Korupsi dan otonomi daerah bagai sejoli
Merdeka.com - Sejak otonomi daerah bergulir 14 tahun lalu, kasus korupsi menimpa kepala daerah dan mantan kepala daerah terus meningkat saban tahun. Data diterima merdeka.com dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut saat ini ada 34 nama kepala dan mantan kepala daerah masuk dalam jerat korupsi bersifat putusan tetap (in kracht).
Indonesian Corruption Watch (ICW) akhir tahun lalu melansir 24 nama kepala daerah terkena kasus korupsi. Data itu dari Laporan Hasil Penyidikan (LPH) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Nama-nama itu terus bertambah sampai hari ini.
Sebut saja Bupati Mandailing Natal Hidayat Batubara, ditangkap KPK pertengahan bulan lalu. Terus Bupati Kepulauan Aru Teddy Tengko dieksekusi kejaksaan dan menghebohkan. Wali Kota Bandung Dada Rosada masih dalam tahap pemeriksaan oleh KPK.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan problem otonomi daerah saat ini adalah korupsi. Sebab sistem ini memberikan kuasa begitu besar soal wewenang dan dana. “Di mana ada kekuasaan, di situ ada korupsi,” kata Robert saat dihubungi merdeka.com kemarin melalui telepon selulernya.
Menurut hasil penelitian lembaganya, kata dia, sejak pelaksanaan otonomi daerah pada 1999, 300-an kepala dan mantan kepala daerah dan sekitar 400 anggota DPRD provinsi atau kabupaten terjerat kasus hukum. Angka ini tidak hanya terkait korupsi, namun juga persoalan hukum lainnya.
Dia menambahkan jumlah itu sudah sangat membahayakan jika dibandingkan total 34 gubernur dan 530 bupati/wali kota di seluruh Indonesia. “Desentralisasi kita saat ini pincang. Uang diberikan banyak, kuasa luas, serta tidak diimbangi kontrol dan akuntabilitas,” ujar Robert.
Dia menjelaskan kepala daerah mudah melakukan korupsi karena sistem deteksi dan audit internal daerah itu sendiri dimatikan. Dia mencontohkan Badan Pengawas Daerah tidak berfungsi karena diisi orang buangan dan yang menjelang pensiun.
Karena itu, dia menilai otonomi daerah dan korupsi saat ini seperti berjalan beriringan. Dia mengingatkan makin meningkatnya perilaku korup kepala daerah menunjukkan Kementerian Dalam Negeri lalai mengontrol.
Hingga artikel ini dilansir, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohar belum bisa dimintai keterangan. Panggilan telepon tidak dijawab dan pesan pendek tak dibalas.
(mdk/fas)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Selama ini, kata dia, penanganan kasus korupsi terlalu mengedepankan hukum pidana sebagai alat penyelesaiannya.
Baca SelengkapnyaEmpat direktur perusahaan itu diperiksa sebagai saksi untuk tujuh tersangka.
Baca SelengkapnyaSebanyak 48 orang saksi diperiksa sebelum penetapan tersangka
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kejagung bekerja sama dengan ahli lingkungan untuk menghitung kerugian perekonomian negara dalam korupsi tata niaga komoditas timah.
Baca SelengkapnyaDari sisi birokrasinya juga cukup bersih, sehingga perilaku-perilaku koruptif pejabat di Kabupaten Kendal relatif minim
Baca SelengkapnyaKejati DKI Jakarta menetapkan enam tersangka korupsi pengelolaan Dana Pensiun Bukit Asam tahun 2013 sampai 2018 dengan kerugian negara Rp234 miliar.
Baca SelengkapnyaPolri juga menetapkan 887 tersangka tersangka kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) sepanjang tahun 2023.
Baca SelengkapnyaAnggota DPR RI dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menyoroti penanganan perkara tersebut.
Baca SelengkapnyaAdapun pemeriksaan terhadap saksi telah dilakukan terhadap 130 orang untuk proses penyidikan yang telah berjalan sejak Oktober 2023 lalu.
Baca Selengkapnya