Meniti Perjuangan Menembus Batas, Seniman Kaligrafi Disabilitas Asal Sragen
Merdeka.com - Tubuhnya berdiri, melangkah ditopang dengan tongkat kruk. Kedua tangan dan matanya fokus pada karya indah di depannya. Dialah Supriyadi, pria paruh baya berusia 48 tahun yang sedari kecil menggeluti karya seni kaligrafi. Meski tertatih, aneka ukiran indah tercipta berkat dari kedua tangannya.
Supriyadi terlahir sebagai manusia normal dengan kedua tangan dan kakinya. Namun nasib nahas menimpanya saat berusia kecil, hingga memaksa kaki kirinya diamputasi. Jalan hidupnya berubah seketika, saat itulah jalan perjuangannya menjadi terjal. Namun ia Supriyadi tak patah semangat. Pelan tapi pasti, ia meniti perjuangan menembus batas karena disabilitas.
Supriyadi mulai menggeluti profesi sebagai pengrajin kaligrafi dari kayu bekas semenjak usia 18 tahun. Bersama itu, pasang surut usahanya ia lalui penuh perjuangan.
©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Terpampang rapi karya kaligrafi berbahan kayu yang ia ciptakan. Lika-liku perjuangannya tak pernah berhenti. Pernah suatu saat merintis kerajinannya ia turut menggeluti bidang lain. Termasuk sebagai tukang kayu di dekat rumahnya. Ia juga kedapatan pernah menjadi tukang foto keliling di tengah keterbatasannya melangkah.
Di rumahnya di Desa Plosorejo, Gondang, Sragen inilah ia menyelesaikan pesanan hiasan dinding kaligrafi kayu. Dengan teliti ia mengoleskan tinta sebagai sentuhan akhir dari proses pembuatan kaligrafi.
©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Kesan klasik terasa berkat warna ukiran yang merepresentasikan karakteristik kayu. Lafal sholawat tersusun indah lengkap dengan tanda bacanya. Kaligrafi kayu buatan Supriyadi merupakan jenis kaligrafi timbul. Limbah kayu jati dibentuk sedemikian rupa menjadi huruf arab. Tak hanya lantunan sholawat, aksara berisikan doa, hingga motif daun dan bunga sukses dibuatnya.
Limbah kayu jati menjadi bahan pembuatan kaligrafi karya Supriyadi. Limbah papan kayu jati tersebut didapat dari beberapa pengrajin di kawasan Sragen dan Ngawi. Namun sulitnya bahan baku tak membuatnya kehabisan akal. Terkadang ia menggunakan sisa gebyog yang telah direnovasi sebagai bahan bakunya. Papan gebyok ia potong, dibentuk sedemikian rupa di cat hingga enak dipandang mata.
©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Suatu saat ia kedapatan mengikuti pameran yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten sragen. Tak disangka, salah satu karyanya pernah dibeli oleh Gubernur Jawa tengah, Ganjar Pranowo saat pameran di gedung Kabupaten. Hal ini juga menjadi pemantik baginya untuk lebih semangat dalam menciptakan karya.
Perkembangan teknologi tak luput ia manfaatkan untuk mengembangkan jangkauan pasar. Beberapa karyanya ia unggah di sosial media untuk mengembangkan sayap pemasaran. Dahulu, ia menjual hasil karyanya hanya sekedar dari mulut ke mulut.
©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Lama pembuatan kaligrafi timbul dari limbah kayu ini dapat memakan waktu 10 hingga 17 hari. Lama prosesnya tergantung ukuran dan tingkat kesulitan. Namun kesulitan utama yang Supriadi alami selama proses pembuatan kaligrafi, tidak sesulit mencari bahan baku karya seni.
Kaligrafi tersebut dipasarkan dengan harga Rp 200 ribu hingga Rp 1.5 juta tergantung bahan dan ukuran. Kaligrafi timbul buatannya laku di beberapa kota besar di Indonesia. Bahkan, kekuatan mulut ke mulut pernah mengantarkan karya seninya hingga ke Negara Brunei Darussalam dan Malaysia.
(mdk/Ibr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Seorang pembudidaya belut mampu kembangkan hingga 200 kolam meski sempat diremehkan hingga merugi.
Baca SelengkapnyaTanpa kita sadari, sejumlah kebiasaan yang kita lakukan sehari-hari ternyata bisa menjadi penyebab terjadinya stres pada kehidupan kita.
Baca SelengkapnyaKasus penembakan ini mulai menemui titik terang.. Diduga, pelaku penembakan satu orang.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kejatuhan cicak pertanda apa? Bagi beberapa orang jadi pertanda keberuntungan atau peristiwa di masa depan.
Baca SelengkapnyaDesta menceritakan soal kehidupannya yang kini menyandang status duda. Simak ceritanya berikut ini.
Baca SelengkapnyaDosen memiliki caranya sendiri untuk melatih mahasiswanya agar bisa berpidato dengan lancar.
Baca SelengkapnyaSeseorang yang pintar memiliki titik lemah yang muncul berupa sulit merasa bahagia.
Baca SelengkapnyaNamun diperlukan dukungan dari berbagai pihak, mencakup pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, serta masyarakat di lingkungan itu sendiri.
Baca SelengkapnyaOktavirasa atau akrab disapa Okta, mulai mencintai dunia seni sejak mengenyam pendidikan sekolah dasar.
Baca Selengkapnya