TWK Pegawai KPK Disebut Cacat Moral dan Etika, Jaringan GUSDURian Nyatakan Sikap Ini
Merdeka.com - Dua tahun belakangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalami berbagai goncangan. Revisi UU KPK melahirkan beragam perubahan signifikan dalam tubuh lembaga antirasuah tersebut. Salah satunya, status kepegawaian yang kini dialihkan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam proses peralihan status menjadi ASN, pegawai KPK harus mengikuti beragam proses, termasuk tes wawasan kebangsaan (TWK). Dari 1,351 pegawai KPK yang mengikuti TWK, 75 orang di antaranya dinyatakan gagal.
Persoalan Serius
Pelaksanaan tes tersebut mendapat sorotan dari berbagai pihak, terutama dari kalangan masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam TWK banyak yang tidak ada kaitannya dengan komitmen pemberantasan korupsi.
Misalnya pertanyaan kapan nikah, kesediaan dipoligami, melepas jilbab, hingga doa qunut. Koordinator Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid menyebut pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam TWK pegawai KPK SARAT diskriminasi, pelecehan terhadap perempuan, serta pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Sementara itu, KPK menyebut bahwa seluruh proses ditangani oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN). BKN pun mengklaim pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah melalui skrining dari Badan Intelejen Negara (BIN), Badan Intelejen Strategis (BAIS), Dinas Psikologi Angkatan Darat, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Jika hal tersebut benar maka ada problem mendasar dalam proses rekrutmen abdi negara kita, karena pertanyaan-pertanyaan tersebut menunjukkan inkompetensi serta cacat moral dan etika,” ujar Alissa dalam keterangan tertulis yang diterima Merdeka, Selasa (11/5/2021).
Meskipun sebagian besar pegawai KPK dinyatakan lolos, penyelenggaraan TWK itu tetap menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat. Terlebih, beberapa pegawai KPK berintegritas dan memiliki pengalaman mengungkap kasus besar ada dalam daftar pegawai yang gagal dalam TWK.
Sikap Jaringan GUSDURian
Lihat postingan ini di Instagram
Menanggapi hal tersebut, Jaringan GUSDURian menyatakan sejumlah sikap. Pertama, mengecam sejumlah pertanyaan dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) yang bermuatan diskriminasi, pelecehan terhadap perempuan, dan pelanggaran terhadap HAM.
“Komitmen berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 tidak boleh diukur melalui serangkaian pertanyaan yang diskriminatif, rasis, dan melanggar Hak Asasi Manusia,” bunyi pernyataan sikap Jaringan GUSDURian.
Kedua, Presiden RI Joko Widodo diminta melakukan evaluasi total dan tidak menggunakan hasil penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan yang cacat moral tersebut untuk menyeleksi pegawai KPK.
Selanjutnya, pemerintah diminta untuk tidak menjadikan tes wawasan kebangsaan sebagai alat menyingkirkan orang-orang yang mempunyai komitmen dan integritas dalam pemberantasan korupsi.
“Pemerintah harus bersikap transparan agar tidak menimbulkan kecurigaan adanya penyingkiran terhadap orang-orang yang berintegritas dalam tubuh KPK,” bunyi pernyataan sikap Jaringan GUSDURian.
Independensi KPK
Jaringan GUSDURian juga mendesak Presiden dan DPR RI mengembalikan independensi KPK karena UU KPK hasil revisi menimbulkan pelemahan di tubuh KPK.
“Sejak berdiri, KPK terbukti mampu menjadi lembaga yang berintegritas dalam memberantas korupsi,” bunyi pernyataan sikap Jaringan GUSDURian.
Dengan demikian, pelemahan KPK disebut menjadi indikasi berkurangnya komitmen pemberantasan korupsi yang pada akhirnya membahayakan masa depan bangsa dan negara.
Selanjutnya, Jaringan GUSDURian mengajak seluruh masyarakat terus mengawal upaya pemberantasan korupsi dan mengawal independensi KPK dari upaya pelemahan berupa narasi dan stigma negatif yang memecah belah bangsa.
“KPK didirikan dengan proses yang panjang karena dimulai di era BJ Habibie, dibangun pondasi oleh KH. Abdurrahman Wahid, dan diresmikan di era Megawati Soekarno Putri. Sudah seharusnya pemberantasan korupsi menjadi agenda utama negara karena korupsi sangat menghancurkan sendi-sendi kehidupan,” pungkas pernyataan sikap Jaringan GUSDURian.
(mdk/rka)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Permintaan maaf tersebut dibacakan langsung oleh para pegawai yang dijatuhi sanksi berat oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Baca Selengkapnya78 Pegawai KPK itu sebelumnya meminta maaf secara terbuka telah melakukan pungli di Rutan KPK.
Baca SelengkapnyaHal itu diungkapkan Dewan Pengawas KPK saat menggelar sidang putusan etik 15 pegawai kluster kelima kasus pungli di rutan KPK.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Sebanyak 90 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga terlibat pungli di Rutan KPK bakal dipecat
Baca SelengkapnyaEksekusi dua pegawai tersebut menindak lanjuti putusan dari Dewas KPK.
Baca SelengkapnyaUntuk 78 pegawai KPK dikenakan sanksi berat berupa permintaan maaf secara langsung dan terbuka
Baca SelengkapnyaSeharusnya para pegawai KPK ini penjaga moral dan integritas antikorupsi bukan malah jadi pelaku korupsi
Baca SelengkapnyaFokus sidang kode etik bukan berapa besaran uang diterima para pihak yang terlibat, melainkan soal integritas sebagai pegawai KPK.
Baca SelengkapnyaDewas KPK menyatakan 12 pegawai KPK bersalah terkait pungli di rutan KPK.
Baca Selengkapnya