Peristiwa 17 Desember: Dihapusnya Homoseksualitas sebagai Penyakit Mental
Merdeka.com - Tepat hari ini, 17 Desember1973 silam, menjadi hari bersejarah bagi kaum homoseksual di seluruh dunia. Pada hari tersebut, American Psychiatric Association (APA) menyatakan, bahwa homoseksual bukan merupakan gangguan jiwa atau penyakit lainnya. Sontak pernyataan tersebut disambut kaum homoseksual dengan suka cita, setelah lebih dari empat puluh tahun kerap mengalami diskriminasi.
Jauh sebelum APA menyatakan homoseksual bukan suatu penyakit jiwa, kaum homoseksual biasa dipersekusi, diintimidasi, dan kerap mengalami diskriminasi. Tidak jarang mereka dipandang sebagai kaum yang memiliki kelainan yang perlu disembuhkan atau dijauhkan dari masyarakat sekitar. Tentu saja perlakuan tersebut tidak menyenangkan bagi kaum homoseksual dan penyuka sesama jenis lainnya.
Kendati hingga kini masih menjadi pro dan kontra, namun tidak bisa dimungkiri bahwa penyuka sesama jenis bukan merupakan orang yang memiliki gangguan jiwa. Berikut sejarah dihapusnya homoseksual sebagai gangguan mental yang merdeka.com lansir dari Pshcology Today:
Sejarah Dihapusnya Homoseksual sebagai Gangguan Mental
©2015 Merdeka.com
Tahun 1950-an dan 1960-an, menjadi masa yang tidak menyenangkan bagi kaum homoseksual di Eropa, Australia, atau Amerika Serikat. Pada tahun tersebut, berbagai lembaga psikiater masih mengelompokkan ketertarikan dengan sesama jenis sebagai suatu gangguan kejiwaan.
Pada 1968, Asosiasi Psikiatri Amerika (APA) mengkategorikan atau memasukkan homoseksual ke Panduan Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM). Tak heran jika kaum homoseksual kerap mendapatkan persekusi, diskriminasi, dan diintimidasi. Bahkan tidak jarang keluarganya membawa mereka ke terapis untuk disembuhkan.
Seperti dikutip dari Psychology Today, pada tahun 1960-an kaum homoseksual sering mendapatkan metode penyembuhan yang brutal. Biasanya, mereka dipaksa telanjang dan melihat foto laki-laki sambil disetrum. Namun, metode tersebut dianggap gagal karena rata-rata hasilnya nihil.
Kemudian pada tahun 1970, kaum homoseksual Amerika Serikat mengadakan unjuk rasa dan menyerbu konferensi APA untuk menyampaikan aspirasinya. Mereka menganggap bahwa memasukkan homoseksual sebagai gangguan kejiwaan tidak selaras dengan definisi mendasar penyakit mental. Aksi kaum homoseksual tersebut terus berlanjut di tingkat lokal maupun nasional.
Banyaknya protes yang dilakukan kaum homoseksual, membuat APA melakukan berbagai macam penelitian terkait homoseksualitas dan membahasnya dengan para ahli. Setelah melakukan berbagai penelitian dan merundingkannya, akhirnya pada 17 Desember 1973 APA setuju mencoret homoseksual dari penyakit kejiwaan.
Homoseksualitas Bukan Penyakit Mental
©2013 Merdeka.com/Shutterstock/CDPiC
Setelah menghapus homoseksual sebagai penyakit jiwa, APA juga mendukung sepenuhnya hak-hak sipil kaum homoseksual. Selain itu, APA mengadopsi sebuah resolusi yang menyayangkan tindak diskriminasi dan persekusi terhadap kaum homoseksual.
Di Indonesia sendiri, Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Danardi Sosrosumihardjo, mengatakan untuk mengukur seseorang disebut gangguan jiwa atau tidak PDSKJI berpegangan pada buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III) terbitan Departemen Kesehatan RI.
PPDGJ III merupakan terjemahan dari International Classification of Diseases edisi 10 (ICD-10) yang diterbitkan Badan Kesehatan Dunia WHO. Di buku tersebut masalah orientasi seksual diberi kode F66. Dikatakan bahwa gejala kejiwaan dan perilaku yang berhubungan dengan perkembangan dan orientasi seksual bukan dipandang sebagai gangguan jiwa.
PPDGJ III juga menyebutkan, orang baru dinyatakan sakit atau gangguan apabila orientasi seksualnya memunculkan gangguan jiwa atau perilaku. Menurutnya, yang masuk dalam gangguan jiwa adalah apabila orientasi seksual itu menimbulkan ego distonik, yaitu seseorang yang masih meragukan dirinya homoseksual..
(mdk/jen)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Black Lives Matter adalah nyanyian yang menentang diskriminasi rasial dan kekerasan terhadap orang kulit hitam.
Baca SelengkapnyaHari Kesetiakawanan Sosial Nasional diperingati setiap tanggal 20 Desember.
Baca SelengkapnyaKonvensi ini lahir sebagai tanggapan terhadap tantangan yang dihadapi oleh banyak negara yang berjuang untuk melawan diskriminasi rasial.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Depresi adalah gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan suasana hati yang terus mengalami tekanan dan kehilangan semangat hidup.
Baca SelengkapnyaKampanye ini bertujuan meningkatkan kesadaran dan memobilisasi upaya mengakhiri kekerasan terhadap perempuan.
Baca SelengkapnyaSetiap manusia dilahirkan dengan berbagai jenis kepribadian dan kondisi psikologi yang berbeda-beda.
Baca SelengkapnyaHari Ibu di Indonesia, diperingati setiap 22 Desember setiap tahunnya menjadi momen penting secara nasional. Apa bedanya dengan mother days di seluruh dunia?
Baca Selengkapnya"Single Awareness Day" dipakai untuk merayakan kehidupan lajang, seringkali dengan sentuhan humor.
Baca SelengkapnyaKorban dugaan pelecehan seksual ini disebut mencapai delapan orang.
Baca Selengkapnya