Dulunya Kering Kerontang, Desa di Magelang Ini Kini Punya 88 Mata Air
Merdeka.com - Desa Margoyoso, Kecamatan Salaman, Magelang dulunya merupakan desa yang kering kerontang. Setiap tahunnya, warga desa selalu meminta bantuan air bersih pada pemerintah untuk keperluan sehari-hari.
Namun seiring berjalannya waktu, desa itu tidak lagi meminta bantuan air. Hal ini dikarenakan ada peraturan desa yang tertulis bahwa bila seseorang memiliki tanah seluas 2.000 meter persegi atau lebih dan di sana ada pohon besar, maka pohon itu tidak boleh ditebang.
Tak hanya itu, di desa itu ada kepercayaan masyarakat bahwa kalau sebuah pohon besar ditebang, maka yang menebang pohon ini akan diganggu oleh makhluk halus. Hal itulah yang kemudian membentuk komitmen masyarakat Desa Margoyoso untuk merawat pohon besar itu bersama-sama.
Kini, di sana sudah terdapat 88 mata air yang muncul karena kelestarian lingkungan yang tetap terjaga itu. Berikut selengkapnya.
Baru Satu Dusun
©jatengprov.go.id
Menurut Kepala Desa Margoyoso, Adi Daya Perdana, ke-88 mata air itu sebenarnya baru ditemukan di satu kawasan. Adi tidak memungkiri masih ada kawasan lain di desanya yang terdapat mata air. Tak hanya itu, pemanfaatan mata air di desanya tidak hanya diterima oleh penduduk Desa Margoyoso, namun juga warga yang tinggal di luar wilayah desa.
“Mata air di sini masih ada di kawasan lain yaitu Dusun Tlogosari dan dusun-dusun lainnya, jumlahnya bisa jadi lebih dari 20 titik mata air. Itu tidak hanya dimanfaatkan oleh Desa Margoyoso, namun juga warga di Desa Mayongsari dan Desa Kalijambe yang masuk wilayah Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo,” terang Adi dikutip dari kanal YouTube Ganjar Pranowo pada Minggu (17/1).
Sebagai Wadah Silaturahmi
©jatengprov.go.id
Oleh warga Desa Margoyoso, keberadaan mata air itu tidak hanya bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, namun juga sebagai wadah silaturahmi antar penduduk. Untuk itulah dalam mewadahi forum itu, dibentuk sebuah paguyuban bernama “Sedulur Tunggal Banyu”.
“Forum silaturahmi ini tak hanya melalui tatap muka, tapi juga menjaga mata air. Jadi dengan forum ini kita juga menjalin silaturahmi dengan warga di luar Desa Margoyoso,” kata Adi.
Respon Ganjar Pranowo
©jatengprov.go.id
Sementara itu Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengapresiasi langkah yang dilakukan warga Margoyoso dalam melestarikan lingkungan di wilayahnya. Dengan peraturan desa yang mengedepankan kearifan lokal, langkah-langkah pelestarian lingkungan pada akhirnya bisa terwujud.
“Ini hebatnya Pak Kades dan warga Margoyoso, mereka punya kesadaran lingkungan yang tinggi. Pak Kades ini masih muda, tapi mau menggerakkan kekuatan yang ada di masyarakat untuk melakukan konservasi lingkungan,” kata Ganjar mengutip dari Jatengprov.go.id pada Minggu (17/1).
(mdk/shr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mata air itu dijaga kemurniannya oleh warga. Untuk bisa masuk ke sana, pengunjung masih dikenakan biaya masuk seikhlasnya
Baca SelengkapnyaKonon pada zaman dahulu mata air tersebut digunakan untuk mandi para tentara.
Baca SelengkapnyaDi Maluku, ada sebuah hewan yang sudah hidup berdampingan dengan warga selama ratusan tahun lamanya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Tak hanya terkenal dengan mata airnya, Tuk Budoyo nyatanya kini telah menjadi cagar budaya.
Baca SelengkapnyaTerdapat banyak sumber mata air di kelurahan itu. Namun beberapa di antaranya sudah hilang
Baca SelengkapnyaAirnya jernih dengan pemandangan hutan dan bukit yang memanjakan. Lokasi ini cocok untuk healing dari hiruk pikuk perkotaan.
Baca SelengkapnyaKerajaan ini memiliki kekayaan alam dan tanah yang subur serta dikenal sebagai penguasa perairan di bagian utara Selat Malaka.
Baca SelengkapnyaAir bah tersebut merupakan kiriman dari Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.
Baca SelengkapnyaKabarnya, air yang ada di pemandian Umbul Manten bersumber dari dua buah mata air.
Baca Selengkapnya