terpasang stiker HOG Anak Elang.
"Kalau dia beneran HOG Anak Elang pasti akan saya akui. Sayangnya, dia bukan member HOG Anak Elang, bisa dicek cuman nempel sticker HOG Anak Elang. Itu urusan dia bukan urusan komunitas jadinya," ujarnya.
Suherli menegaskan, tak segan menegur anggotanya yang berulah. Apalagi saat sedang jalan bareng. "Kalau ada yang over acting gitu pasti kita tegur."
©2023 Merdeka.com/istimewa
Fenomena banyaknya anak muda dari kalangan Generasi Z yang memakai Harley Davidson dan suka pamer di media sosial, di mata Michael Kawilarang merupakan hal yang perlu mendapat perhatian. Dia menekankan peran orang tua dalam mengawasi dan membimbing mereka.
Citra arogan semakin kuat karena kerapkali mereka mengunggah aksi mereka di media sosial saat berkendara tanpa memperhatikan faktor keselamatan. Ditambah lagi penggunaan aksesoris semacam lampu strobo dan sirene yang membuat orang lain melihat hal itu sebagai cerminan arogansi pengendara Harley.
"Banyak banget komunitas dan bikers di jalan yang sangat santun dan suka menolong orang. Sangat disayangkan beberapa oknum ini membuat stigma negatif ke masyarakat. Anak-anak muda seperti ini yang perlu sadar tertib berlalu lintas dan perlu melakukan tes untuk driver license," ujarnya.
Reporter Magang: Ravi Indra Jaya Putra
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Jack Ma, Orang Terkaya di China Kini Jual Makanan Kemasan
Jack Ma membuka startup bisnis makanan bernama Hangzhou Ma's Kitchen Food.
Baca Selengkapnya

Sikap Manis Ayah Perlakukan Anak Perempuannya Bak Putri Raja, Beri Buket Bunga Spesial Tanda Cinta 'Makasih Ayah' Bikin Iri
Momen haru seorang ayah memperlakukan gadis kecilnya layaknya seorang putri raja dengan pemberian spesial yang menyentuh hati.
Baca Selengkapnya

Potret Adik Peraih Adhi Makayasa Wisuda Taruna Akpol, Dihadiri Ortu yang Juga Jenderal Polisi
Andik Rizky Nugroho adik dari Ipda Adira Rizky Nugroho .
Baca Selengkapnya

Eks Panglima TNI Andika Perkasa Akui Ada Potensi Kecurangan di Pilpres 2024, ini Penjelasannya
Lantas apa sebenarnya kemungkinan dan kerawanan yang bisa terjadi?
Baca Selengkapnya

Disdik Ungkap Alasan Guru Honorer di SDN Malaka Jaya Duren Sawit Terima Gaji Rp300 Ribu Per Bulan
Guru tersebut ingin mengajar sebagai bentuk pengabdian dan pelayanan
Baca Selengkapnya

Jenderal TNI (Purn.) Andika Perkasa Blak-blakan Saat Pilpres Tahun 2014 dan 2019 'Ada Tekanan Langsung ke Saya'
Secara blak-blakan, mantan panglima TNI ini mengaku pernah mendapat ‘tekanan’ langsung saat pilpres 2014 dan 2019.
Baca Selengkapnya

Liciknya Israel, Bebaskan Warga Palestina yang Ditahan Demi Kesepakatan dengan Hamas Tapi Menangkap Tawanan Baru
Alih-alih hanya membebaskan warga Palestina, ternyata Israel kembali melakukan tindakan bersifat licik. Ini yang dilakukan.
Baca Selengkapnya

Guru SDN Malaka Jaya 'Irit' Bicara Soal Laporan Gaji Honorer Dipotong
guru agama Kristen di SDN Malaka Jaya 10, Duren Sawit, Jakarta Timur, terpaksa menelan nasib pahit
Baca Selengkapnya

Ciptakan Suasana Nostalgia, Begini Vibes Pasar Tradisional Ledok Tinjom di Jogja, Hampir Seluruh Pengunjungnya Pakai Kebaya
di Yogyakarta ada salah satu pasar yang masih mempertahankan suasana zaman dulu yang bahkan bisa membuat pengunjungnya nostalgia. Pasar itu bernama Ledok Tinjon
Baca Selengkapnya

Berlinang Air Mata, Pria ini Ungkap Tak Tahan Kerja di Lingkungan 'Toxic' Badan hingga Kurus Ditempa Perkataan Pedas
Bagaimana jika seseorang dihadapkan dengan kondisi lingkungan pekerjaan yang ‘toxic’? Begini kisah pilu yang dihadapi oleh pria malang ini.
Baca Selengkapnya

Komjen Polisi Rasakan Gaji Rp38 Ribu, Tiap Malam Lihat Anak Tidur "Bisa Enggak Menyekolahkan?"
Ketika menyandang pangkat perwira pertama kepolisian, ia hanya menerima gaji puluhan ribu. Sementara, ia sudah harus menanggung kebutuhan keluarganya.
Baca Selengkapnya

Berhasil Angkat Derajat Ortu, ini Potret Rumah Wanita Kampung yang Dinikahi Bule Jerman, Punya Lebih dari 2 'Istana'
Kesuksesan wanita kampung angkat derajat orangtua. Dibuktikan dengan aset rumah yang berjumlah lebih dari dua. Begini penampakannya bak istana.
Baca Selengkapnya