Mengenal Tari Topeng Kaliwungu, Bentuk Akulturasi Jawa-Madura yang Berkembang di Lumajang
Dengan karakter yang tegas, tarian ini merupakan representasi dari Prabu Baladewa.

Dengan karakter yang tegas, tarian ini merupakan representasi dari Prabu Baladewa.

Mengenal Tari Topeng Kaliwungu, Bentuk Akulturasi Jawa-Madura yang Berkembang di Lumajang

Tari topeng Kaliwungu merupakan sebuah tarian khas dari daerah Lumajang. Dengan karakter yang tegas, tarian ini merupakan representasi dari Prabu Baladewa.
Mbah Nemo adalah tokoh yang berjasa besar dalam mengembangkan tarian ini. Mbah Nemo sendiri merupakan keturunan dari Pak Onggo yang berasal dari Sampang, Madura.
“Pak Onggo membawa tari topeng itu ke sini. Dia bekerja sama dengan Pak Karmun dari Klakah. Setelah itu barulah tarian itu dikembangkan di Desa Kaliwungu,” terang Windy Rakashita, pelatih dan pelestari tari topeng Kaliwungu, dikutip dari kanal YouTube BRIN Indonesia.
Windy menjelaskan, pada awalnya tarian itu bernama Tari Topeng Madura. Karena tarian itu dikembangkan di Desa Kaliwungu, Lumajang, maka hingga saat ini tarian itu lebih populer dengan nama Tari Topeng Kaliwungu.
Karena dikembangkan di daerah Lumajang yang dulunya merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram, tarian asal Madura itu sudah mendapat pencampuran dari budaya Jawa.

Di Desa Kaliwungu sendiri, Mbah Nemo mengajarkan tari topeng ini kepada dua muridnya yaitu Pak So dan Pak Sura’i. Namun kini yang masih eksis adalah tari topeng yang dikembangkan Pak So.

Pak So atau Pak Tomo, memiliki nama panggung Cak So. Sampai saat ini dia sering mendapat panggilan untuk mementaskan Tari Topeng Kaliwungu.
Karakter Tari Topeng Kaliwungu terbagi menjadi dua, karakter putra dan karakter putri. Karakter topeng Kaliwungu putra memiliki bentuk mata yang melotot. Sementara bentuk hidungnya menyerupai pisau peraut kayu berwarna putih. Sementara mulutnya berwarna merah.
“Topeng yang berwarna putih dan mata yang melotot artinya ia bertindak tegas berdasarkan kebenaran. Sedangkan mulutnya merah karena dia berani, berani karena benar,” jelas Windy.

Sementara itu untuk topeng perempuan didominasi warna putih. Matanya menghadap ke bawah. Sedangkan mulutnya merah mengatup, dan bibirnya tidak pecah.
Sejarawan Museum Daerah Kabupaten Lumajang, Aries Purwantiny, menjelaskan bahwa Tari Topeng Kaliwungu ini pada awalnya merupakan pertunjukan keraton. Saat dibawa ke Lumajang, Mbah Nemo mengubah esensi tarian itu menjadi pertunjukan masyarakat atau penduduk lokal.
“Dulu Pak Senemo (Mbah Nemo) yang membuat topeng ini. Lalu saya buat sendiri. Bentuknya seperti cakil pada wayang,” kata Pak Tirto, pelaku seni Tari Topeng Kaliwungu.
Aries mengatakan, Tari Topeng Kaliwungu bercerita tentang seorang laki-laki yang malu dengan wajahnya. Ia kemudian mengadu kepada ibunya kenapa tidak dikaruniai wajah setampan laki-laki yang lain. Lalu sang ibu meminta anak laki-laki itu untuk membuat topeng agar bisa menutupi wajahnya.
Biasanya Tari Topeng Kaliwungu dipentaskan sebagai pembuka dari pertunjukan sandiwara Madura. Namun kini tarian itu sudah ditampilkan dalam bentuk hiburan yang dibawakan oleh penari tunggal.
Dalam mementaskan tarian itu, dia memakai topeng warna putih, memakai sapu tangan merah, dan mengekspresikan tokoh Baladewa dari Kerajaan Mandura.

Kini sudah ada lebih dari 500 penari yang bisa mementaskan Tari Topeng Kaliwungu. Kini status tarian itu sudah menjadi Warisan Budaya Tak Benda.