Apa yang dimau di hari Sabtu
Merdeka.com - Presiden Taiwan Ma Ying-jeou akan bertemu Presiden China Xi Jinping di Singapura, di hari Sabtu (7/11). Selain merupakan pertemuan pertama antara pemimpin kedua negara, banyak pengamat menilai pertemuan ini merupakan pertemuan bersejarah sejak berakhirnya perang
suadara di tahun 1949 dan secara teknis keduanya berada dalam status perang di mana China masih mengarahkan peluru kendali ke negara pulau itu.
China mengklaim kedaulatan atas Taiwan ketika pemerintah nasionalis melarikan diri ke pulau itu setelah kalah oleh komunis. Namun, ketegangan dua negara yang terpisah selat itu dinilai membaik sejak Presiden Ma menjabat pada 2008.
Persoalannya, kegegapgempitaan di seputar pertemuan apakah berbanding lurus dengan target substansialnya? Pihak Taiwan telah menyatakan bahwa kedua pemimpin tak akan menandatangani perjanjian apapun kecuali membahas perdamaian dan hubungan kedua negara di berbagai bidang.
Senada dengan itu kantor berita pemerintah China, Xinhua, melaporkan kedua belah pihak akan bertukar pandangan tentang pengembangan hubungan lintas selat yang damai. Kemlu China dalam pernyataan persnya juga menyatakan bahwa kehadiran Presiden Xi adalah atas undangan Presiden Singapura Tony Tan.
Mungkin terdengar terlalu menyederhanakan, tapi pertemuan ini harus ditempatkan dalam konteks suasana politik dalam negeri Taiwan. Partai Kuomintang (KMT) pimpinan Presiden Ma tengah berjuang keras untuk memenangkan pemilu di bulan Januari tahun depan, sehingga banyak kecurigaan pertemuan ini dimaksudkan untuk memperbesar kemungkinan partainya menang, menghadapi partai oposisi Democratic Progessive Party yang dikenal sangat anti reunifikasi dengan China Daratan dan popularitasnya makin meningkat akhir-akhir ini. Pertemuan yang hanya berjarak tiga bulan dari pemilu juga sangat memicu kecurigaan publik Taiwan.
Nampaknya Ma ingin mengirim pesan bahwa makin meredanya ketegangan dan kecurigaan dengan China dengan pertemuan di hari Sabtu itu akan dapat mendorong hubungan ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat Taiwan. Rekam jejak Ma dalam konteks ini sejak tahun 2008, adalah ia telah mendorong terwujudnya 21 perjanjian kerjasama termasuk yang sangat menonjol yaitu Economic Cooperation Framework Agreement atau ECFA.
Sejak itu banyak perusahaan Taiwan memindahkan pabriknya ke China sementara bank-bank China beroperasi di Taiwan. Enam tahun lalu tak ada penerbangan langsung antara kedua negara, sekarang ratusan penerbangan terjadwal tiap minggu dan turis dari kedua negara berseliweran melintasi selat China.
Betapapun bersemangat dan maksud tersirat yang ia simpan mengenai pertemuan itu, Presiden Ma nampaknya tak akan berani melanggar batas dan mengorbankan dua hal jika ia tidak ingin menuai badai di dalam negeri yaitu soal kedaulatan Taiwan dan institusi demokratisnya.
Ma tercatat pernah menyatakan bahwa selama ia menjadi Presiden ia tak akan membicarakan unifikasi dengan China, tapi ia juga tak akan memperjuangkan kemerdekaan
apalagi dengan senjata. Ia dibebani kemampuan untuk menciptakan keseimbangan antara peredaan ketegangan dan perdamaian di satu sisi dan nasionalisme di sisi lain.
Presiden Ma rupanya harus berhati-hati mengenai pertemuan ini karena saat ini makin sedikit warga Taiwan yang mendukung ide reunifikasi dengan China. Hasil survei oleh National Chengchi University di bulan Juni lalu menunjukkan bahwa 60 persen warga ingin
diidentifikasi sebagai orang Taiwan dan bukan orang China. Sebuah dukungan mayoritas bagi statu quo atas kemerdekaan de facto.
Sementara itu bagi Presiden Xi Jinping pertemuan itu sangat penting karena ia dikenal ingin agar unifikasi segera terwujud dan tidak menjadi masalah secara turun temurun. Xi pernah menyampaikan ide “satu negara dua sistem” dengan delegasi pro-unifikasi Taiwan yang segera ditolak oleh Presiden Ma.
Pertemuan di hari Sabtu itu oleh China nampaknya dimaksudkan untuk mempengaruhi publik Taiwan dalam pemilu Januari mendatang di tengah-tengah kemungkinan partai Kuomintang dikalahkan oleh partai oposisi Democratic Progessive Party (DPP). China sangat khawatir karena calon presiden dari DPP, Tsai Ing-wen yang pro-kemerdekaan memimpin dalam jajak pendapat di Taiwan akhir-akhir ini.
Apa yang dimau di pertemuan di hari Sabtu hanya kedua pemimpin yang tahu. Yang jelas Presiden Ma harus siap dengan reaksi balik negatif publik Taiwan yang mencurigai campur tangan China dalam politik dalam negeri Taiwan, sebaliknya Presiden Xi juga harus siap
dengan keresahan dalam negeri karena pertemuan itu akan dianggap melegitimasi Taiwan sebagai suatu negara berdaulat.
(mdk/war)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Basarnas mengerahkan tujuh unit kapal untuk mencari WN Taiwan yang hilang saat kapal terbalik di Pulau Seribu.
Baca SelengkapnyaIndia Lepaskan Merpati yang Dituding Jadi Mata-Mata China, Di Sayapnya Ada Tulisan
Baca SelengkapnyaPencarian kembali dilanjutkan setelah cuaca mendukung pada Selasa (12/3) pagi.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Ini yang dikhawatirkan AS bila tidak segera memutuskan kelanjutan stasiun luar angkasa yang akan habis masa pakainya.
Baca SelengkapnyaWarga Taiwan, Shi Yi yang hilang setelah kapal KM Pari Kudus terbalik Kepulauan Seribu ditemukan meninggal dunia
Baca SelengkapnyaKorban hilang ini menggunakan kaos abu-abu, celana hitam, dan topi hitam.
Baca SelengkapnyaAdapun perhitungan ini didapatnya setelah berkaca dari China, yang butuh waktu 40 tahun untuk jadi negara dengan kekuatan ekonomi besar dunia.
Baca SelengkapnyaAda beberapa isu yang menjadi perhatian pemerintah di tahun 2024.
Baca SelengkapnyaDi lokasi yang berjarak kurang lebih delapan meter ditemukan satu buah handphone, sepatu, tas, linggis dan kacamata yang diduga milik korban.
Baca Selengkapnya