Mengenal Ritual Pabbajja Samanera di Candi Borobudur, Latihan Umat Buddha Tinggalkan Keduniawian
Dalam ritual ini, mereka wajib melepaskan pakaian umat awam, dan kemudian menggantinya dengan jubah.
Dalam ritual ini, mereka wajib melepaskan pakaian umat awam, dan kemudian menggantinya dengan jubah.
Pada Minggu (17/12), sebanyak 500 umat Buddha berkumpul di kawasan Candi Borobudur, Magelang. Mereka menggelar prosesi Pabbajja Samanera.
Kegiatan itu diawali dengan upacara potong rambut anak yang dilakukan oleh orang tua serta perwakilan keluarga, kemudian dilanjutkan oleh para anggota Sangha.
Tak hanya rambut, kumis dan alis juga dicukur. Rambut yang telah dipotong kemudian dibungkus dalam daun Teratai.
“Upacara potong rambut ini dilakukan sebagai tanda seseorang bertekad bulat mengucapkan Adithana. Upacara ini juga dilakukan guna melepas keduiawian untuk menjalankan Dhamma dan Vinaya mengikuti jejak Sang Buddha,” kata Ketua Panitia Pabbajja Samanera Sementara MBMI 2023, Fatmawati dikutip dari Liputan6.com pada Senin (18/12).
Mengutip Liputan6.com, Pabbajja Samanera Sementara merupakan kegiatan untuk melatih umat Buddha mempraktikkan kehidupan meninggalkan keduniawian. Pabbajja dalam literatur pali mengacu pada tindakan meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tanpa rumah.
Syarat untuk mengikuti Pabbajja Samanera Sementara adalah seorang anak laki-laki yang sudah memiliki usia yang cukup. Di zaman dahulu, anak laki-laki yang sudah bisa melempar burung gagak dengan batu dianggap sudah cukup kuat fisiknya, sehingga sudah bisa mengikuti penasbihan sebagai samanera.
Dalam ritual ini, mereka juga wajib melepaskan pakaian umat awam, dan kemudian menggantinya dengan jubah. Hal ini dimaknai sebagai simbol pelepasan keduniawian melingkuti Langkah Guru Agung Sang Buddha.
Dalam mengikuti Pabbajja, aktivitas semua peserta mengikuti jadwal yang telah ditentukan. Mereka akan bangun jam 4 pagi untuk meditasi, mengembangkan batinnya, mengikuti puja bakti pagi, mengambil mangkok, menerima derma makanan dari masyarakat, mendapatkan pendidikan dari para Bikkhu, serta melakukan puja bakti alam.
Kehidupan para peserta telah dibantu umat. Setiap harinya, para Samanera hanya makan dua kali, yaitu pukul 7 pagi dan 11 siang. Setelah lewat tengah hari, mereka hanya mengonsumsi minuman saja seperti air mineral, the, dan kopi. Mereka tidak diperbolehkan makan malam apalagi ngemil.
Saat mengikuti prosesi ini, mereka akan diberi pendidikan penekanan keyakinan kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha. Mereka juga dididik untuk memiliki etika sosial yang baik seperti sopan santun dalam berperilaku, bisa menghargai orang lain, punya etika baik terhadap orang tua, teman, saudara, dan orang lain, serta mempunyai tingkah laku yang pantas baik ketika sendiri maupun bersama orang lain.
Ritual jemaah penganut Tarekat Naqsyabandiah di Ranah Minang ini menghabiskan waktu di Bulan Ramadan dengan berzikir dan berdoa kepada Allah.
Baca SelengkapnyaMasyarakat Jawa masih rutin melaksanakan tradisi tersebut sebagai bentuk penyucian diri.
Baca SelengkapnyaPertunjukan seni tari merupakan kesenian yang berkembang selama pembangunan Candi Borobudur.
Baca SelengkapnyaSalah satu kesenian berasal dari Lampung Barat ini menjadi simbol suatu kehormatan dan kebesaran yang dipertunjukkan pada upacara ritual yang sakral.
Baca SelengkapnyaMartarsik merupakan salah satu ritual tradisional yang diwariskan secara turun-temurun kepada masyarakat Batak.
Baca SelengkapnyaAdab menghormati serta memuliakan tamu itu sudah melekat pada diri orang di Indonesia, mereka dianggap sebagai 'raja'.
Baca SelengkapnyaKenalan lebih dekat dengan tradisi Papajar untuk menyambut bulan suci Ramadan ala masyarakat Sunda.
Baca SelengkapnyaTradisi ini jadi salah satu pesta adat masyarakat Sunda yang unik untuk meminta hujan
Baca SelengkapnyaBubur ini bukan sekadar makanan untuk dimakan secara biasa, tetapi memiliki makna yang mendalam dalam konteks tradisi Jawa.
Baca Selengkapnya